NovelToon NovelToon
Immortality Through Suffering

Immortality Through Suffering

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Spiritual / Balas Dendam / Mengubah Takdir / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:6.7k
Nilai: 5
Nama Author: YUKARO

Di desa terpencil yang bahkan tidak tercatat di peta, Xu Hao lahir tanpa bakat, tanpa Qi, dan tanpa masa depan. Hidupnya hanyalah bekerja, diam, dan menahan ejekan. Hingga suatu sore, langit membeku… dan sosok berjubah hitam membunuh kedua orang tuanya tanpa alasan.

Dengan tangan sendiri, Xu Hao mengubur ayah dan ibunya, lalu bersumpah. dendam ini hanya bisa dibayar dengan darah. Namun dunia tidak memberi waktu untuk berduka. Diculik perampok hutan dan dijual sebagai barang dagangan, Xu Hao terjebak di jalan takdir yang gelap.

Dari penderitaan lahirlah tekad. Dari kehancuran lahir kekuatan. Perjalanan seorang anak lemah menuju dunia kultivasi akan dimulai, dan Xu Hao bersumpah, suatu hari, langit pun akan ia tantang.


Note~Novel ini berhubungan dengan novel War Of The God's.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YUKARO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pria tua berpakaian konfiusme

Xu Hao terengah-engah. Nafasnya berat setelah berlari jauh, namun langkah kakinya terhenti ketika ia mendapati sebuah altar batu berdiri kokoh di tengah goa yang lembap. Altar itu tidak tinggi, permukaannya rata, berlumut tipis, dan di sekitarnya terdapat pahatan samar berbentuk lingkaran yang sudah pudar dimakan waktu.

Tanpa berpikir panjang, Xu Hao melangkah naik ke altar itu. Ia berdiri tegak di atasnya, tubuhnya masih diliputi Qi merah pekat yang berdenyut tak terkendali. Namun… tidak terjadi apa pun. Tidak ada cahaya, tidak ada formasi, hanya keheningan. Xu Hao sempat menggertakkan gigi. “Sial…” gumamnya dalam hati.

Suara langkah bergema dari lorong. Dua kultivator Nascent Soul itu muncul dari kegelapan, tubuh mereka bagai dua raksasa yang baru saja keluar dari neraka. Aura mereka menekan udara, membuat dinding goa bergetar halus.

Wanita bergaun hijau itu tertawa, suaranya melengking, bergema di antara dinding batu. “Bocah, kau benar-benar tolol. Masuk ke dalam goa ini, lalu berdiri di atas altar mati. Kau yang menjebak dirimu sendiri.”

Ia melangkah maju dengan penuh percaya diri, pinggulnya bergoyang ringan. Cahaya lentera kecil dari batu roh di ikat pinggangnya membuat kulitnya terlihat pucat bercahaya. Bibirnya merah, dan lidahnya menjilat bibir itu perlahan ketika ia menatap Xu Hao dengan tatapan merendahkan. “Kau cukup tampan untuk anak kecil. Sayang sekali… sebentar lagi wajahmu hanya akan jadi debu.”

Xu Hao menatap balik. Matanya menyipit, wajahnya tenang meski napasnya belum sepenuhnya teratur. Lalu, tanpa ragu ia berkata keras, suaranya menggema di goa itu. “Kau memang cantik, tapi baumu menyengat… dan kau menjijikkan.”

Sekejap wajah wanita itu berubah. Senyum sarkastisnya lenyap, berganti dengan sorot marah yang membara. “Apa katamu, bocah hina!” teriaknya. Tubuhnya melesat bagaikan bayangan hijau. Dalam sekejap ia sudah berada di depan Xu Hao.

Tangan rampingnya mencengkeram leher Xu Hao dengan kekuatan yang bahkan membuat udara bergetar. Ia mengangkat tubuh Xu Hao tinggi-tinggi, membuat kaki pemuda itu menggantung di udara.

“Urghhh—!” Xu Hao meringis. Lehernya terasa terhimpit keras, tulang-tulangnya seperti hampir remuk. Napasnya tercekik, matanya membelalak. Sensasi itu memanggil kembali ingatan empat tahun lalu, ketika pria tua berjubah putih mencengkeram lehernya dengan cara yang sama. Hatinya bergetar hebat.

