NovelToon NovelToon
Legenda Kaisar Roh

Legenda Kaisar Roh

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi Timur / Spiritual / Reinkarnasi / Roh Supernatural / Light Novel
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Hinjeki No Yuri

Di tepi Hutan Perak, pemuda desa bernama Liang Feng tanpa sengaja melepaskan Tianlong Mark yang merupakan tanda darah naga Kuno, ketika ia menyelamatkan roh rubah sakti bernama Bai Xue. Bersama, mereka dihadapkan pada ancaman bangkitnya Gerbang Utama, celah yang menghubungkan dunia manusia dan alam roh.

Dibimbing oleh sang bijak Nenek Li, Liang Feng dan Bai Xue menapaki perjalanan berbahaya seperti menetralkan Cawan Arus Roh di Celah Pertapa, mendaki lereng curam ke reruntuhan Kuil Naga, dan berjuang melawan roh "Koru" yang menghalangi segel suci.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hinjeki No Yuri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perjalanan Awal Menembus Kabut Lembah dan Melewati Pos Celah Hijau

Pagi yang dingin menyelimuti Desa Bayangan ketika rombongan kecil itu membuka barisan. Sinar tipis fajar baru saja menembus celah daun pinus, menyusup ke celah-celah kabut yang masih bergelayut di tanah. Liang Feng memimpin di depan, pedang naga terhunus di punggungnya, Tianlong Mark berdetak pelan di dadanya, seolah menunggu saat-saat untuk bangkit. Di sisinya, Bai Xue melayang rendah, bulu peraknya berpendar lembut, menjadi lentera hidup di tengah kabut pagi. Di barisan kedua, Wei Xin dan Lin Hua menjaga ritme langkah para relawan, sementara dua pertapa senior menutup formasi di belakang.

“Jaga jarak dua hasta.” instruksi Liang Feng dengan suara tenang, “tapi tetap rapat, kabut lembah ini bisa menyembunyikan jebakan roh.”

Wei Xin membalas dengan anggukan mantap. “Siap, Feng-san.” Ia mengangkat tongkat kayu suci, menyiapkan mantra penolak roh tingkat rendah.

Lin Hua, sesekali melihat peta catatannya, Lalu memutuskan. “Pos Celah Hijau akan muncul setelah kita menuruni bukit kecil itu. Perkirakan satu jam lagi.” Ia meletakkan kompas kayu di ikat pinggangnya agar tak hilang di kabut.

Langkah demi langkah, rombongan menapaki jalan setapak yang licin. Kabut lembah bergerak lamban, menyentuh kaki-kaki kayu dan menelusup ke celah sepatu. Desiran angin samar menyisip di telinga, seakan bayangan rahasia menunggu di balik tirai putih.

Liang Feng menoleh sekilas ke Bai Xue. “Semua baik-baik saja?”

Bai Xue mengangguk pelan, aura peraknya memantulkan kilau hangat. “Kabut ini… membawa ingatan roh tua. Aku merasanya, tapi tak ada niat jahat.”

Di depan, Wei Xin terhuyung menahan akar yang menjulur. “Wah, hampir tersandung…” katanya setengah gugup. Liang Feng segera menahan lengannya. “Hati-hati, akar ini biasa menjadi jebakan dari para roh pelindung. Ikuti jejakku.”

Mereka menelusuri jejak langkah jelas di tanah yang menjadi tanda bahwa Nenek Li pernah melakukan patroli awal di sini. Setiap kali Liang Feng menginjak tanah, tiupan ayunan aura naga hijau memecah kabut tipis, menuntun rombongan melewatinya.

Setelah menuruni bukit kecil berbatu, jalan setapak melebar, membuka pemandangan dinding batu tinggi yang tertutup lumut hijau lumayan tebal. Di tengah tembok batu itu terdapat dua batang pinus tua yang bersilang dengan pintu alami menuju Celah Hijau. Akar-akar menjuntai membentuk tirai tebal, sementara permukaan batu tampak memudar warna aslinya, menggantikan hijau gelap lumut.

