Sugar Baby Om Sagara

"Siapa gadis itu, Saga?" Tanya seorang wanita yang tiba-tiba saja datang ke kantor. Kemarin, mereka bertemu di minimarket. Posisinya, Sagara dan Laura baru saja pulang dari pantai setelah stay cation bersama. Tapi, Sagara mengingat kalau ada beberapa barang di rumahnya habis termasuk minuman soda dalam kaleng. 

Seperti kata pepatah, apes tak pernah ada dalam kalender dan Sagara mengalaminya sendiri. Dia membenci wanita ini karena hal ini, Griselda selalu bersikap tinggi seolah dia adalah penguasa yang berhak mengatur semuanya tanpa harus memikirkan perasaan orang lain. 

Selain itu, Sagara membenci wanita ini karena dia selalu berusaha menggantikan peran sang ibu. 

"Bukan urusanmu."

"Tentu saja ini urusanku, Saga."

"Cukup. Kau bukan siapa-siapa, hanya orang asing yang tiba-tiba datang dalam hidupku dan ayahku. Berhenti bersikap seenaknya seolah kau adalah penguasa!"

"Ckk, aku akan mencari tahu sendiri kalau kau tidak mau memberitahuku."

"Jangan berani menyentuh milikku, atau kau ingin kepalamu terlep4s dari tempatnya hah?" Tanya Sagara. Sorot matanya jelas menyiratkan kebencian yang menggebu-gebu. Demi apapun, andai saja Griselda laki-laki, sudah jelas dia akan menghajarnya habis-habisan. 

"Kau melindunginya, Saga?"

"Tentu, dia milikku!"

"Benarkah? Apa dia memiliki cinta yang tulus untukmu? Aku yakin, dia hanya menginginkan hartamu saja."

"Kau sedang membicarakan dirimu sendiri ha? Persetan dengan cinta, kau sendiri tidak tahu apa artinya cinta yang sebenarnya. Kau menikahi ayahku demi warisan yang sayang sekali, takkan pernah kau dapatkan."

"Aku tidak melakukan hal seperti itu."

"Bukti sudah ditangan, suatu saat akan ku bongkar bagaimana menjijikkannya sikapmu itu, Griselda." Sagara tersenyum jahat saat melihat wanita itu terdiam.

"Suatu saat, bukti itu akan meledak seperti bom waktu. Kau hanya perlu menunggu sampai kesabaranku habis untuk meladeni tingkahmu itu. Jika kau tak ingin itu terjadi, berhenti mengikut campuri kehidupanku karena aku bukan anakmu. Apalagi sampai mengusik ketenangan kekasihku. Paham?"

Griselda menatap Sagara dengan tatapan penuh permusuhan. Sejak awal, tatapannya memang membuat Sagara tak suka dengan wanita itu. Selain itu, Griselda juga pernah beberapa kali menggodanya dan itu membuatnya benar-benar risih. Itu salah satu alasan kenapa dia memilih keluar dari rumah dan hidup sendirian. Griselda itu gatal, harusnya digaruk pakai parutan kelapa. 

"Pergilah sebelum aku seret kau keluar dari ruanganku!"

"Jangan sombong, Saga. Kelak, ruangan dan jabatan ini akan menjadi milikku!"

"Silahkan bermimpi, tapi jangan terlalu tinggi karena rasanya akan sangat sakit. Entah kau akan berakhir di ruangan ini atau di penjara." Sagara membalas dengan wajah tenangnya, membuat Griselda mengepalkan kedua tangannya dengan kesal. 

Dia marah karena selalu kalah dan bukti yang dimiliki Sagara benar-benar membuatnya diam tak berkutik. Dia tak siap jika harus diceraikan Danu karena bukti-bukti yang dimiliki Sagara. Wanita seperti Griselda takkan mau hidup sebagai gelandangan di luar sana. Pada awalnya, gelandangan akan tetap jadi gelandangan, kan?

"Lucu banget si anj1ng, mimpi apa tuh orang nyamperin kesini. Mana gayanya petantang petenteng banget, giliran di ancam dikit, langsung lemes kek bihun! Tai." 

Sagara kembali mendudukan tubuhnya di sofa lalu mengambil ponsel dan meminta orang-orangnya untuk memperketat penjagaan pada gadisnya agar jangan sampai bertemu dengan kucing garong yang satu ini. Laura terlalu polos untuk memahami situasi saat ini, tapi Sagara akan mencoba untuk bicara lagi dengannya nanti. 

"Ckk, takkan kubiarkan kau mengusik milikku. Berani menyentuhnya seujung kuku pun, aku takkan segan membuatmu hancur, Griselda!"