NovelToon NovelToon
AKU ISTRIMU BUKAN MUSUHMU

AKU ISTRIMU BUKAN MUSUHMU

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Selingkuh / Romansa / Penyesalan Suami / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: SAFIRANH

Luna harus memilih antara karir atau kehidupan rumah tangganya. Pencapaiannya sebagai seorang koki profesional harus dipertaruhkan karena keegoisan sang suami, bernama David. Pria yang sudah 10 tahun menjadi suaminya itu merasa tertekan dan tidak bisa menerima kesuksesan istrinya sendiri. Pernikahan yang telah dikaruniai oleh 2 orang putri cantik itu tidak menjamin kebahagiaan keduanya. Luna berpikir jika semua masalah bisa terselesaikan jika keluarganya tercukupi dalam hal materi, sedangkan David lebih mengutamakan waktu dan kasih sayang bagi keluarga.
Hingga sebuah keputusan yang berakhir dengan kesalahan cukup fatal, mengubah jalan hidup keduanya di kemudian hari.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SAFIRANH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

Saat Maria masih menangis, dan membutuhkan seseorang untuk menghiburnya, Luna memutuskan untuk pergi dan tidak ingin ikut campur dalam masalah ini.

David melihat niat Luna untuk pergi. Dengan cepat ia meraih pergelangan tangan Luna, hingga membuat wanita itu menghentikan langkah.

Luna menoleh, “Ada apa?” tanyanya.

“Kamu mau kemana?” 

“Aku mau masuk ke dalam.”

“Kamu tidak lihat keadaan Mbak Maria? Setidaknya kamu hibur dia sedikit, dimana hati nuranimu?” desak David, menatap tajam ke arah Luna.

“Aku sudah memaafkannya saja, sepertinya sudah lebih dari cukup,” Luna melepaskan tangan David, kemudian pergi berlalu tanpa menoleh sama sekali.

“Luna!” panggil David, saat sosok istrinya itu seolah tak peduli.

“David, sudahlah,” ucap bu Galuh yang telah ikut menangis. Sebelah tangannya memegang dada, dengan nafas naik turun…berpura-pura lemah, seperti biasanya. “Luna itu memang tidak suka sama keluarga kamu, apalagi sama ibu,” lanjutnya dengan tangis yang semakin keras.

David mendekat, mencoba membantu ibunya agar bisa kembali berdiri dengan tegak. “Ibu jangan khawatir, aku akan memberinya teguran,” ungkap David memapah ibunya kembali masuk ke dalam rumah.

David tidak hanya memperhatikan ibunya saja, tatapannya menoleh sejenak ke arah Maria yang juga tampak tidak baik-baik saja. “Mbak, nggak usah dipikirkan, ya.”

“Ta…tapi Mas Doni sangat marah padaku. Aku…aku nggak tahu lagi harus bagaimana,” tuturnya dengan sedikit terputus-putus karena Maria berbicara sambil terus menangis.

“Aku juga akan bicara sama Mas Doni. Siapa tahu kalau dia yang bicara, pak Herman mau memberikan keringanan sama Mbak.”

“Kamu bisa menjaminnya?” desak Maria.

David memejamkan matanya sejenak, merasa pusing jika berbicara dengan kakak iparnya ini. Maria adalah tipe wanita yang apapun harus sesuai dengan keinginannya. 

Membuat David akhirnya terpaksa mengangguk mengiyakan hal itu. 

“Terima kasih, David,” ucapnya dengan girang.

Mereka bertiga kini mulai beriringan berjalan kembali masuk ke dalam rumah.

***

Beberapa saat kemudian, David menoleh saat mendengar suara langkah kaki menuruni anak tangga satu persatu. Sosok Luna muncul dan menghentikan langkah tepat di hadapannya.

Keduanya terdiam sesaat, ketegangan di antara mereka membuat tidak ada satupun yang ingin memulai pembicaraan, meski hanya sedikit. 

Mata mereka saling pandang, tapi bibir itu terasa beku. Perasaan kecewa bercampur marah tercipta jelas di wajah masing-masing. David dan Luna memiliki pendirian yang kuat, tak ingin mengalah atau merasa rendah hanya untuk kesenangan orang lain.

Hingga sepertinya David sudah berada di ambang batasnya. Ia membuang nafas kasar, bertanya pada diri sendiri mengapa Luna bertingkah seperti ini padanya.

Pria itu berkacak pinggang tepat di hadapan Luna, bersiap mengeluarkan pendapatnya. “Kamu puas telah membuat ibu dan Mbak Maria sedih?” ucapnya pelan tapi terdengar kasar untuk Luna.

Luna tersenyum sinis, “Kamu yakin baru saja menyalahkanku? Bukankah kejadian ini karena ulah Mbak Maria dan—” ucapan Luna terhenti.

Merasa ragu apakah ia perlu menyebut nama ibu lagi dalam masalah ini.

“Dan siapa? Dan ibu maksudmu?” David melanjutkan ucapan itu dengan lantang, matanya bahkan menukik tajam seperti elang yang menemukan mangsa. “Kamu itu nggak berubah, ya? Selalu saja merugikan orang lain dan tidak mau berkorban sedikit saja hanya untuk keluargamu.”

Luna tidak habis pikir, teganya David mengatakan hal seperti itu padanya. Padahal sudah sangat jelas jika orang yang hendak berniat jahat itu adalah ibu dan kakak iparnya. Tapi, David tetaplah David…dia akan selalu menyalahkan Luna dalam segala hal.

