NovelToon NovelToon
Dibayar Oleh CEO Kejam

Dibayar Oleh CEO Kejam

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO
Popularitas:591
Nilai: 5
Nama Author: Sansus

CERITA UNTUK ***++
Velove, perempuan muda yang memiliki kelainan pada tubuhnya yang dimana dia bisa mengeluarkan ASl. Awalnya dia tidak ingin memberitahu hal ini pada siapapun, tapi ternyata Dimas yang tidak lain adalah atasannya di kantor mengetahuinya.
Atasannya itu memberikan tawaran yang menarik untuk Velove asalkan perempuan itu mau menuruti keinginan Dimas. Velove yang sedang membutuhkan biaya untuk pengobatan sang Ibu di kampung akhirnya menerima penawaran dari sang atasan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

Begitu keduanya selesai dengan kegiatan sarapan yang sebenarnya sudah masuk dalam jam makan siang, Velove beranjak dari tempat duduknya dan mulai memindahkan piring-piring beserta sendok garpu dan gelas kotor bekas mereka gunakan tadi ke wastafel.

Tapi saat Velove hendak mencuci peralatan makan yang kotor tadi, Dimas sudah lebih dulu menahan tangannya. “Biar saya aja yang cuci, kamu mandi aja sana.”

“Eh?” Perempuan itu sedikit terkejut dan masih belum mencerna apa yang lelaki itu katakan. “Oh, gak apa-apa Pak saya aja yang cuci.” Lanjutnya.

“Saya aja, kamu mandi sana, baunya udah kecium.”

Mendengar kata-kata terakhir yang Dimas ucapkan sontak membuat perempuan itu merengut kesal. “Mana ada saya bau! Pak Dimas ngomongnya jangan asal ya.” Velove membantah ucapan lelaki itu.

“Makanya sana mandi.” Lelaki itu berucap seraya menjauhkan tubuh Velove dari wastafel.

Karena kesal dengan perkataan Dimas, Velove memilih untuk pergi dari sana dan masuk ke dalam kamar yang dimana di kamar itu terdapat kamar mandi. Sedangkan Dimas kini sedang menggantikan tugas perempuan tadi untuk mencuci piring.

Selesai dengan kegiatan mencuci piring, Dimas memutuskan untuk membawa langkah kakinya menuju sofa dan duduk disana, lalu tangannya terulur untuk mengambil remote guna menyalakan televisi yang ada di depannya saat ini.

Sekitar setengah jam, Dimas baru mendengar pintu kamarnya yang terbuka, lantas lelaki itu menolehkan kepalanya untuk menatap Velove yang kini tengah berjalan ke arahnya dengan penampilan yang lebih segar dari sebelumnya.

“Kamu ngapain aja di kamar? Kok baru keluar?” Dimas bertanya karena perempuan itu baru keluar dari dalam kamar.

“Tadi sebelum mandi pompa ASl dulu, soalnya rembes.” Balas Velove seraya mendudukan dirinya di atas sofa, lebih tepatnya di sebelah lelaki itu.

“Kenapa nggak bilang ke saya kalo rembes?”

“Mau ngapain?” Perempuan itu balik bertanya dengan raut bingung.

“Biar dipompanya pake mulut saya aja.” Jawab lelaki itu dengan santainya.

“Tadi katanya saya bau.” Balas Velove seraya menatap tajam Dimas yang ada di sampingnya.

Lelaki itu hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, lalu Dimas mulai menggeser tubuhnya agar dia menjadi semakin dekat pada Velove. “Karena sekarang udah wangi, berarti boleh dong?”

“Boleh ap—ahhh!” Belum sempat perempuan itu menyelesaikan perkataannya, telapak tangan Dimas sudah terlebih dulu mendarat di bongkahan kembar perempuan itu dan meremas pelan bongkahan kembar Velove yang membuat dia terkejut sampai tidak sadar telah mengeluarkan suara laknatnya.

Perempuan itu menatap sengit ke arah Dimas yang terlihat sedang memainkan tangannya di daerah dada Velove. “Jangan Pak, nanti baju saya basah lagi.”