Wanita itu tertawa keras, tawa dingin yang menusuk telinga. “Heh… lihat kau sekarang. Tidak lebih dari anak ayam di tanganku.”

Di belakangnya, pria Nascent Soul berbadan kekar ikut tertawa puas. “Bunuh saja, habiskan. Anak ini tidak pantas membuat kita repot sejauh ini.”

Xu Hao merasa pandangannya mulai berkunang. Napasnya terputus-putus. Namun di saat tubuhnya hampir menyerah, matanya berkilat tajam. Segenap tekadnya bangkit. Dengan sisa tenaga, tangannya terangkat tinggi, lalu—

PLAK!

Suara tamparan keras menggema di goa. Xu Hao berhasil menampar wajah wanita itu dengan telapak tangan berlumur darah dan keringat. Kepala wanita itu tersentak ke samping.

Belum berhenti di situ. Dengan cepat Xu Hao mengangkat kakinya, menghantam wajah cantik wanita itu dengan sepatu jerami kasarnya. Suara dentuman terdengar, tubuh wanita itu sedikit terhuyung. Bekas sepatu jerami terlihat jelas memerah di pipi mulusnya.

“Ahh—!” Wanita itu berteriak marah. Cekikan nya terlepas, tubuh Xu Hao jatuh ke lantai altar dengan keras. Ia terbatuk, memegangi lehernya yang memerah, paru-parunya berebut udara.

Namun kesempatan itu tidak bertahan lama. Pria Nascent Soul berbadan kekar sudah melesat ke depan. “Berani sekali kau, bocah busuk!” Telapak tangannya menyala, Qi menekan memenuhi ruangan, lalu menghantam lengan Xu Hao.

“Ughhh!” Xu Hao terhempas ke samping. Darah segar memercik dari lengannya, kulit robek oleh hantaman Qi murni yang terlalu kuat. Sakitnya membuat tubuhnya bergetar.

Belum sempat ia bangkit, wanita bergaun hijau itu kembali maju, wajahnya merah padam, matanya dipenuhi amarah membunuh. Dengan teriakan penuh kebencian, ia menghantam perut Xu Hao dengan tendangan Qi.

“BUDAK KOTOR! KAU BERANI MENODAI WAJAHKU!”

Tubuh Xu Hao terpental keras, membentur dinding batu goa. Suara tulang berderak samar terdengar. Darah mengalir dari bibirnya, tubuhnya meringkuk kesakitan.

Wanita itu tidak berhenti. Ia terus memaki, kata-katanya menusuk lebih tajam dari pedang. “Dasar sampah hina! Anak kecil bau tanah berani menyentuhku! Aku akan membuatmu berlutut, aku akan menghancurkan tubuhmu tulang demi tulang, sampai kau menyesali saat kau lahir ke dunia ini!”

Suara tawanya bergema panjang, memenuhi goa, bercampur dengan desah napas berat Xu Hao yang terus berjuang untuk bangkit.

Wanita itu tidak puas hanya dengan satu dua tendangan. Kakinya terus menghantam tubuh Xu Hao, membuat pemuda itu terhempas ke kanan dan ke kiri seperti boneka patah tali. Darah segar memuncrat, membasahi permukaan altar batu. Cipratan merah itu meresap cepat ke dalam celah pahatan lingkaran yang samar.

“Lihatlah dirimu,” cibir wanita itu, matanya penuh amarah sekaligus kepuasan. “Bahkan seekor anjing pun lebih terhormat darimu. Kau hanyalah sampah yang berani menentang langit!”

Xu Hao hampir tidak mampu bergerak. Tubuhnya gemetar, napasnya pendek. Pandangannya kabur, namun kesadarannya belum sepenuhnya padam. Ia hanya bisa merasakan darahnya mengalir deras, menggenang di altar di bawahnya.

Lalu… sesuatu berubah.

Altar itu bergetar halus. Retakan-retakan kecil bercahaya muncul di sepanjang pahatan lingkaran. Kilatan cahaya keemasan merambat keluar, seperti api yang menyusuri garis ukiran kuno. Dalam sekejap, pola formasi yang samar kini menyala terang, menghidupkan simbol-simbol kuno yang tak lagi dikenal zaman sekarang.

“Ap… apa ini?” Wanita itu spontan melompat mundur, gaunnya berkibar tertiup arus Qi yang tiba-tiba memancar. Mata cantiknya melebar, kaget dan tidak percaya. “Bagaimana bisa… altar ini hidup?”

