Gwen Prameswari dan Daniel Artajaya telah menikah lebih dari 3 tahun. Namun hingga saat ini mereka belum juga di karuniai seorang anak.
Ibu mertua Gwen yang terus menuntut untuk agar segera memiliki cucu semakin membuat Gwen frustasi dan di ambang perceraian.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy_Ar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BPH 26
Sedari tadi Owen terus menggulingkan tubuh nya bolak balik di atas kasi King Size nya.
Ia kembali teringat akan kata kata yang di ucapkan oleh mertua Gwen.
Owen bukan memikirkan perihal Gwen mandul. Tapi Owen memikirkan apakah benar Gwen dan suaminya akan bercerai?
Harus kah ia bahagia? Atau sedih? Owen merasa bimbang, bolehkah ia bersyukur dan bahagia akan perceraian Gwen dan Daniel? Jahat Kah ia? batinnya.
Sedangkan Gwen, kini dirinya kembali merenung dan melamun. Sudah seminggu lebih dirinya tak mendapat telfon atau chat apalagi bertemu dengan Daniel. Sungguh ia sangat tersiksa saat menjelang malam begini. Dirinya sangat merindukan Daniel, orang yang biasa memeluknya saat malam hari. Dan orang yang selalu membuatnya bahagia.
"Aku kangen sama kamu Mas," gumam Gwen lirih sambil memejamkan matanya hingga membuat bulir bulir air mata itu kembali menghiasi wajahnya.
'Aku tau kamu merindukan suamimu, tapi boleh kah aku mencoba untuk merebut hatimu?' gumam Owen dalam hati saat melihat Gwen tengah melamun di balkon nya. Yah Owen tau pasti Gwen sedang memikirkan suaminya. Biar bagaimana pun Owen tau bahwa Gwen dan suaminya sudah lama bersama.
...😢😢😢...
Pagi harinya, saat Gwen hendak pergi bekerja, tiba tiba ia melihat sebuah surat berada di meja makannya.
Deg!
Harus kah aku menangis lagi? ya Tuhan mengapa ini sangat sakit, begitu sesak dan perih. gumam Gwen saat membuka surat tersebut.
Surat perceraian sudah berada di tangan Gwen. Secepat ini kah? batin Gwen.
Dengan segera, Gwen langsung menyambar kunci mobilnya dan menuju apartemen Daniel.
Dengan kecepatan penuh, akhirnya Gwen sampai di sebuah apartemen Daniel, ia pun segera turun dan menuju unit suami atau mantan suaminya. entahlah ...
Tingtung .... Tingtung ... Tingtung ....
Beberapa kali Gwen memencet bel namun tidak ada yang buka. Akhirnya ia mencoba menghubungi Daniel namun naas nomor nya sudah di blok.
Hati Gwen semakin sakit dan perih mengetahui fakta ini.
Ia pun akhirnya segera bergegas menuju kantor Daniel, karena ia yakin Daniel sudah berangkat bekerja.
Sesampainya di kantor tempat Daniel bekerja, Gwen langsung bertanya dengan resepsionis dan itu bertepatan dengan sekretaris tuan Rohan.
"Nah itu Ibu Hani," ujar Resepsionis saat melihat Hani keluar lif.
Merasa namanya di panggil, Hani pun berhenti di hadapan Gwen. "Ada apa?" tanyanya.
"Ini ada yang ingin bertemu dengan pak Daniel Bu," ucap Resepsionis.
"Maaf siapa ya? dan ada urusan apa?" tanya Hani.
"Saya istri Daniel, dan ada yang ingin saya bicarakan privasy dengannya. Bisa saya bertemu?" tanya Gwen.
"Oh istrinya pak Daniel. Tapi maaf pak Daniel nya belum datang, mungkin sebentar lagi. Biasanya jam segini ia masih di kediaman pak Rohan," ujar Hani melirik jam di tangannya.
"Ah begitu ya? hem kira kira berpaa lama dia akan datang? Bisakah saya menunggu disini?" tanya Gwen.
"Paling sekitar setengah jaman lagi, mau menunggu di ruangan nya saja?" tawa Hanni.
"Boleh kah?" tanya Gwen ragu.
"Boleh kok, ayo saya antarkan," ujar Hanni lalu Gwen mengikuti langkah Hani.
Setelah sampai di ruang kerja Daniel, Gwen langsung mendudukkan dirinya di sofa, ia melirik ke sembarang arah. Ruangannya lumayan luas dan juga rapi. Ini adalah kali pertama Gwen memasuki ruang kerja Daniel.
Gwen sedikit tersenyum tipis kala melihat ada fotonya dan Daniel masih terpajang di meja kerja nya. Itu berarti Daniel masih merindukannya. Setetes air mata kembali menetes di pipinya. Dia sudah tak sabar ingin bertemu dengan Daniel. Hatinya sangat merindukannya. Sangat dan sangat ingin memeluknya.