“Pos pertama kita.” ucap Liang Feng tenang. “Celah Hijau.” Ia menepi, menarik napas dalam. “Di sini, kita perlu menyesuaikan aura roh agar sesuai dengan alirkan lembah, jangan sampai riak magis menerpa kalian.”

Lin Hua mencatat dengan sigap. “Tingkat kelembapan di sini sangat tinggi, mungkin 90%. Udara mengandung partikel lumut halus.” Ia menaburkan sejumput bubuk kristal perak di telapak tangan dan meniupkannya ke udara. Kristal itu menampakkan arus lembut, memetakan riak magis di sekeliling pintu.

Dua pertapa senior, Pertapa Wu dan Zhao, maju sambil merapal mantra:

> “Hijau suci, selimuti pintu,

Satukan aliran, bukakan gerbang.”

Kilatan cahaya biru lembut melekuk di batang pinus, membuat lumut bergetar dan berguguran sedikit, tanda pintu siap dilewati.

“Sebelum masuk, kita tes pengaturan aura.” kata Liang Feng. “Orang per orang.” Ia mencontohkan dengan mengangkat tangan kiri, lalu memfokus aura naga di pusat tangan, lalu menurunkannya secara perlahan untuk mengikuti gerak akar pinus. “Ritme ini membantu menghindari jebakan roh lembah.” Ia menurunkan aura, bola cahaya hijau memudar di udara.

Wei Xin maju, sedikit ragu, lalu menirukan gerakan Liang Feng. Aura suci mengalir dari telapak kakinya, menimpa akar dan tiupan kabut hijau bergeser, menciptakan celah kecil. Ia tersenyum lega. “Berhasil!” katanya penuh semangat.

Lin Hua gugup maju, namun Bai Xue mengulurkan ekor, memancarkan kilauan lembut di tangannya. Aura gabungan perak dan hijau mengalir, memecah tirai akar. “Aku bisa melihat jalur ke dalam.” katanya. Liang Feng mengangguk.

Akhirnya, giliran para relawan yang lain. Satu per satu, mereka menyesuaikan aura dengan bantuan pertapa senior bila perlu hingga semua pintu lumut terbelah, membentuk jalan setapak menuju kedalaman.

Begitu tirai lumut menyingkir, mereka memasuki koridor sempit yang kedua sisinya dinding batu basah. Kabut batang lumut masih menggantung di langit-langit rendah, sedikit tetes air menetes pelan. Langkah mereka menimbulkan gema lirih, seolah gua hidup bernapas.

Liang Feng bergerak di depan, pedang naga diarahkan ke bawah, meyakinkan bahwa lantai bebas jebakan. Bai Xue terbang di atas, aura peraknya menembus kabut dan menerangi jalan.

Sesekali, kilatan bayangan kecil muncul di dinding yang merupakan bayangan roh tukang batu kuno dan arwah penjaga lumut. Namun tak satu pun ada menyerang, mereka hanya menatap, lalu lenyap. Bai Xue berusaha menenangkan, “Mereka hanya ingin memastikan niat kita suci.”

Pertapa Wu berhenti sejenak, menempelkan telapak tangannya di dinding. “Getaran ini… mengingatkan pada Pondasi Jiwa Bumi. Siapkan ramuan pelindung.” Ia mengeluarkan botol berisi cairan biru kehijauan. “Cukup satu tetes di telapak. Aura mereka akan menetralisir energi sisa.”

Saat mereka menelusuri koridor hingga ke ujung pendek, tiba-tiba kabut menebal hebat. Gema lirih menyusup terdengar suara gemerincing ranting basah dan desir daun. Dari balik kabut muncul sosok roh humanoid tinggi bertubuh ramping, berpakaian lumut hijau dengan mata tak terlihat, hanya retakan cahaya emas. Ia berdiri melintang di jalan.

