🍁Ketika kesetiaan diragukan, nasib rumah tangga pun mulai dipertaruhkan.
-
-
Bukan pernikahan impian melainkan sebuah perjodohan. Aini harus menikah dengan anak dari sahabat lama Ayahnya atas permintaan sang Ayah yang tengah terbaring lemah dirumah sakit.
Berbeda dengan Aini yang berusaha menerima, Daffa justru sebaliknya. Dinginnya sikap Daffa sudah ditunjukkan sejak awal pernikahan. Meskipun begitu Aini tetap mencoba untuk bertahan, dengan harapan mereka bisa menjadi keluarga yang samawa dan dapat menggapai surga bersama.
Dan ketika cinta itu mulai hadir, masa lalu datang sebagai penghalang. Keutuhan cinta pun mulai dipertanyakan. Mampukah Aini bertahan ditengah cobaan yang terus menguji kesabaran serta mempertahankan keutuhan rumah tangganya?
📝___ Dilarang boom like, menumpuk bab apalagi sampai kasih rating jelek tanpa alasan yang jelas. Silahkan membaca dan mohon tinggalkan jejak. Terimakasih 🙏🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 : Kecewa.
"Kak Celine..."
Mendengar nama itu disebutkan oleh Dina, perlahan tangisnya mereda, Aini menjauhkan tubuhnya dari dekapan sang suami. Dia lebih dulu menatap wajah Daffa sebelum menoleh ke arah Celine yang sudah berdiri tidak jauh dari mereka.
Celine melangkahkan kakinya mendekat, "Aini, aku turut berdukacita ya," ucapnya terlihat begitu tulus.
Sayangnya ketulusan itu tak tertangkap oleh Aini, kedatangan Celine yang tiba-tiba begini justru menimbulkan tanda tanya besar di benaknya. Dan pastinya bukan hanya sekedar untuk mengucapkan belasungkawa saja.
"Oya, Daf, ini handphone kamu," ucapnya seraya menyodorkan handphone milik Daffa yang ada ditangannya, "Tadi pihak resepsionis hotel ingin memberikannya, tapi kamunya udah keburu pergi. Jadi sekalian aja aku bawa karena kebetulan aku juga udah mau pulang,"
"Hotel?" ulangnya lirih, Aini menatap Daffa seolah meminta jawaban lebih atas apa yang baru saja dia dengar, "Semalaman kamu tidak ada kabar, apa kamu pergi bersama dengan dia, Mas?"
"Aini, jangan salah paham dulu, semalam kami..." Daffa berusaha menjelaskan, namun ucapannya segera dipotong oleh Aini.
"Aku hanya minta jawaban iya atau tidak, Mas. Semalam kamu bersamanya?"
Bukan hanya Aini, semua orang yang ada disana juga sedang menunggu jawaban yang akan diberikan oleh Daffa. Namun melihat Daffa yang memilih diam, agaknya Aini sudah bisa menyimpulkan jika jawabannya adalah iya.
"Ya, kami bersama semalam," jawaban itu akhirnya terucap juga dari bibirnya, baru sepotong tapi sudah cukup membuat hati Aini merasakan sakit, "Tapi hanya untuk sekedar makan malam saja, tidak lebih,"
Namun sepertinya akal sehat Aini sedang tidak ingin menerima penjelasan apapun, dadanya sudah kembali sesak saat mendengar suaminya berduaan dengan Celine saja. Padahal semalam dia sangat membutuhkan sosok suaminya untuk berada disampingnya, tapi suaminya malah sedang berduaan dengan mantan istrinya.
Aini segera menepis tangan Daffa yang ingin menyentuhnya, "Kamu pulang saja duluan Mas, aku masih mau disini." suaranya terdengar datar, namun menyiratkan kekecewaan. "Dan ajak dia sekalian pergi dari sini, aku tidak ingin melihatnya,"
Bukan sekedar ucapan, namun sebuah perintah yang mutlak dan tidak ingin mendengar protes sedikit saja.
Langkahnya membawanya masuk ke dalam rumah. Saat ini dia sedang tidak ingin meributkan tentang masalah apa yang terjadi semalam antara suaminya dengan Celine. Hatinya sudah cukup terluka hingga dia tidak ingin berada disana lama-lama. Belum hilang dukanya atas kepergian ayahnya untuk selama-lamanya, sekarang dia harus mendengar kabar seperti ini.
Dalam hatinya, Celine tersenyum puas. Dia tidak sengaja mendengar obrolan Daffa dan sekertarisnya saat di hotel tadi. Dengan alasan ingin mengembalikan handphone, Celine menelfon Sinta dan meminta alamat rumah kontrakan Aini.