Tidak menanggapi apa yang diucapkan oleh sang sekretaris, Dimas malah sedikit memberi jarak, awalnya Velove bisa bernapas lega karena lelaki itu menjauh darinya, tapi ternyata tindakan Dimas yang selanjutnya membuat perempuan itu memekik terkejut. “Arghh! Pak Dimas ngapain?!”

Tangan lelaki itu seperti tidak memiliki beban apapun ketika dengan santainya membuka kaos yang dipakai oleh Velove saat ini, menyisakan tubuh atas Velove yang hanya tertutupi oleh bra.

“Biar baju kamu nggak basah.” Lelaki itu berucap seraya menaruh kaos yang dipakai oleh Velove tadi ke atas meja yang ada di sana.

Sedangkan Velove di tempatnya melongo tidak percaya, padahal tadi saat dia mengatakan takut bajunya basah, itu hanya alasan agar Dimas menghentikan aksinya, tapi ternyata lelaki itu malah semakin menjadi dengan melepas baju yang sedang dipakai Velove.

Lelaki itu kembali mendekat, lalu kemudian mendaratkan kembali kedua telapak tangannya pada bongkahan kembar sang sekretaris, hal itu membuat Velove menahan suara-suara yang ingin keluar dari bibirnya.

“Saya masih kebagian ASl-nya nggak?” Lelaki itu bertanya seraya mengeluarkan bongkahan kembar Velove dari tempatnya.

“Udah habis, udah saya pompa semua tadi.” Velove menjawab dengan asal, berharap Dimas  mengurungkan niatnya.

Tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh Velove, lelaki itu malah langsung meraup sebelah bongkahan milik perempuan itu dan menghisap ujung bongkahannya. Dimas bisa merasakan cairan yang keluar dari dalam sana membuat lelaki itu semakin semangat untuk menghisapnya.

Sebelah bongkahan kembar Velove tentu tidak Dimas biarkan menganggur begitu saja, lelaki itu memainkan telapak tangannya di sana, mengelus, memijat sampai mencubit-cubit kecil hingga membuat Velove tidak bisa menahan suara erangannya.

“Aahhh… jan—nghann dicubit Pak.” Perempuan itu mengingatkan Dimas agar tidak melakukan hal itu.

Namun seperti biasa, Dimas seolah tidak peduli dan tetap melanjutkan perbuatannya itu. Velove hanya bisa mencoba untuk menahan erangan-erangan yang siap untuk keluar dari bibirnya dan juga rasa geli dari rambut-rambut halus yang mulai muncul di sekitar wajah Dimas.

Saat ini bukan mereka yang menonton televisi, tapi televisi yang sedang menonton mereka. Di tengah kegiatan Dimas yang sedang bermain di area dada Velove, terdengar bunyi bell apartemen yang berbunyi.

“Pak, berhenti dulu, ada tamu kayaknya.” Perempuan itu mencoba menghentikan kegiatan Dimas dengan cara mendorong tubuh lelaki itu, tapi tentu saja tenaganya tidak sebanding dengan tenaga Dimas yang tetap kekeh bermain di sana.

“Pak… itu ada tamu.”

Bunyi bell tersebut masih belum berhenti, sampai kemudian kini bergantian ponsel milik Dimas yang ada di atas meja berbunyi. Velove bisa melihat nama yang tertera di atas layar ponsel itu sebegai penelpon. Itu adalah nama Bu Sarah, Ibu dari atasannya.

“Pak, itu Bu sarah telepon.” Ucap Velove seraya menepuk lengan lelaki itu, tapi Dimas masih tidak bereaksi apapun, lelaki itu malah semakin mengencangkah hisapannya pada ujung dada Velove.

Sampai kemudian ponsel milik Dimas itu tidak lagi berbunyi, tapi sekarang bell apartemen itu kembali berbunyi. “Awas Pak, saya mau bukain pintu dulu.” Jika dorongan darinya tidak berarti apa-apa bagi Dimas, maka Velove harus melakukan cara lain.

“Aww! Aw!” Dimas melepaskan kulumannya pada ujung dada Velove seraya meringis menahan rasa perih dan juga panas yang ada di telinganya.

Velove menarik dengan keras telinga Dimas agar lelaki itu mau melepaskannya dan caranya itu terbukti ampuh begitu Dimas langsung melepaskan dirinya dengan suara ringisan.