Semua rombongan menahan napas. Liang Feng menengadah, memandangi sosok itu. “Salam, Penjaga Lembah.” panggilnya pelan. “Kami hanya lewat untuk menyegel kembali gerbang dunia. Tak ada niatan untuk merusak keseimbangan di sini.”

Roh itu mengeluarkan suara bergema: “Siapa yang menjarah ayat-ayat purba… tanpa izin? Lembah ini disucikan oleh darah Jiwa Bumi.”

Lin Hua gemetar, lalu mencatat di bukunya. Wei Xin menggenggam pedang suci. Bai Xue menyemburkan aura peraknya, menenangkan getaran di sekitar roh. “Kami datang dengan restu Nenek Li. Izinkan kami melewati, maka kami akan menjaga lembah ini tetap bersih.”

Roh itu membisu sejenak, lalu mengangguk pelan. Kabut di sekitar tubuhnya mereda, membentuk gerbang kabut di samping pintu pertama. Cahaya hijau lembut terpancar, menandakan jalan selanjutnya.

Begitu roh menghilang, Liang Feng memutar tubuh, menatap rombongan. “Ingat pesan ini, setiap lembah memiliki penghuninya. Jika kau berjalan sebagai penjaga, jangan hanya mengandalkan kekuatan, tapi juga penghormatan.”

Wei Xin menunduk. “Aku paham, Feng-san.”

Lin Hua menuliskan. “Harga dari sebuah keseimbangan adalah penghormatan pada roh penjaga.” Ia mengangkat pena bambu dengan wajah serius.

Bai Xue mengepak lembut, aura peraknya menenangkan batang batu. “Kita telah melewati ujian pertama.” Desisnya menenangkan hati rombongan.

Pintu kabut terbuka, memperlihatkan lapangan kecil berlumut hijau tua. Di tengahnya sebuah kolam renik, airnya jernih, menunjukkan refleksi pepohonan tetangga. Batu-batu pijakan mengelilingi kolam dan membentuk semacam altar alami.

Nenek Li muncul di belakang, menuntun rombongan. “Moment sempurna untuk istirahat.” katanya. “Minumlah secuil air kolam, ini air suci dari lembah. Lalu makan sisa kacang edelweiss.” Ia menunjukkan kendi kecil. Para relawan menunduk, menyandarkan cangkir bambu ke mulut dan meneguknya secara perlahan.

Liang Feng mencicipi air dingin, merasakan getaran lembut di nadi. “Air ini… bersih sekali.” gumamnya. Bai Xue menyentuh permukaan, aura peraknya memantulkan kilauan di setiap riak.

Wei Xin menyendok kacang edelweiss, menelannya pelan. “Aku merasa… energiku pulih.” Ia menepuk dadanya puas.

Lin Hua menghela napas lega sambil menulis. “Air suci lembah memperkuat ikatan roh dengan manusia. Efeknya yaitu peningkatan harmoni aura +10%.”

Setelah istirahat singkat sekitar lima belas menit, rombongan kembali bersiap. Liang Feng mengangkat pedang naga. “Selanjutnya, kita menuju Reruntuhan Batu Naga. Jejaknya ada di ujung lembah ini, ikuti jalur batu kerikil.” Ia melangkah, diikuti Bai Xue dan relawan.

Nenek Li memanggil. “Ingat, jangan biarkan kaki basah terlalu lama atau hilang kehangatan!” Ia mengibas jubahnya, lalu menambahkan. “Gunakan ramuan penahan dingin jika perlu.” Dua pertapa senior membagi ampul ramuan ke setiap relawan.

Lin Hua tersenyum pada teman-temannya. “Kita sepertinya makin kompak.” ujarnya dengan pelan. “Hari ini kita sudah melewati Pos Celah Hijau, bukti akan kemampuan kita.”

Wei Xin menepuk punggungnya. “Betul! Kita bisa! Puncak Perak bukan mimpi lagi!”

1
Oertapa jaman dulu
Menarik dan berbeda dg cerita lainya
Awal cukup menarik... 👍👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!