Kisah cinta mama dan papa cukup membuatku percaya bahwa luka terkadang membawa hal manis, bagaimana mama pergi agar papa baik-baik saja, tanpa mama tahu, papa jauh lebih terluka sepeninggalnya.
Begitu juga dengan Tante Tania dan Appa Joon, tidak ada perpisahan yang baik-baik saja, tidak ada perpisahan yang benar-benar ikhlas. Bedanya mereka berakhir bersama, tidak seperti mama dan papaku yang harus berpisah oleh maut.
kukira kisah mereka sudah cukup untuk aku jadikan pelajaran, tapi tetap saja, aku penerus mereka dan semua ketololannya.
Aku, Davina David.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anak Setan Part 2
"Baby... Kamu bener-bener biarin aku pergi dari pos ini? Kamu ngga mau kerja bareng aku? Kamu bener-bener ngga mau bareng aku lagi? Aku udah balik baby, apa salahnya kita mulai dari awal lagi." Seru Nadine dengan kesadaran penuh.
Byurrr.....
"Anak setan... " Seru Davina dengan tenangnya.
Wajah cantik Nadine yang full make up berikut baju seksi brandednya habis di sapu latte yang tadinya Davina bawa untuk Kai. Ada untungnya juga mereka sempat berdebat dulu sehingga membuat latte itu menghangat, tidak panas lagi seperti saat dibawa. Baik Suster kepala maupun Kai sama-sama speechless.
"KURANG AJAAAAARR......!!!", teriak Nadine hendak menyerang Davina tapi lebih dulu di tahan suster kepala. "LU... LU NGGA BAKAL TENANG, LU UDAH USIK GUA.... LU... "
"Dih playing victim, elu duluan. Sana dempul make up lu lagi, udah luntur tuh." Ejek Davina lagi.
"Nadine... Ayo... Nadine.....!!!! ", bentak suster kepala karena Nadine masih terus berusaha.
"Kai, bawa Davina ke ruang obat! ", perintah suster kepala, dan dengan gerakan terburu-buru Kai menuntun Davina masuk ke ruangan kecil di pos mereka.
Sementara Nadine berusaha ditenangkan suster kapala. Sepertinya Kai dan Suster kepala sepaham sekarang, kedua gadis itu tidak bisa di satukan, ralat, berdekatan pun jangan.
"Kamu kenapa sayang?", tanya Kai ketika mendudukkan Davina di sebuah kursi kecil sementara ia berjongkok dihadapan Davina sembari memegang kedua tangan gadisnya yang terasa dingin itu.
"Itu ya manusianya? ", tanya Davina. Kai mengangguk dan menghela napasnya.
"Waaahh... Rupanya pacarku ini ngga se tenang kelihatannya ya, telat dikit aja kayaknya dia bener-bener jadi adonan." Ledek Kai sambil membetulkan anak rambut Davina yang menutupi dahinya.
"Buka pakaian kamu."
Deg
"Hah?". Kai melebarkan matanya karena tidak yakin apa yang ia dengar.
"Buka aku bilang, jas sama kaos dalamnya."
"Maksudnya sayang?".
"Lama bener."
Sap sap sap...
Davina membuka paksa jas dokter Kai, berikut kaos dalamnya, hingga ia benar-benar bertel4nj4ng dada. Ia benar-benar salah tingkah sekarang, sibuk dengan pikiran-pikiran anehnya, lebih tepatnya pikiran kotornya. Bagaimana tidak jika Davina benar-benar berusaha menel4nj4nginya, ia melipat tangannya di dada. Wajahnya benar-benar merah sekarang, pikiran kotor yang terus berseliweran itu berusaha ditepisnya sebisa mungkin.
"Gua mau di perkaos kah? Gua ikhlas yaang, ngga usah anarkis gini, gua udah pasrah duluan." Batin Kai menatap semua yang dilakukan Davina padanya.
"Kamu mikirin apa?", tanya Davina dengan tenang sembari melangkah ke lokernya, mengambil sebuah kaos hitam polos oversize dari sana.
"Bau kamu aneh, aku ngga suka. Aku ngga suka punyaku, disentuh orang lain." serunya sambil memakaikan kaos itu kepada Kai.
Meski sempat salah sangka dan sedikit kecewa akan kebenaran maksud Davina, hatinya menghangat mendengar kata "punyaku " yang disematkan Davina padanya.
Grep...
