Kisah cinta mama dan papa cukup membuatku percaya bahwa luka terkadang membawa hal manis, bagaimana mama pergi agar papa baik-baik saja, tanpa mama tahu, papa jauh lebih terluka sepeninggalnya.
Begitu juga dengan Tante Tania dan Appa Joon, tidak ada perpisahan yang baik-baik saja, tidak ada perpisahan yang benar-benar ikhlas. Bedanya mereka berakhir bersama, tidak seperti mama dan papaku yang harus berpisah oleh maut.
kukira kisah mereka sudah cukup untuk aku jadikan pelajaran, tapi tetap saja, aku penerus mereka dan semua ketololannya.
Aku, Davina David.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sayang, Bukan Kai
.
.
Entah kenapa sore itu rasanya penat sekali. Apalagi hadirnya orang ketiga itu menyebalkan sekali. Hansel yang berada di sampingnya sekarang ini juga bingung, apa menariknya bukit sepi ini sehingga Davina hobi sekali mampir. Selain pohon dan jurang tidak ada pemandangan apapun disana, ada pun hanya sebuah daerah yang sudah hancur lebur karena gempa terdahulu, dan dibiarkan tanpa di bangun lagi seperti daerah lainnya.
"Kamu ada masalah?", tanya Hansel akhirnya.
"Hmmm ngga juga. Lagi pengen kesini aja."
"Pinpin, kalo boleh sombong dikit aku lebih paham kamu dan lebih tahu banyak ketimbang cowo jelek kamu itu." Frontal Hansel.
"Dia cakep anjir."
"Halah... Ayo cerita ada apa? Ngga usah rahasia-rahasiaan sama aku. "
Meski awalnya ragu, dan takut takut. Ia menceritakan kejadian tidak mengenakkan yang ia alami beberapa hari yang lalu, berikut semua yang dikatakan Nadine padanya di toilet.
"Meskipun aku agak benci sama cowo jelek kamu itu, sejauh ini dia ngga ngerespon dokter baru itu kan? Selama dia ngga bereaksi apa-apa, menurutku ngga ada yang perlu di kuatirin, atau kamu mau selingkuh sama aku, hayuk... ", goda Hansel.
Plak....
"Akh... Sakit pinpin... ", kesal Hansel sambil mengusap-usap punggungnya yang di pukul Davina. " Kalau pun ada sesuatu yang ngga adil yang kamu terima nantinya, yang kamu lakuin cukup kayak dulu aja, seperti yang kamu lakuin ketika dapet perlakuan ngga adil dari aku. Aku menyesal, sampai hari ini. Dan kalau aku jadi cowo jelek kamu itu, aku ngga akan ngelakuin kesalahan sekecil apapun. Apalagi itu orangnya kamu pinpin." Davina hanya terdiam menatap Hansel yang sekarang kelewat jujur itu.
🍁🍁
"Dari mana sayang?", tanya Kai melihat Davina baru saja muncul di pintu pos, meski ada sematan kata sayang di ujung kalimat tanyanya, ekspresi pria itu tidak bisa bohong bahwa ia agak kesal dari raut wajahnya.
"Dari luar tadi sebentar." Jawab Davina pendek dengan senyum tipis.
"Luar mana?".
"Dari bukit belakang, emang kenapa? Tadi kamu butuh aku? Kenapa ngga ditelepon?".
"Sama siapa?".
"Sama Hansel."
"Dia jujur dan santai banget." batin Kai. Davina segera menyadari ada yang tidak beres dengan kekasihnya.
"Kenapa harus sama dia? Apa ngga ada orang lain lagi yang bisa kamu ajak?".
"Kamu kenapa? Biasanya juga aku makan siang bareng dia atau pergi bareng dia kamu ngga pernah komplain sayang, dan kamu juga tahu sebatas mana deketnya aku sama Hansel."
Kai tidak menjawab, ia hanya menatap tajam Davina, tapi gadisnya tidak mau kalah, ia juga menatap Kai. Tidak ada yang mau kalah disini. Hingga akhirnya Kai menghempas napasnya dan memeluk kesayangannya itu. Hangat tubuh Davina di transfer kepadanya. seketika itu juga rasa siaga di otak Davina perlahan mengendur, prianya tidak benar-benar marah ternyata.
Kai menutup pos mereka, melepas jas dokternya, dan tanpa permisi ia juga melepas jas pacarnya itu, lalu menarik tangannya agar keluar bersamanya. Hingga keduanya berakhir di atas mobil yang di kemudikan Kai. Davina memilih menutup mulutnya tanpa niat bertanya kemana tujuan mereka.
