Aditya patah hati berat sebab Claudia—kekasihnya— memilih untuk menikah dengan pria lain, ia lantas ditawari ibunya untuk menikah dengan perempuan muda anak dari bi Ijah, mantan pembantunya.
Ternyata, Nadia bukan gadis desa biasa seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Sayangnya, perempuan itu ternyata sudah dilamar oleh pria lain lebih dulu.
Bagaimana kisah mereka? Ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Shandivara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Di tempat lain.
Bruk!
Segenggam tanah mengotori pakaiannya. Setelah seorang wanita melempari wajahnya dengan tanah dan menendang kakinya hingga dia jatuh terduduk melantai di atas tanah kuburan sambil memeluk batu nisan.
Ia membelai perutnya sendiri, ada kehidupan lain yang harus dijaga saat ini. Kesedihannya berlipat-lipat, ia meraung dan terisak-isak seorang diri, ia hanya bisa menangis dan merauk tanah kuburan itu.
Tanah makam yang basah itu disibaknya dari pakaiannya.
"Lihatlah, apa yang telah kau lakukan, Claudia? Kau telah membuatnya tiada! Puas kau?!" ujar wanita itu tidak lain ibu tirinya.
"Sekarang rasakanlah penderitaanmu sendiri, kau hamil dan tidak ada yang mau denganmu! Matilah saja kamu!" ujar wanita itu menoyor kepala Claudia, lalu pergi membawa kedua anaknya yang lain dan meninggalkan Claudia seorang diri.
Wanita muda yang cantik itu tengah terisak-isak di samping pusara ayahnya.
Satu-satunya orang yang menjadi tumpuan hidupnya kini telah tiada.
"Papi, kenapa tinggali aku, Pi?"
Kini ia benar-benar sendiri. Perutnya semakin hari terlihat semakin membesar. Namun, pria yang hari itu berjanji akan menikahi malah pergi setelah tahu dirinya hamil.
"Kenapa Claudia pergi kalau papi gak ada di dunia ini, Pi?"
Claudia pulang ke rumahnya, tetapi barang-barang miliknya semua yang dia simpan di dalam kamarnya sudah berada di teras rumahnya.
Dari kejauhan dia dapat melihat wanita itu tengah melemparkan keluar koper dan tastas besar miliknya. Dengan langkah cepat sambil memegangi perutnya, dia berteriak meminta para asisten rumahnya menghentikan aksi melempar itu.
"Stop, stop! Mami, ada apa ini?" tanya dia di bawah anak tangga depan rumahnya di depan seorang wanita yang tengah berkacak pinggang di atasnya.
"Pergi kamu, Clau. Jangan lagi tinggal di rumah ini, ini rumahku!"
"Mi? Apa-apaan ini? Ini rumah papi,"
"Papimu sudah mati dan itu karena kau! Dan bawa anak harammu itu pergi jauh dari rumah ini, bisa-bisa rumah ini jadi panas karena keberadaanmu! Pergi, bawa semua barangmu ini!"
Claudia berlutut, memungut barang-barang miliknya yang terjatuh. Dia masukkan ke dalam tasnya kembali.
Brak! Pintu besar rumah itu ditutup kasar oleh ibu tirinya.
"Satu-satunya cara adalah meminta tanggung jawab pada papamu, Nak."
.
.
"Jadi, kamu pilih yang mana?"
Aditya dan Nadia tengah berbaring di atas tempat tidur, Aditya menunjukkan beberapa pilihan desain rumah dari layar tab nya yang akan dijadikan hunian masa depan mereka.
Nadia beranjak dari tempat tidurnya, dia ingin menyisir rambutnya sebab jika akhir pekan dan Aditya ada di rumah, maka kerjaannya lebih banyak dihabiskan di atas tempat tidur saja.
Nadia duduk di tepian ranjang sambil menata rambutnya yang panjang. Aditya tidak menyerah, dia datang dari belakang dan meletakkan dagunya di pundak Nadia.
"Pilih satu yang mana yang kamu suka?" Tunjuknya lagi, bahkan kini tab itu sudah berada di pangkuan Nadia.
"Bagus semua ini, A. Aku gak bisa milih," ucap Nadia seraya menggeser bolak-balik lima pilihan desain rumah impian di tab itu.
"Pilihlah satu, aku mau beli yang benar-benar kamu suka. Biar bernyawa gitu rumahnya," paksa Aditya merengek di pundak Nadia.
"Ini yang paling murah mana, A? Pasti mahal-mahal semua ini, berapa harga per unitnya, A?"
Ditanya begitu, Aditya tidak menjawab malah mengganti topik perbincangan.
"Ini bagus, nih, Sayang?" tunjuk Aditya pada salah satu desainnya.
"Aa belum jawab, per unitnya harga berapa ini?" tanya Nadia menatap suaminya yang bersandar di bahunya.
"Apaan sih, Nad? Kalau kamu tahu pasti gak akan izinin aku beli, kan? Gak terlalu mahal, kok. Budget-ku nyampe," jelas panjang Aditya.
"Kalau di atas 2M, lebih baik gak usah saja, A. Apartemen ini juga sudah nyaman."
Benar apa kata hati Aditya, Nadia telah mematok harga tertinggi 2M, sedangkan rumah-rumah itu harganya lebih tinggi dari 2M, meski tidak semahal penthouse impian mantannya.
"Gak usah berlebihan, A. Nanti dihisab di akhirat, lho."
Perkataan itu membuat Aditya menjadi agak takut membayangkan hari perhitungan itu datang tiba-tiba.
"Maksudnya, biar kamu betah tinggal seumur hidup denganku dan anak-anak kelak," ucap pria itu.
"Gak perlu rumah mewah, asal punya sendiri, nyaman, dan aman. Itu cukup, aku pasti betah, A," kata Nadia mengusap pipi Aditya.
Aditya menarik tubuh Nadia untuk dipeluknya dari belakang. Membawanya kembali berbaring di sebelah dan dipeluknya.
"A, kita belum makan dari pagi. Lapar, nih."
"Sebentar lagi kita makan, pesan saja gak usah repot-repot masak." Aditya mengunci kaki Nadia, supaya wanita itu tidak bisa pergi ke mana-mana.
"Gak ah, boros. Lebih hemat masak sendiri, sehat juga."
"Di sini sudah ada calon dedek gak ya?"
Nadia menepuk tangan itu yang mengusap perutnya.
"Kapan, ya?"
"Kalau belum ada gimana?"
"Gapapa, kita usahakan lagi...." ucapnya menyeringai.
"Sekarang!" Nadia direbahkannya.
ting tong...
"A, stop, stop! Ada tamu, dengar?"
Mereka diam sejenak.
Ting tong. Ting tong.
"Aish!"
Aditya yang bergegas, dia yang paling simpel menggunakan pakaiannya dengan kaus dan troussier seadanya.
Ting tong ting tong.
"Ya, sebentar."
Cekelek. Pintu terbuka.
"Adit."
semangat /Determined/
ayuk Up lagiih hehee
aditi Aditia kocak beud masak masih amatiran