Benih Twin'S CEO Kejam

“Oke.... oke... Onty sekarang juga telepon Papa Gara kalian untuk segera pulang.”

“Bukan, Papa Gala. Tapina Ayah benelan kita, Onty. Cuamina Bunda, Onty.” Jhansen menolak dan Jelita memohon lagi.

Salwa yang bingung menatap Jeremy, tapi Jeremy malah membuang muka seakan tak mau bicara tentang Ayahnya.

“Maaf ya, Onty belum tahu siapa Ayah kalian. Tapi sebaiknya kalian lupakan saja Ayahmu. Ayah kalian itu jahat,” jelas Salwa hanya tahu suami Seina tega meninggalkan Seina demi wanita lain. Idetitasnya masih dirahasiakan dari Salwa.

“Napa Ayah jahat?” tanya mereka bingung.

“Kalau Ayah baik, Ayah sudah ada di sini belsama kita,” sahut Jeremy lirih membuat dua adiknya pun menunduk sedih karena perkataan Jeremy ada benarnya.

“Hiks... hiks.. tapina kita lindu Ayah.” Mereka kembali terisak-isak, membuat sang Ibu yang berdiri di depan kamar mereka tertunduk dan tidak tahu harus mengatakan apa pada Jelita dan Jhansen supaya bisa mengerti kelahiran mereka dulu tidak diinginkan Jovan. Ia mau jujur tapi takut semakin melukai hati mereka.

Di tempat lain, kini Ghina yang sudah bangun tidur, ia mencari-cari keberasaan si kembar.

“JELITA, JHANSEN, KALIAN DI MANA, NAK?”

Lalu tiba-tiba seseorang menyahut.

“Mereka sudah kupulangkan, sayang.”

Ghina menengok ke belakang di mana Jovan berdiri tidak jauh darinya. Ghina menggeleng kepalanya dan perlahan mendekati Jovan.

“Bohong, kamu bohong kan, Mas? Mereka belum pulang, kan? Kamu tidak setega itu memulangkan mereka tanpa izinku, kan?”

Jovan diam sejenak, perasaannya sama seperti Ghina yang rumit dijelaskan. Tapi ketika air mata Ghina menetes, Jovan pun mengangkat tangan, ia hendak mengusap matanya tetapi Ghina menepisnya cepat.

“Jangan sentuh aku sebelum Mas jawab pertanyaanku!” sentak Ghina dengan kesal.

“Aku sungguh memulangkan mereka.” Jawab Jovan kemudian.

“Hiks... hiks... bodoh... bodoh kau, Mas!” ujar Ghina menangis. Ia menjerit-jerit sekerasnya. Membuat Renata dan Robert di kamar cepat-cepat keluar untuk melihat Ghina.

“Hiks... ke siapa kau pulangkan mereka?” Tangis Ghina seolah-olah ingin kembali menjemput si kembar.

“Ke Ibunya,” jawab Jovan dan seketika itu Ghina terdiam dalam tangisnya. Lalu ia pun tersenyum getir.

“Oh begitu, jadi Mas sudah bertemu Ibunya langsung? Lalu kenapa, Mas diam saja, ha?!” bentak Ghina tiba-tiba marah.

“Diam? Sejak tadi aku sudah bicara padamu, Ghina.” Kata Jovan bingung.

“Hahaha bicara? Bicara soal apa? Selama ini Mas terus diam tentang wanita itu. Teganya kau merahasiakan hubunganmu dengannya dariku!” Murka Ghina emosi melihat wajah polos dan tidak bersalah suaminya.

“Kau... jangan... jangan...”

“Aku sudah tahu semuanya, Mas. Aku hanya istri keduamu dan anak-anak itu adalah anak dari istri pertamamu.” Jelas Ghina menangis kembali. Rasanya hati Ghina ditancap panah beracun setelah mengatakannya.

“Kenapa... kenapa kau sekejam dan setega itu mempermainkan akuuu?” Isak Ghina. Air mata sudah membanjiri seluruh wajahnya.

“Tidak, tidak hanya aku saja, kau juga kejam menjadikan wanita itu pelampiasanmu. Aku benar-benar salah menilai dan mempercayai dirimu, Mas.” Tambah Ghina berkaca-kaca.

“Sayang, a-aku bisa jelaskan semua-”

“Arghh... jangan panggil aku sayang lagi. Aku tidak mau melihatmu lagi...! Aku benci, benci padamu, Mas.”

Jdarr

Petir menggelegar dahsyat di luar sana. Mengguncang hati Jovan yang serasa hancur mendengar ungkapan Ghina. Ia lansung kehabisan kata-kata.

“Jovan, apa yang sudah terjadi pada kalian? Kenapa tiba-tiba kalian bertengkar begini?” Tuan Robert dan Renata menghampirinya.

Ghina menatap Renata dengan nafas mulai terengah-engah. Lalu wanita itu menunjuk ke Jovan. Ia ingin mengatakan semuanya tapi mendadak pandangan Ghina menghitam.

Gdubrak...!

“GHINAA!” teriak Jovan syok melihat Ghina jatuh pingsan. Yang lebih mengejutkan lagi, hidung Ghina mengeluarkan banyak darah.

“Jovan, cepat bawa istrimu ke rumah sakit!”

Jovan segera membawa Ghina pergi.