Perempuan itu lantas memasukan kembali bongkahan dadanya pada tempatnya, lalu meraih kaos miliknya yang tadi dilepas paksa oleh Dimas dan kembali memakainya. Velove merapihkan sebentar penampilannya yang sedikit acak-acakan karena ulah lelaki itu, sebelum kemudian dia beranjak dari sana menuju ke arah pintu apartemen.

Saat perempuan itu berjalan mendekat ke arah pintu, saat itu juga ponsel milik Dimas berbunyi yang menampilkan nama yang sama seperti penelpon sebelumnya. Tangan lelaki itu terulur untuk meraih ponsel miliknya lalu jari jempolnya menekan tombol hijau yang ada di sana.

“Hall—“

“Kamu kemana aja? Kenapa telepon Mamah baru di angkat?!” Sebelum Dimas melanjutkan kata-katanya, suara cempreng khas ibu-ibu itu sudah terlebih dulu menyapa indera pendengaran Dimas membuat lelaki itu berdengung.

“Aku di apartemen.”

“Kamu di apartemen tapi dari tadi Mamah pencet bell nggak kamu bukain pintunya!”

Sontak ucapan dari Mamahnya itu membuat Dimas membelalakan matanya, apalagi saat ini dia dapat melihat Velove yang sudah memegang gagang pintu apartemennya di sana. “Tungg—“

Belum sempat lelaki itu melanjutkan perkataannya, Velove sudah lebih dulu membuka pintu tersebut dan disanalan Dimas bisa melihat sosok sang mamah yang berdiri di hadapan sekretarisnya saat ini.

Velove yang ada disana terdiam saat melihat siapa tamu yang memencet bell tadi, dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Tapi kemudian perempuan itu segera tersadar membuat dia membungkukan badannya lalu memundurkan dirinya untuk memberi celah agar perempuah paruh baya itu bisa masuk ke dalamnya.

“O—oh Ibu Sarah, silahkan masuk Bu.” Perempuan itu berucap seraya tersenyum senatural mungkin walaupun saat ini dirinya cemas jika Ibu dari atasannya itu akan berpikiran yang macam-macam padanya.

“Kamu ngapain ada di sini?” Tanpa basa-basi lagi Ibu Sarah langsung menodongkan pertanyaan itu pada sekretaris anaknya.

Velove terdiam sesaat untuk memikirkan alasan yang cocok untuk dia berikan pada Ibu atasannya itu. “Eum saya lagi bantuin Pak Dimas urus berkas Bu, kebetulan ada berkas yang harus segera diselesaikan.” Ucap Velove berusaha untuk terlihat biasa saja.

“Di hari libur kayak gini?” Perempuan yang lebih tua itu menatap ke arah Velove dengan penuh curiga.

Velove yang ditatap seperti itu oleh Ibu dari atasannya membuat dia gugup, dia benar-benar sedang diinterogasi saat ini.

“Mamah kesini kok nggak bilang-bilang dulu sama Dimas?” Pertanyaan dari Dimas itu membuat Ibu Sarah mengalihkan pandangannya dari Velove dan kini sedang menatap ke arah sang anak.

“Mamah ada acara di deket sini, terus mampir ke sini sekalian lewat buat nganterin kamu makanan.” Balas perempuan paruh baya itu seraya menyerahkan jinjingan yang didalamnya terdapat beberapa kotak makanan yang dia bawa dari rumah.

Kemudian Ibu Sarah kembali menatap ke arah Velove yang masih terdiam di tempatnya. “Ini sekretaris kamu ngapain ada di sini?” Pertanyaan ini jelas ditunjukan untuk sang anak.

“Tadi kan Velove bilang kalo dia di sini karena harus bantuin aku.” Dimas menggunakan alasan yang sama seperti yang sebelumnya Velove gunakan.

“Emangnya nggak bisa kalo nanti kerjainnya di kantor aja?”

“Deadline-nya udah mepet, Mah. Berkasnya harus cepet-cepet dikasih ke investor.” Raut wajah lelaki itu saat ini terlihat sangat meyakinkan.