Kai dingin, Davina lebih dingin, ia hangat hanya kepada anak-anak mau pun bayi-bayinya di kids camp. Hingga akhirnya Kai menghentikan mobilnya di tepi pantai, melihat ke sampingnya ternyata Davina tertidur. Meski sempat kesal karena mendapat kabar beberapa jam sebelumya dari Nadine bahwa pacarnya pergi bersama laki-laki lain, Tapi hatinya agak lebih baikan sekarang.
.
.
Tangannya terulur mengelus pipi tirus yang mulus itu, tidak mungkin pacarnya se jahat itu, terlebih memang Nadine yang terang-terangan ingin mengganggu. Ia yakin Davina setia padanya.
"Mama... Apa Vina bakal kehilangan lagi?", tanyanya sangat lirih hampir berbisik tapi masih mampu didengar Kai.
Hatinya mencelos.
Kai menempelkan b!birnya ke ranum plum Davina, ia hanya ingin, dan rindu. Ia ingin meluruskan kesalah pahaman yang baru saja terjadi dengan caranya sendiri, perlahan ia melum4t bib!r Davina dengan lembut, meski tertidur gadis itu merespon.
Deg
Deg
Deg
Jantung Kai berdebar hebat. Spontan ia menahan kepala Davina agar tetap pada tempatnya sehingga ia bisa terus melakukan kegiatan yang menyenangkan itu meski gadisnya masih tertidur. Davina akhirnya merasakan ada yang hangat dan basah dan familiar. Ia tidak terkejut ketika membuka matanya, karena itu bukan pertama kalinya Kai seperti itu mencum8unya ketika ia tertidur.
Perlahan ia menarik diri, dan prianya pun melepas tautan mereka dengan sedikit terengah.
"Kaiimmph... "
"Bisa ngga kamu jauhi dia? Aku ngga suka sayang, pikiran aku jelek banget kalau kamu deket-deket dia. Bisa kan?", frontal Kai tidak bisa menahan lagi.
"Dari awal kamu emang udah tahu aku pergi bareng Hansel ya? Ngeliat ekspresi kamu tadi, kayanya kamu udah tahu dari awal".
"Ngga, sayang tapi... "
"Kamu tahu dari mana? Kamu masih sibuk di pos waktu itu, aku memang kebetulan lagi keluar dan gabut aja pengen ke bukit belakang, kamu tahu dari mana aku pergi bareng Hansel. Sedangkan ngga ada satu orang pun yang liat aku pergi bareng dia karena lewat jalan pintas yang ngga semua orang tahu biar sampenya cepet, kamu tahu kan itu jalan mana yang aku maksud? Kamu yang bawa aku pertama kali lewat jalan itu, selain Kamu, aku, Ricky, Claren, dan Hansel, siapa lagi yang tahu jalan itu?"
"Vina.... "
"Apa perempuan itu yang ngaduin ke kamu? Atau kalian juga pernah pergi bareng ke bukit belakang? ". Tuduh Davina tanpa berbasa-basi lagi. Kai gugup harus menjawab apa.
"Ternyata benar ya." Davina terkekeh miris.
"Aku memang tahu dari Nadine, tapi aku ngga pernah pergi kesana bareng dia. Terakhir aku ketemu dia, waktu pertama dia sampai disini. Tapi kamu emang kesana kan sayang bareng mantan kamu itu. Biar apa sih? ."
"Selama ini juga begitu kan?, kamu ngga pernah permasalahin, kamu percaya aja sama aku, kayak aku ke kamu, dan kita juga baik-baik aja, Hansel juga ngga se rendah itu kali, dia juga tahu batasannya. Setelah perempuan itu datang atmosfernya udah beda ya, ngga enak lagi." Jawab Davina.
"Vina...".
"Bisa ngga kamu selesaikan dulu urusan kamu sama dia."
"Sayang, urusan kami udah selesai dari lima tahun lalu. Aku cuma bahas si Hansel Hansel itu."
"Bedanya si Hansel Hansel itu ngga naruh harapan apapun ke aku, ngga bertingkah berlebihan apa lagi sampai ngasih kode bakal ganggu hubungan aku." Jelas Davina dan Kai pun spontan diam.
"Apa kamu ngga percaya lagi ke aku, Davina? Udah lewat setahun kita jalani bareng disini, apa itu ngga membuktikan apa-apa ke kamu?".
"Kai... Aku cuma ngga mau kehilangan lagi itu aja. Kehilangan itu ngga enak. Paham kamu. Kalau memang harus begitu, yaudah sekarang aja sekalian, sebelum kelamaan dan perasaannya makin besar."