Kini Davina berada dipangkuan pria itu, netra Kai seketika menggelap. Perlahan ia mengikis jarak antara wajahnya dan si kesayangannya itu. Ia benar-benar lupa bahwa wajah tenang dan kelihatan innocent itu mampu berkata tajam berkedok meledek, bahkan membuat lawannya tantrum dalam waktu singkat.
Ia benar-benar meraup keseluruhan ranum plum Davina, bagaimana pun bib!r mungil itu sudah menjadi candunya dan akan terus begitu, ia yakin.
"Aku cinta kamu, Davina." seru Kai lirih melepas tautan mereka dengan lembut, berikut senyum tipis yang ia layangkan melihat bibir mungil kekasihnya itu sedikit bengkak karena ulahnya.
.
.
🍁🍁
Terbiasa diperlakukan bak tuan putri membuat Nadine sangat kesusahan di Safe Zone, disana semuanya agak terbatas. Kasur yang hanya berupa ranjang susun khasnya anak asrama membuatnya kesakitan sepanjang hari. Ia terbiasa tidur di kasur empuk. Belum lagi toiletnya yang meskipun bersih tapi ala kadarnya itu membuatnya merengek setiap hari kepada ayahnya yang jauh di Mithnite. Padahal baru tiga hari disana.
Belum lagi pemandangan yang selalu ia lihat antara Kai dan gadis yang beberapa hari yang lalu menyiram wajahnya. Hatinya sakit tapi mau bagaimana lagi. Ia harus tetap bertahan demi merebut mantan tunangannya kembali. Ia merasa kali ini akan sangat sulit, Kai terlihat sangat menyayangi gadis itu, gadis anarkis berwajah tenang itu.
"Gua ngga peduli elu se deket apa sama Kai, tapi yang jelas dia punya gua dan akan kembali ke gua. Dia cuma gabut aja sama lu sekarang, gua harap lu jangan ke geer an."
Davina tetap tenang membasuh wajahnya di wastafel, mengelapnya dengan tisu dan mengoleskan pelembab bibir. Ia terus menatap lurus ke arah cermin tanpa memperhatikan Nadine sedikit pun.
"Lu ngga budeg kan? Lu denger gua kan. Ngga usah sok cool deh lu."
"Ya kalau dia mau bawa aja. Gua ngga keberatan kalau emang dia sendiri yang mau balik."
Nadine kembali terdiam. Ia benar-benar mati kutu sekarang, ia sangat berharap Davina kembali anarkis seperti kemarin agar ada alasan untuknya memperjelas image jelek Davina. Tapi tidak. Gadis itu sama tenangnya dengan kemarin, bahkan ia menantang Nadine untuk terang-terangan merebut Kai darinya jika bisa.
"Andin."
"GUA NADINE."
"Bodo amat, yang penting gua manggil nama manusia kan? Bukan nama setan. Kalau emang dia se berarti itu buat lu, kenapa lu lepas tanpa kejelasan gitu? Terus sekarang setelah lu liat dia bahagia, dia baik-baik aja tanpa lu, lu ngga terima. Jangan kan gua, hantu aja bingung mau lu itu apa."
"Gua ngga butuh penilaian lu. Gua cuma mau ambil milik gua kembali."
"Ralat omongan lu. Seolah-olah gua ngerebut dia dari lu waktu lu masih sama dia, sedangkan dari awal gua pacaran sama dia udah lebih dari setahun lalu, dia udah validasi dari awal kalo dia udah pernah tunangan dan batal. Jadi jelas kan, dia bukan milik lu lagi waktu itu. "
"Terserah lu mau mikir kayak gimana."
"Okay, tapi jangan usik gua. Kalo lu mau ambil dia, itu urusan lu, jangan didepan gua."
Lalu ia pergi meninggalkan Nadine. Jelas Davina terluka, kenapa cintanya yang sedang mekar-mekarnya malah di usik seperti ini. Ia jelas melihat Kai benar-benar menyayanginya, bahkan tidak sedikitpun ia melirik Nadine yang setiap hari tebar pesona, tetap saja ia kuatir kan. Ditambah lagi ia tidak punya teman cerita lagi sekarang, jika bercerita kepada Hansel, sama saja ia membuat kekacauan yang lebih besar. Apakah ia harus menceritakan kepada Kai? Apa itu tidak akan menurunkan harga dirinya?
Kai dan Davina sama saja.
🍁🍁
.
.
.
.
TBC... 🍁