Lantas perempuan baruh baya itu bergumam seraya menelisik ke arah dua orang yang ada di depannya saat ini. “Kamu,” ucap Ibu sarah seraya menatap ke arah Velove.

“Ya Bu?”

“Kalo udah selesai urusannya, langsung pulang dari sini.” Ucapan Ibu Sarah itu sangat kentara jika dirinya tidak menyukai keberadaan Velove di apartemen sang anak.

“Baik, Bu.” Velove membalasnya disertai dengan sebuah anggukan.

“Mamah nggak mau duduk dulu?” Tanya Dimas yang kini berusaha untuk mencairkan suasana diantara dua perempuan yang ada di depannya saat ini.

“Nggak, Mamah mau langsung pergi ke tempat acara bareng temen-temen Mamah.” Balas Ibu Sarah seraya melirik ke arah jarum jam yang ada di tangannya. “Ya udah Mamah pergi dulu, sekretaris kamu itu langsung suruh pulang aja kalo udah selesai.”

Entah kenapa saat ini Velove yang berada di tempatnya merada ada sesuatu yang berdenyut di dalam hatinya, apalagi dari tadi ucapan dan pertanyaan dari Ibu Sarah terkesan menusuk dan memojokkan dirinya.

“Iya Mah, nanti kalo udah selesai Velove Dimas langsung suruh pulang.” Balas Dimas.

Mendengar balasan dari sang anak membuat Ibu Sarah berdehem sebagai tanggapan, lalu perempuan paruh baya itu berjalan keluar dari unit apartemen Dimas, meninggalkan dua orang yang terjebak dalam suasana hening.

Dimas dapat melihat dengan jelas perbedaan raut wajah sang sekretaris saat ini, lelaki itu menatap ke arah Velove yang saat ini sedang berjalan mendekat ke arah pintu untuk kembali menutup pintu tersebut.

“Biar saya bawain ke dapur Pak.” Ucap Velove seraya mengambil alih paperbag yang berisi makanan yang tadi diberikan oleh Ibu Sarah.

Lelaki itu hanya membiarkan paperbag yang tadi diberikan oleh Mamahnya diambil alih oleh Velove, Dimas menatap punggung sang sekretaris yang kini semakin menjauh berjalan menuju dapur yang ada di dalam unit apartemen miliknya.

Sedangkan Velove kini berusaha untuk menghilangkan perasaan yang mengganjal di hatinya dengan cara mulai menyibukan diri, perempuan itu mengeluarkan satu persatu kotak dari dalam paperbag tadi dan meletakkannya di atas meja.

Perempuan itu juga membuka satu persatu tutup kotak tersebut agar makanannya tidak cepat basi, karena memang yang dibawakan oleh Ibu Sarah adalah makanan rumahan yang sepertinya perempuan paruh baya itu masak sendiri sehingga pastinya tidak memakai pengawet apapun yang membuat makanannya cepat basi jika terus ditutup, apalagi Velove juga merasakan jika makanan-makanan itu masih hangat.

Lalu setelah selesai dengan makanan tadi, Velove meraih goodiebag yang berisi pakaian laundry yang mereka ambil tadi dan dia membawanya masuk ke dalam kamar, Velove memisahkan dan juga menyusun pakaian yang sudah terlipat itu.

Sedangkan Dimas kini sudah kembali duduk di atas sofa seraya melihat tayangan yang ada di layar televisi, walaupun matanya menatap benda menyala yang ada di depannya, tapi yang ada di kepalanya saat ini hanya ada Velove yang terlihat mendadak menjadi murung dan malah menyibukan dirinya sendiri.

***

Sesuai dengan perkataan Dimas kemarin, maka hari ini mereka berdua bangun lebih pagi untuk pergi ke tempat Gym yang ada di dalam gedung apartemen itu. Velove yang sudah bersiap terlebih dulu kini sedang menunggu Dimas yang masih ada di dalam kamar.

Sekitar sepuluh menit kemudian, lelaki itu sudah keluar dari dalam kamar dengan kaos tanpa lengan yang melekat di tubuhnya. Dimas berjalan untuk mendekat ke arah sofa dimana sekretarisnya itu berada.

“Ayo.” Ajak lelaki itu pada Velove.