“David, kamu harus sadar. Yang memulai masalah ini adalah Mbak Maria, lalu kenapa kamu masih saja menyalahkanku?” ucap Luna tak mau kalah.

“Cukup tutup matamu tentang hal itu, memang apa susahnya?” David masih menyaut dengan nada yang sama. Dari sorot matanya tergambar jelas jika pria ini tidak mau kalah dalam berdebat. “Kamu harus sadar, kita tinggal di sini hanya menumpang sama orang tuaku.”

“Kamu yang bersikeras ingin pergi kemari. Padahal, di kota kita sudah punya rumah yang nyaman.”

“Rumah kamu,” tunjuk David ke arah Luna. “Bukan rumahku.”

David mulai berbalik dan pergi meninggalkan Luna begitu saja tanpa mengatakan apapun lagi. Meski tadi sempat terlihat kuat, tapi Luna juga hanya seorang wanita dan seorang ibu yang membutuhkan dukungan serta kasih sayang dari keluarga, terutama dari orang yang paling dekat dengannya, yaitu suami.

Linangan air mata tanpa sadar mengalir melewati wajahnya yang masih terlihat cantik. 

Entah sudah berapa kali David menorehkan luka yang sangat dalam di hati Luna. Bahkan pria itu sama sekali tak peduli, dan hanya mementingkan diri sendiri serta keluarganya.

Saat Luna menatap ke arah jendela dari arah dalam rumah, ia melihat David baru saja pergi mengendarai sepeda motornya dengan kencang. 

Semakin hari, David semakin bersikap semena-mena padanya. Bahkan sikapnya ini lebih parah daripada dulu saat mereka tinggal di kota. 

Membuat Luna berpikir, apakah ia akan bertahan dalam situasi semacam ini? Atau jika dia suatu saat memutuskan untuk pergi, akankah hatinya kuat meninggalkan anak-anak tetap tinggal bersama dengan Ayahnya? 

***

David baru sampai di halaman samping sekolah dasar, tempat kedua putrinya bersekolah. Ia datang sengaja ingin menjemput Sarah dan Siena, dua bidadari kesayangannya.

Tak berapa lama kemudian, yang ditunggu akhirnya keluar melewati gerbang depan sekolah. Sarah dan Siena tampak begitu senang saat melihat Ayah mereka datang untuk menjemput. 

“Ayah,” teriak Siena, si paling heboh.

Sedangkan Sarah yang memiliki sikap kalem, hanya akan tersenyum tipis seperti biasanya. 

David melihat jika kedua putrinya tengah menikmati es krim rasa vanilla dan coklat di tangan mereka. Merasa penasaran, akhirnya David melontarkan pertanyaan. “Wah kalian baru membeli es krim? Untuk Ayah mana?” tanya David pada putri bungsunya, Siena.

“Tidak ada, Ayah. Kami hanya dibelikan sama Bu guru,” jawab Siena.

“Dibelikan Bu guru?” tanya David mengernyitkan alisnya.

“Bu Kumala membelikan ini untuk kami.” 

“Oh, semua murid di traktir es krim ya sama Bu guru?” tanya David lagi, masih penasaran.

Siena menggeleng. “Nggak Ayah, cuma aku sama kak Sarah saja.”

David terdiam. Meski merasa ada sesuatu yang aneh, tapi ia mencoba dengan sangat keras untuk mengenyahkan pikiran tersebut.

Bukan hal yang asing saat seorang guru membelikan es krim untuk muridnya. Mungkin saja mereka datang bersamaan saat hendak membeli es krim, jadi Bu Kumala sekalian membelikannya untuk Sarah dan Siena.

Begitulah pemikiran David saat ini. Meski awalnya, ia sempat menduga jika wanita yang berprofesi sebagai guru muda itu memiliki ketertarikan padanya.

Tapi kembali lagi, itu pasti mustahil. David adalah seorang pria yang memiliki istri dan anak. Tidak mungkin wanita karir yang masih terlihat sangat cantik dan baik seperti Bu Kumala merasa tertarik padanya.

“Ya sudah, ayo kita pulang,” ujar David kepada dua putrinya. Bersiap menyalakan motornya.

Sarah dan Siena mulai mengambil posisi duduk. Siena seperti biasa akan duduk di depan Ayahnya, sedangkan Sarah membonceng di belakang. 

Ketiganya mulai pergi meninggalkan area sekolah sambil sesekali tertawa bersama, menceritakan kegiatan hari ini di sekolah.

Sementara itu, dari balik jendela kelas, tampak sepasang mata yang sejak tadi mengamati ke arah Ayah dan anak tersebut. Bibirnya yang merah alami, tersenyum tipis seolah merasa sangat senang melihat sosok yang diamatinya saat ini.

“David, entah harus menunggu sampai kapan. Tapi, aku tetap ingin memilikimu,” ucap wanita yang memakai seragam khas seorang pendidik, di sebelah kanan baju seragam itu terdapat tanda pengenal bertuliskan, Kumala sari.

BERSAMBUNG 

1
Becce Ana'na Puank
ok
SAFIRANH: Terima kasih ❤️
total 1 replies
HappyKilling
Bikin terhanyut. 🌟
SAFIRANH: Terima kasih 😘
total 1 replies
Helen
Kece abis!
SAFIRANH: Terima kasih,🥰❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!