Pria kekar di sampingnya ikut mundur, tatapannya serius. Aura berat dari altar membuat kulitnya terasa gatal, seolah ribuan jarum menusuk. “Dari kabar yang kudengar, altar ini sudah mati ribuan tahun. Tidak pernah sekali pun bangkit. Kenapa sekarang… bisa aktif?”

Wanita itu memandang Xu Hao yang terduduk lemas di tengah altar, tubuhnya berlumuran darah. Alisnya berkerut. “Apa mungkin… bocah ini yang memicu?”

Pria kekar menggertakkan gigi. “Tidak perlu ragu! Cepat bunuh dia sebelum sesuatu yang lebih buruk terjadi!”

Wanita itu mengangguk. Wajahnya kembali dipenuhi kebencian. Ia mengangkat tangannya tinggi-tinggi, Qi pekat hijau memadat di genggamannya, membentuk sabit energi sebesar dua Zhang. Cahaya sabit itu tajam, menggores udara hingga dinding goa retak.

Ia tertawa dingin, lalu berteriak lantang, “Sudah saatnya kau mati, bocah hina!”

Dengan teriakan menggelegar, sabit Qi itu dilemparkan. Suara mendesingnya menghantam telinga, sabit meluncur lurus ke arah Xu Hao yang masih duduk di altar.

Xu Hao mendongak. Matanya sayu, namun sorotnya tajam menembus kabut cahaya. Dengan suara parau ia berkata, “Jika aku selamat dari kematian hari ini… aku bersumpah akan menjadikan kematianmu penuh kehinaan. Kau akan merasakan penyiksaan lebih dalam dari apa pun yang kau lakukan padaku.”

Cahaya altar menyilaukan. Dalam sekejap, tubuh Xu Hao hilang dari tempatnya. Tidak ada ledakan, tidak ada suara, hanya lenyap seolah ditelan oleh formasi itu. Bahkan darah yang tadi berceceran di permukaan altar ikut terserap, meninggalkan batu yang bersih dan dingin.

BRUAK!

Sabit Qi menghantam altar kosong lalu menghantam dinding goa. Batu-batu runtuh, debu mengepul. Namun Xu Hao sudah tidak ada.

Pria kekar melotot. “Tidak mungkin…!”

Wanita itu terdiam sejenak, wajahnya pucat lalu berubah merah padam oleh kemarahan. “Ke mana dia pergi?! Bagaimana mungkin dia bisa hilang begitu saja!”

Ia meraung, memaki, tangannya bergetar menahan amarah. “Dasar bocah menjijikkan! Kau kira bisa kabur dariku?! Aku akan menemukanmu! Aku akan meremukkanmu sampai jiwamu pun tak bisa reinkarnasi!”

Namun, meski mereka mengumbar ancaman, keduanya tahu ada ketakutan yang tak bisa mereka sembunyikan. Altar yang konon mati ribuan tahun, kini aktif… hanya karena darah seorang bocah.

Xu Hao terhempas ke dalam pusaran biru yang muncul tiba-tiba di tengah dimensi gelap. Tubuhnya bagai dedaunan kering terseret arus deras, tidak mampu melawan tarikan yang begitu kuat. Dalam sekejap, ia keluar dari pusaran itu dan jatuh keras ke dasar dimensi asing.

Udara di tempat itu dingin, pekat, dan mencekam. Tidak ada langit, tidak ada tanah yang jelas, hanya kehampaan hitam yang membentang tanpa ujung. Tubuh Xu Hao telah penuh luka, darah segar muncrat dari mulutnya dan membasahi permukaan gelap di bawahnya. Setetes demi setetes darahnya meresap ke dalam dimensi itu, seolah tanah hitam tersebut haus dan lapar akan kehidupan.

Saat darahnya terserap, tiba-tiba dasar dimensi bergetar. Dari titik-titik merah darah Xu Hao, muncul kilauan keemasan yang menembus gelap. Cahaya itu merebak, merambat seperti kilat, menyapu ke segala arah begitu cepat hingga mata Xu Hao tak sanggup menangkap bentuknya. Dalam sekejap, seluruh kegelapan lenyap ditelan cahaya emas yang menyilaukan.