"VINA... ", Kai meninggikan suaranya karena kalimat itu maksudnya kode minta putus kan? dan Kai panik.
Prianya mulai pusing, apa yang harus ia jelaskan sekarang. Ia hanya kembali mendekap kekasihnya itu, untunglah tidak ada penolakan, ia hanya merasakan degup jantung kesayangannya itu sedikit lebih keras dari biasanya. Terselip juga sedikit senyum karena ia baru menyadari ternyata gadis ini benar-benar mencintainya, jika tidak untuk apa dia se marah itu bukan?
"Jangan mikir aneh-aneh. Selama ini aku nahan mati-matian cemburuku, aku ngga suka, bener-bener ngga suka kalau kamu udah deket dia. Apa lagi ketika aku ngga bisa bareng kamu, dianya malah selalu ada, siapa yang ngga pusing liat pacarnya begitu sayang? Aku ngga pernah protes karena takut buat kamu risih, buat kamu merasa terbeban, itu yang buat aku diem aja, mulai sekarang bisa jangan interaksi sebegitunya lagi ngga? Hatiku sakit."
Hati Davina menghangat, Tiba-tiba saja ia teringat akan kisah tantenya Tania, bagaimana Joon Young masih memperjuangkannya dari Bryan kala itu. Indah dan lucu, apa kah Kai punya sedikit saja kriteria dari pria idamannya? Yang punya sifat bucin akut seperti Joon Young pada Tania, jika ada wahhh ia bersyukur sekali.
"Sepertinya aku tidak perlu kuatir terlalu banyak, dia milikku... ", batin Kai.
Cup
Satu kecupan kecil dan buru - buru mendarat di bibir Kai, membuat jantung pria itu berdebat hebat karena terkejut dan kupu-kupu yang tiba-tiba saja menggelitik seluruh ususnya. Tidak mau kalah, ia memberikan balasannya lebih gesit, dan sedikit lebih kasar, hingga ranum Davina benar-benar habis dilahapnya. Kini gadis kesayangannya itu sudah berada di pangkuannya.
"Brutal bener jir, tapi enak... hihihi... " batin Davina sambil terus memejamkan matanya menerima semua yang Kai lakukan, hingga ia merasakan kursi kemudi yang mereka duduki bersama bergerak pelan ke belakang dan merendah, hingga posisi Davina benar-benar berada di atas Kai tanpa melepas tautan mereka.
"Disini?". tanya Davina membelalakkan matanya. Karena sebelumnya mereka tidak pernah berc!nt4 di atas mobil seperti ini.
Jangan kira Davina gadis lugu yang menjaga segel nya tetap terjaga ya, jangan lupakan bahwa dia anak Bryan David, buaya rawa yang bertobat karena Tania Giddens, Satu-satunya wanita yang dicintainya setengah mati, bahkan untuk menciumnya saja ia minta izin dulu. Jiwa bebas Bryan menurun pada Davina, setahun setelah berpacaran dengan Hansel, memasuki usia legal di tahun pertamanya, ia sudah menyerahkan mahkotanya pada pria itu. Dan siapa orang bodoh yang mempertanyakan kep3raw4nan di Timio Universe ini?
Begitu pun dengan Kai, meski hanya sebatas perjodohan, ia sempat dekat dengan Nadine, dan hubungan mereka lebih ke arah friend with benefits.
"Kaihhh...."
"I love you Vina... so much nggh.... "
Di tepi pantai yang sepi itu, mobil mereka bergerak naik dan turun, hanya deburan ombak yang terdengar samar dari dalam mobil, suara lirih ombak yang terhempas berbaur dengan dengung AC mobil yang rasanya kini tidak terlalu berguna lagi, karena kedua orang yang sedang mengejar kenyamanan masing-masing itu sama panasnya.
Dan begitulah, kesalahpahaman yang terjadi hari ini hilang dan terlupa.
Entah bagaimana keduanya kini sudah berada di bangku kedua, berpelukan bersama, mungkin keduanya sedang memulihkan tenaga masing-masing setelah lelah menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri. Kai mengelus punggung putih mulus itu, sementara Davina menempelkan keningnya di dada bidang Kai, yang satu menatap ke kiri, yang satu ke kanan, memperhatikan ombak yang dihempas ke tepian pantai.
"Kai... "
"Sayang, bukan Kai."
Protesan itu di tanggapi oleh kekehan lirih Davina dan mendongak. Kai kembali mendaratkan bib!r nya disana, dan mengecup singkat.
"Setelah anak-anakku di kids camp punya tempat yang nyaman, aku bakal kembali ke Seleste Ville. Kamu masih disini atau juga sama kayak aku?".
.
.
.
TBC... 🍁