Velove yang mendengar hal itu segera beranjak dari sofa dan menyusul langkah kaki Dimas yang menuju pintu unit apartemen. “Biasanya suka rame nggak Pak di tempat Gym-nya?” Perempuan itu bertanya saat mereka berdua sudah bersebelahan.

“Lumayan, hari minggu banyak yang penghuni apartemen yang ke sana.” Balas Dimas seraya membuka pintu apartemennya.

Mereka berdua keluar dari dalam sana, lalu Velove kembali menutup pintu unit apartemen atasannya itu. Dimas dan juga Velove berjalan beriringan di lorong untuk menuju lift, lalu lelaki itu menekan panel yang ada di depan lift.

Setelah menunggu sebentar, akhirnya pintu lift itu terbuka, di dalam lift sudah ada tiga orang yang sepertinya memiliki tujuan yang sama seperti mereka berdua jika diperhatikan dari pakaiannya.

Baru saja Velove hendak menekan panel yang ada di dalam lift untuk menuju lantai yang mereka tuju, ternyata sebelumnya sudah ada yang menekan itu, sepertinya tebakkan Velove benar jika tiga orang yang sebelumnya sudah berada di dalam lift memiliki tujuan yang sama seperti dirinya dan juga Dimas.

Pintu lift itu terbuka ketika sudah sampai di lantai tujuan, Dimas dan juga Velove keluar dari dalam sana yang diikuti juga oleh tiga orang tadi. Velove yang tidak tahu dimana letak pasti tempat Gym-nya memilih untuk menyamakan langkahnya dengan Dimas yang sebelumnya ada di belakangnya.

Lalu lelaki itu dan tiga orang tadi masuk ke dalam salah satu ruangan yang ada di lorong itu, Velove mengikutinya dari belakang dan disanalah perempuan itu bisa melihat berbagai macam peralatan Gym.

Perempuan itu juga dapat melihat jika lumayan banyak orang yang Velove yakini kalau itu penghuni apartemen juga, benar ternyata apa kata Dimas kalau di tempat Gym lumayan ramai. Mungkin karena hari ini hari libur, maka banyak orang yang menghabiskan waktu luangnya untuk berolahraga.

“Kita pemanasan dulu sebelum pake alatnya.” Ucapan Dimas itu membuat Velove terkesiap dari lamunanya.

Lalu Velove mulai mengikuti gerakan-gerakan pemanasan seperti apa yang dilakukan oleh Dimas. Setelah kurang dari sepuluh menit mereka melakukan pemanasan, Dimas berjalan ke arah alat yang Velove ketahui bernama Brench Press yaitu alat untuk latihan angkat beban.

Melihat perempuan itu mengikuti dirinya, Dimas menghentikan langkahnya lalu menatap ke arah Velove. “Kamu pake alat yang lain aja, jangan ikuti saya.”

Velove yang mendengar hal itu lantas menganggukkan kepalanya. “Baik, Pak.” Lalu perempuan itu membawa langkah kakinya ke arah lain.

Tentu saja Velove akan memilih alat yang ringan untuk dia gunakan, perempuan itu berjalan ke arah Treadmill yang ada di dekat jendela, dimana jika sedang menggunakan alat itu, dia akan melihat pemandangan jalan raya yang ramai di bawah sana.

Perempuan itu mengaturnya alat tersebut dengan kecepatan rendah, karena sebenarnya dia sangat malas untuk berolahraga, dirinya ada di tempat ini juga atas paksaan dari Dimas.

Belum lama Velove berjalan di atas alat itu, sebuah tangan tiba-tiba terulur untuk menghentikan alat tersebut, hal itu lantas membuat perempuan itu sedikit terkejut dan sontak menolehkan kepalanya ke arah orang yang menghentikan alat itu, mata Velove langsung melihat sosok Dimas yang ada di sebelahnya.

Tanpa perempuan itu tahu, kalau ternyata dari tadi dia terus diawasi oleh Dimas dari tempat lelaki itu, awalnya berjalan biasa saja, sampai kemudian Dimas mulai mengernyitkan keningnya ketika mendapati noda merah pada bagian belakang celana yang sedang perempuan itu pakai.