Ketika kilauan itu mereda, Xu Hao mendapati dirinya tidak lagi sendirian. Hanya beberapa langkah di hadapannya, seorang pria tua duduk bersila dengan tenang. Rambutnya putih panjang, janggut tipis terurai di dada, pakaian yang dikenakannya adalah jubah bergaya kuno seperti para sarjana Konfusian. Aura yang memancar dari tubuhnya terasa agung, berat, seakan berdiri di hadapan langit dan bumi itu sendiri.

Xu Hao yang masih terengah, darah menetes dari sudut bibirnya, memaksa suaranya keluar dengan lirih. "Siapa kau..."

Pria tua itu membuka matanya perlahan. Tatapannya tajam bagai pedang yang menembus jiwa. Dalam sekejap, ia mengangkat tangannya, dan dari ujung jarinya melesat sinar putih murni menuju dahi Xu Hao. Xu Hao tak mampu bergerak, tubuhnya seolah dibekukan oleh kekuatan tak terlihat. Begitu sinar itu menembus dahinya, tubuhnya gemetar hebat, rasa dingin menjalar hingga ke sumsum tulang. Ia merasa jiwanya diaduk-aduk, setiap ingatan, setiap rahasia yang tersembunyi, dipaksa terbuka.

Ketika Xu Hao nyaris pingsan, pria tua itu menarik kembali cahaya putih itu ke dahinya sendiri. Xu Hao terhuyung, matanya merah karena marah dan takut. Ia berteriak serak, "Apa yang kau lakukan, orang tua!"

Pria tua itu tidak menjawab langsung. Ia menatap Xu Hao sambil bergumam kepada dirinya sendiri, "Jadi... orang itu memilih seorang bocah tanpa bakat untuk eksperimen gilanya. Bukankah ini hanya membuang-buang kesempatan... Paling jauh yang bisa dicapai hanyalah membentuk akar spiritual dan memperkuat fondasi. Tetapi untuk masa depan, apa gunanya semua itu bagi manusia tanpa bakat bawaan... Sayang sekali... sungguh sayang sekali."

Xu Hao mengernyit, tidak memahami sepatah kata pun dari gumaman itu. Ia terbatuk lagi, darah segar memercik dari bibirnya. Dengan suara serak ia menuntut, "Apa yang kau katakan, pak tua? Jangan bicara sendiri, aku tidak mengerti!"

Pria tua itu mengalihkan pandangan kembali, menyipitkan mata, lalu berkata dengan suara dalam, "Aku hanya memeriksa jiwamu karena penasaran. Bagaimana bisa seorang bocah sepertimu terdampar di sini? Rupanya altar itu... altar kuno yang sudah sepuluh ribu tahun tertidur, baru terbangkitkan karena darahmu."

Xu Hao mengertakkan gigi, amarah bercampur sakit. "Aku tidak peduli tentang altar itu, tentang sepuluh ribu tahun, atau omonganmu yang tidak masuk akal. Yang aku tahu, kau telah melanggar batas. Kau tidak sopan memeriksa jiwa seseorang tanpa izin."

Alih-alih marah, pria tua itu malah tertawa terbahak. Suaranya bergema di seluruh dimensi, mengguncang udara hampa itu. "Bagus... bagus sekali! Semangat muda memang selalu berapi-api. Bahkan ketika berdiri di ambang maut, masih berani berbicara kasar. Dan kau bahkan tidak tahu dengan siapa kau berbicara."

Xu Hao semakin lemah, dadanya naik turun berat. Darah segar kembali mengalir dari bibirnya, menodai pakaian lusuhnya. Keadaannya semakin buruk.

Pria tua itu menghentikan tawanya. Wajahnya kembali tenang, suara beratnya terdengar tegas. "Duduk bersila. Bermeditasilah. Aku akan membantumu memulihkan tubuhmu, dan juga melarutkan energi pil langit yang tersisa di meridianmu. Energi itu belum sepenuhnya menyatu, dan jika dibiarkan, hanya akan memperburuk kondisimu."

Xu Hao terbelalak, heran sekaligus curiga. "Bagaimana kau tahu...?"

Pria tua itu tersenyum tipis, ada nada dingin dalam kebijaksanaannya. "Kau masih terlalu muda untuk memahami luasnya dunia ini. Tidak perlu banyak bertanya. Jika terus berbicara, kau akan mati lebih cepat dari yang kau kira."