"Daffa, biarkan..." Arya menahan pundak Daffa saat putranya itu ingin mengejar Aini, "Saat ini Aini butuh waktu untuk sendiri dulu. Lebih baik sekarang kita pulang kerumah, ada yang ingin Papa bicarakan dengan kamu,"
Arya menoleh ke arah Ratri yang masih berdiri diantara mereka. Meskipun sempat kecewa juga, tapi Ratri tidak ingin langsung menghakimi dan tidak ingin terlalu ikut campur dulu sebelum tahu pasti tentang kebenarannya.
"Bu Ratri, kami pamit pulang dulu. Mungkin sebaiknya Aini disini saja dulu untuk menemani Ibu, nanti kalau Aini sudah cukup tenang, Daffa pasti akan menjemputnya pulang,"
Ratri mengangguk setuju, "Nanti saya coba bicara dulu juga dengan Aini, sekali lagi terimakasih karena kalian sudah banyak membantu,"
"Bu Ratri jangan sungkan, kita adalah besan, jadi sudah seharusnya saling membantu. Kalau ada apa-apa ibu segera hubungi kami saja, kalau begitu kami pamit dulu, permisi,"
Tak ada bantahan, Daffa memilih mengikuti kemauan papanya meskipun sebenarnya berat untuk meninggalkan Aini disana. Namun melihat kondisi Aini yang masih dalam keadaan berduka, dia tidak akan memaksa untuk berbicara dulu apalagi tentang hal yang berkaitan dengan Celine.
Disisi lain, Aini sudah berada di dalam kamarnya, dia tengah duduk dibelakang pintu sembari memeluk kedua lututnya. Air matanya kembali keluar. Hatinya begitu sakit, seolah ada beban berat yang ingin dia tumpahkan.
"Kenapa kamu tega Mas... Kamu pergi dengannya disaat aku sangat membutuhkan kamu. Kamu membuat aku kecewa..."
-
-
-
Bukan dirumahnya melainkan dirumah orang tuanya. Saat ini Daffa sudah siap untuk diinterogasi oleh kedua orang tuanya atas apa yang terjadi semalam antara dirinya dengan Celine.
"Sekarang kamu jelaskan apa maksudnya tadi, Daffa??"
Devita menatap tajam pada putranya, sudah sejak tadi dadanya menggebu-gebu ingin bicara, tapi dia tahan demi menjaga wibawanya dihadapan besannya.
"Mama tenang dulu, biar Papa saja yang bicara,"
"Tenang-tenang, tenang gimana, Pa?! Sudah jelas-jelas dia yang memilih meninggalkan putra kita, sekarang dia kembali seolah tidak terjadi apa-apa!"
Sebenarnya Devita bukan tipe mertua yang suka pilih-pilih menantu, selama anaknya suka maka dia akan menerimanya. Tapi apa yang dilakukan Celine dimasa lalu jelas tidak bisa dia terima begitu saja, dia sangat kecewa dengan keputusan Celine yang telah membuat putranya terluka dengan memilih bercerai dan pergi.
Arya menghela nafas panjang, menatap sang putra yang duduk di hadapannya, "Daffa, papa minta maaf karena papa sudah memaksa kamu untuk menikahi Aini, tapi tidak seharusnya juga kamu..."
"Aku mencintai Aini." ucapnya tegas, matanya menatap lekat wajah kedua orang tuanya secara bergantian. "Aku mencintai Aini, dan itu cukup untuk menjadi alasan bagiku untuk tidak kembali lagi pada Celine meskipun dia memohon. Dan tentang semalam, aku memang bersalah karena dengan mudah menerima ajakan makan malam dari Celine, dan tanpa sadar itu sudah sangat menyakiti hati dan perasaan Aini."
Begitu bahagia mendengar kejujuran putranya, Devita tetap berpura-pura memasang wajah masam, "Lalu bagaimana kamu akan menjelaskannya pada Aini nanti tentang kesalahpahaman ini? Kedatangan Celine tadi sudah cukup membuat Aini terluka,"
Daffa terdiam, sebenarnya ada hal yang lebih membuatnya takut, yaitu jika Celine menceritakan tentang ciuman mereka semalam. Aini pasti tidak akan bisa menerimanya dan akan semakin menduga jika dia sengaja menghabiskan waktu dengan Celine semalaman.
"Tentang itu, aku akan tetap berusaha untuk menjelaskannya nanti pada Aini."
...💧💧💧...
. tapi aku ragu celine bakal sadar sebelum dapet karma instan🤧🤧