Tanpa menunggu lama lagi, lelaki itu menghentikan kegiatannya dan beranjak dari sana, berjalan menuju sang sekretaris yang sepertinya tidak menyadari apa yang terjadi pada dirinya.

Begitu sampai di sana, tangan Dimas langsung terulur untuk menekan tombol pada alat itu agar bisa berhenti, hal yang dilakukan olehnya tentu saja membuat Velove terkejuta, Dimas bisa melihat raut wajah perempuan itu yang nampak terkejut dan kini Velove tengah menatap ke arahnya.

“Kenapa dimatiin?” Perempuan itu bertanya dengan raut wajah yang kebingungan.

Bukannya langsung menjawab, Dimas malah mendekatkan bibirnya pada telinga perempuan itu dan membisikkan sesuatu di sana. “Kamu lagi datang bulan?”

“Hah?” Velove masih belum menangkap apa maksud dari ucapan lelaki itu.

“Bagian belakang kamu bocor.” Lelaki itu kembali berbisik di telingan si perempuan.

Sontak Velove membelalakkan matanya ketika mendengar hal itu dan segera menggerakkan tangannya untuk menutupi bagian belakang tubuhnya, raut wajah panik kini terlihat jelas di wajah perempuan itu.

Velove lupa kalau ternyata ini sudah tanggalnya dia datang bulan, apalagi ditambah saat ini dia sedang menggunakan celana berwarna cerah yaitu biru muda, yang dimana noda merah itu pasti terlihat sangat jelas.

Dimas yang melihat Velove yang panik, lantas berjalan ke arah belakang perempuan itu. “Kita pulang ke unit apartemen saya, kamu jalan duluan, biar saya dibelakang nutupin kamu.”

Ah, Velove bisa menangkap maksud lelaki itu. Dimas berjalan di belakang Velove pasti agar orang lain tidak dapat melihat noda merah yang ada di celananya, tapi tetap saja Velove akan merasa malu karena Dimas melihat dengan jelas hal itu.

“Nggak usah, Pak Dimas disini aja, biar saya pulang kesana sendiri aja.”

“Cepet jalan, saya bakalan tetep di belakang kamu.” Ucapan Dimas itu tentu tidak bisa dibantah lagi.

Karena tidak ingin noda itu semakin melebar kemana-mana, maka Velove mulai berjalan sesuai dengan arahan Dimas. Walaupun saat ini perempuan itu sedang menahan mati-matian rasa malunya di hadapan sang atasan.

Untungnya saja di lorong maupun di dalam lift sedang sepi, jadi hal itu dapat mengurangi sedikit rasa malu Velove. Tapi ternyata, begitu Velove masuk ke dalam unit apartemen Dimas, perempuan itu baru teringat jika dirinya tidak memiliki stok pembalut sama sekali.

Dimas yang melihat Velove yang terdiam, lantas menanyakan apa yang sedang perempuan itu pikirkan. “Kenapa?”

Velove yang ditanya seperti itu lantas tergagap, dia terlalu malu untuk mengatakannya, tapi dikarenakan sudah dari awal Dimas mengetahui apa yang terjadi padanya, mungkin tidak ada salahnya untuk Velove mengatakan hal yang sebenarnya.

“Eum—anu itu, saya nggak punya stok pembalut, Pak.” Velove mengucapkan hal itu seraya menundukkan kepalanya.

“Ya udah kamu kirim foto merk sama tipe pembalut yang biasa kamu pakai, biar saya beli di minimarket.” Jawaban santai dari Dimas itu membuat Velove mendongakan kepalanya, perempuan itu tidak akan menyangka sang atasan akan menanggapinya seperti itu.

“Apa?” Dimas bertanya saat Velove kini malah terdiam menatapnya. “Saya mau ambil baju dulu di kamar, kamu kirimin aja fotonya ke nomor saya.” Lelaki itu lantas berjalan ke arah pintu kamar.

Dimas meninggalkan Velove yang masih terdiam di tempatnya seraya menatap lurus ke arah punggung lelaki itu yang terlihat semakin menjauh, tapi kemudian perempuan itu segera menyalakan ponselnya lalu mencari gambar merk pembalut yang biasa dia gunakan.

———————————————————

Semoga suka sama ceritanya, makasih banyak udah baca!!

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!