Xu Hao hendak membalas, tapi rasa sakit di tubuhnya membuat kata-katanya terhenti. Ia terdiam, lalu dengan enggan menuruti perkataan pria itu. Ia duduk bersila, memejamkan mata, berusaha menstabilkan napasnya.

Pria tua berpakaian Konfusian itu mengangkat tangan. Dari tubuhnya terpancar Qi yang begitu padat dan agung, bagaikan aliran surgawi yang melampaui manusia biasa. Qi itu menyebar memenuhi dimensi gelap, mendominasi segalanya. Kekuatan itu menyelimuti tubuh Xu Hao, masuk melalui pori-pori dan meridian, memaksa aliran energi yang kusut untuk kembali pada jalurnya. Luka-lukanya mulai menutup perlahan, dan darah yang membeku dalam tubuhnya disapu oleh aliran Qi yang tak tertandingi itu.

Di hadapan Xu Hao, pria tua itu tampak seperti dewa yang turun dari langit, mengendalikan kehidupan dan kematian dengan seutas napas.

Setengah jam penuh pria tua berpakaian Konfusian itu mengalirkan Qi miliknya ke tubuh Xu Hao. Qi yang dipancarkannya begitu murni, deras, dan mengandung tekanan agung yang membuat dimensi gelap itu sendiri bergetar. Tubuh Xu Hao bagai bejana yang diisi ulang, setiap luka dalam dirinya perlahan sembuh, tulang-tulang yang retak menyatu kembali, darah kotor keluar dan lenyap disapu aliran Qi. Energi pil langit yang tersisa di meridiannya larut sempurna, dimurnikan menjadi aliran Qi yang stabil dan kuat.

Ketika aliran Qi dihentikan, Xu Hao membuka matanya perlahan. Rasa sakit yang tadi menghancurkan tubuhnya telah sirna. Luka-lukanya menghilang tanpa bekas, bahkan pakaian yang robek dan berlumuran darah kini bersih, seakan baru saja ditenun kembali. Xu Hao menunduk sejenak, lalu merasakan fondasinya kokoh, stabil, jauh lebih kuat dari sebelumnya. Ia bahkan bisa merasakan Qi pil langit yang semula liar kini menyatu menjadi bagian dari dirinya.

"In... ini luar biasa," Xu Hao bergumam, matanya berkilat penuh keterkejutan. Ia lalu menatap pria tua itu, mengatupkan kedua tangannya. "Terima kasih, pak tua. Tanpa bantuanmu, mungkin aku akan sulit memulihkan diri."

Pria tua itu tersenyum tipis, matanya memandang tajam. "Apakah kau tidak marah lagi kepadaku?"

Xu Hao menarik napas, lalu menjawab dengan tegas, "Tentu saja aku masih marah. Tapi berterima kasih adalah hal yang berbeda."

Pria tua itu terdiam sejenak, lalu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Suaranya menggema keras, menyalak seperti guntur di dimensi gelap yang kosong. "Hahahaha! Kau adalah orang paling unik yang pernah kutemui. Awalnya aku kecewa karena pria tua berjubah hitam itu memilihmu. Tapi melihat sifatmu yang keras kepala dan tak kenal takut... aku memuji tindakannya. Eksperimen gilanya, ternyata tidak sepenuhnya sia-sia."

Xu Hao terdiam. Pikirannya berputar, kemudian ia berkata pelan, "Apa kau kenal dengan pak tua berjubah hitam itu? Dia sama sekali tidak sopan, bahkan lebih tidak sopan darimu. Ia merendamku di kolam darah, menjadikanku bahan percobaannya."

Pria tua itu tertawa lagi, kali ini lebih panjang, seakan mendengar hal paling lucu di dunia. "Ahahaha... ya, aku mengenalnya!"

Xu Hao mengernyit. Ia tidak paham apa yang lucu dari semua itu. "Orang tua ini suka sekali tertawa," pikirnya, kesal. "Aku bahkan tidak membuat lelucon."

Pria tua itu akhirnya menghentikan tawanya, lalu berkata, "Sudahlah, jangan pikirkan itu. Tentang pria tua berjubah hitam, kau tidak perlu bertanya kepadaku. Aku tidak akan memberikan informasi lebih dari ini."

Xu Hao menatap tajam, lalu bertanya, "Kenapa?"

Dengan wajah tenang, pria tua itu menjawab, "Karena itu tidak penting untukmu sekarang. Saat kau telah menjadi kultivator kuat di masa depan, kau akan tahu siapa dia sebenarnya. Tentu saja dia bukan orang jahat, jadi tak perlu kau cemaskan."

Xu Hao terdiam, kemudian menghela napas panjang. "Baiklah, aku tidak peduli tentang itu. Kau benar, pak tua. Aku harus cepat menjadi kuat agar urusanku cepat selesai."

Pria tua itu menggelengkan kepala, senyumnya samar. "Aku tidak bermaksud merendahkanmu, tetapi dengan kondisimu yang sejak awal tidak memiliki bakat kultivasi, setiap ranah yang kau coba tembus akan terasa seperti gunung yang mustahil didaki. Namun..." Ia berhenti sejenak, tatapannya penuh keyakinan. "Aku percaya, dengan kegigihanmu, kau bisa mencapai puncak dunia."

Xu Hao yang tadi hampir tenggelam dalam rasa putus asa, kini merasakan getaran dalam hatinya. Kata-kata itu bagaikan bara yang menyalakan kembali api di dadanya. Qi dalam tubuhnya bergejolak, seakan menyetujui ucapan pria tua itu.

Xu Hao menggenggam erat tangannya, lalu menatap lurus. "Jadi... bagaimana aku harus menerobos ke ranah Core Formation? Adakah cara untuk memperbesar kemungkinan keberhasilannya?"

Pria tua itu menatap Xu Hao lama, lalu menjawab dengan suara berat, "Untuk ranah Core Formation, kau harus membentuk sebuah inti jiwa. Inti itu akan menjadi dasar untuk jiwa awal yang kelak dibentuk ketika kau mencoba menerobos ke ranah Nascent Soul. Proses membentuk inti jiwa tidaklah mudah, apalagi untuk seseorang sepertimu yang tidak memiliki bakat bawaan. Setiap langkah penuh risiko. Kegagalan berarti kematian."

Xu Hao menunduk, kedua tangannya terkepal kuat. Hatinya bergolak, namun matanya memancarkan keteguhan. Ia mendongak kembali, menatap pria tua itu tanpa goyah. "Aku pasti berhasil membentuk inti. Tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan. Selama aku masih hidup, aku akan terus mencoba. Sampai inti jiwaku terbentuk sempurna!"

Ucapan itu menggema di dalam dimensi gelap, tegas dan penuh keyakinan.

1
Nanik S
Ditunggu upnya tor 🙏🙏🙏
Nanik S
Huo... nekat benar memberi pelajaran pada Pria Tu
Nanik S
apakah mereka bertiga akan masuk bersama
Nanik S
Huo memang Urakan.... memang benar yang lebih Tua harus dipanggil senior
Nanik S
Lha Dau Jiwa sudah dijual
YAKARO: itu cuma tanaman obat kak. bukan jiwa beneran
total 1 replies
Nanik S
Inti Jiwa...
Nanik S
Lanjutkan makin seru Tor
Nanik S
Lanjutkan Tor
Nanik S
Makan Banyak... seperti balas dendam saja Huo
Nanik S
Pil Jangan dijual kasihkan Paman Cuyo saja
Nanik S
Mau dijual dipasar tanaman Langkanya
Nanik S
Lanjutkan
Nanik S
Ceritanya bagus... seorang diri penuh perjuangan
Nanik S
Cerdik demi menyelamatkan diri
Nanik S
Baru keren... seritanya mulai Hidup
YAKARO: Yap, Thanks you/Smile/
total 1 replies
Nanik S
Mungkin karena Xu Hai telah byk mengalami yang hampir merebut nyawanya
Ismaeni
ganti judul yaa thor?
YAKARO: enggak. Hidup Bersama Duka itu awalnya judul pertama pas masih satu bab, terus di ubah jadi Immortality Though Suffering. malah sekarang di ganti sama pihak Noveltoon ke semula.
total 1 replies
Nanik S
Xu Hai... jangan hanya jadi Penonton
Nanik S
Sebenarnya siapa Pak Tua yang menyelamatkan Hao
YAKARO: Hmm, saya juga penasaran/Proud/
total 1 replies
Nanik S
untung ada yang menolong Xu Hai
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!