Raska adalah siswa paling tampan sekaligus pangeran sekolah yang disukai banyak gadis. Tapi bagi Elvara, gadis gendut yang cuek dan hanya fokus belajar, Raska bukan siapa-siapa. Justru karena sikap Elvara itu, teman-teman Raska meledek bahwa “gelar pangeran sekolah” miliknya tidak berarti apa-apa jika masih ada satu siswi yang tidak mengaguminya. Raska terjebak taruhan: ia harus membuat Elvara jatuh hati.
Awalnya semua terasa hanya permainan, sampai perhatian Raska pada Elvara berubah menjadi nyata. Saat Elvara diledek sebagai “putri kodok”, Raska berdiri membelanya.
Namun di malam kelulusan, sebuah insiden yang dipicu adik tiri Raska mengubah segalanya. Raska dan Elvara kehilangan kendali, dan hubungan itu meninggalkan luka yang tidak pernah mereka inginkan.
Bagaimana hubungan mereka setelah malam itu?
Yuk, ikuti ceritanya! Happy reading! 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Dukungan Sosial
Sekolah kembali aktif setelah libur Sabtu–Minggu. Namun suasananya belum sepenuhnya kembali normal. Pembicaraan tentang insiden di pesta ulang tahun Vera kian ramai. Tentang Elvara yang terjatuh ke kolam dan Raska yang meloncat menyelamatkannya, masih mendominasi.
Gosip itu menyebar cepat, bukan hanya di grup kelas 12, tapi juga di kelas 10 dan 11. Semua orang membicarakannya.
Di barisan belakang kelas, Trio Komentator memerhatikan Raska yang tampak lesu. Mata sayunya, gerakannya yang lambat, hingga caranya menatap meja, semuanya berbeda dari biasanya.
Asep, Vicky, dan Gayus saling pandang, membaca kekhawatiran yang sama di wajah masing-masing. Tapi tidak ada yang bertanya. Mereka tahu timing adalah segalanya.
Mereka menunggu.
Saat bel istirahat pertama akhirnya berbunyi, Raska berdiri dari bangku tanpa sepatah kata. Trio Komentator langsung bangkit, mengikuti langkahnya keluar kelas seperti bayangan setia.
Koridor belakang sekolah sepi, hanya suara angin menerbangkan dedaunan.
Raska berdiri bersandar pada dinding batu yang dingin, wajahnya pucat, mata sedikit sayu. Trio komentator berdiri di depannya, saling pandang, menimbang kata.
Asep akhirnya yang pertama bicara, sesuai sifatnya yang impulsif, tapi kali ini suaranya lebih pelan dari biasanya.
“Lo baik-baik aja, Ras?”
Ada kekhawatiran murni di matanya. Tidak heboh, tidak lebay, hanya tulus.
Vicky, yang biasanya nyengir dan sok tahu, menyilangkan tangan, menatap Raska dari ujung kepala sampai kaki.
“Serius, Ras… wajah lo lesu banget. Bahkan sedikit pucat. Lo tuh pangeran sekolah, bukan zombie.”
Humornya ringan, tapi jelas ia khawatir.
Gaya sok ilmiah Gayus muncul otomatis seperti biasa. “Secara biologis, kondisi lo menunjukkan kurang tidur, stres emosional, atau stimulasi sistem saraf simpatik berlebihan. Dan...ya, gue bisa liat itu semua di muka lo.”
Ketiganya menatap Raska bersamaan.
Untuk beberapa detik, Raska hanya diam. Lalu ia menarik napas panjang, seperti mencoba menata detak jantungnya sendiri. Tatapannya melembut. Jauh lebih lembut dari biasanya. Ketika ia bicara, suaranya rendah, nyaris pelan.
“Thanks…” Ia menatap teman-temannya bergantian. “Lo semua… tetap ada buat gue. Tetap kayak biasa. Itu udah lebih dari cukup.”
Trio komentator terdiam sejenak. Mereka saling melirik, seolah memastikan mereka mendengar benar.
Lalu Asep mengangguk mantap, menepuk dada. “Kami gak bakal berubah, Ras. Lo bukan cuma temen buat kami.”
Vicky mengangguk, senyum tipis terangkat. Kali ini bukan senyum playboy, lebih seperti senyum saudara.
“Kami nggak bakal ninggalin lo, Ras. Mau lo marah, mau lo diam, mau lo… ya, sesetres apapun.”
Gayus mengangguk bijak, tangannya membentuk gestur dramatis seperti profesor. “Dan secara ilmiah, dukungan sosial itu ngebantu stabilin kondisi mental. Jadi bisa dibilang, kami adalah… bentuk vitamin terbaik yang lo punya.”
Raska mengembuskan napas pelan. Untuk pertama kalinya sejak pagi, garis tegang di bahunya sedikit melonggar. Ia menunduk sedikit, lalu menggeleng halus.
“…kalian emang nyebelin,” gumamnya lirih.
Tapi ujung bibirnya terangkat. Bukan senyum penuh, hanya sekelebat kecil… namun cukup untuk membuat trio komentator langsung saling melirik lega.
Asep, Vicky, dan Gayus saling tos pelan di belakang punggung Raska.
Mereka tahu satu hal pasti:
Raska boleh rapuh. Tapi selama mereka bertiga ada, dia nggak akan pernah jatuh sendirian.
***
Koridor kelas 11 hari itu gaduh seperti pasar.
Bian berlari menghampiri Roy yang baru keluar dari kelas. Suaranya heboh.
“ROY! LO UDAH LIAT CHAT GRUP DUA BELAS? GILA! RASKA... ANJIR, NYELAMETIN GASEKIL YANG TENGGELAM DI KOLAM! "
Roy berdeham ringan, ekspresinya datar, hanya sebelah alis sedikit naik. Seolah berita itu bukan apa-apa.
“Hmm? Gasekil?” Roy memutar bahu. “Ya wajarlah kalau gak bisa renang. Badannya berat.”
Bian jelas tak puas dengan reaksi Roy. "INI BUKAN SEKEDAR NYELAMETIN, ROY! ADA CPR SEGALA!”
Roy tertawa kecil, ringan, tapi tajam. Tawa yang hanya menutupi sesuatu. “CPR ya?” Roy menyeringai tipis. “Wuih, abang gue tuh. Profesional banget.”
Bian mengangkat tangan, menggeser ke kanan dan kiri dengan cepat.
“Bukan cuma CPR, Roy! Napas buatan! Napas buatan! Kayak di drama Korea! Temen-temen cewek kita pada histeris! Raska, Roy! RASKA! Lo bayangin! Pangeran sekolah nyelametin cewek paling… ya lo tau sendiri lah! Semua orang ngomongin! Grup sepuluh sampe sebelas juga rame!””
Roy terdiam sebentar. Senyumnya tetap sama, tapi rahangnya mengeras halus, nyaris tak terlihat.
"CPR? Napas buatan? Seriusan Raska sejauh itu? Sama si gendut itu?"
Taruhan yang awalnya Roy kira akan ia menangkan dengan mudah… mendadak terasa nggak sesuai ekspektasi.
Bisa jadi Elvara luluh.
Bisa jadi Elvara beneran jatuh hati.
Dan kalau itu terjadi, Raska menang.
Roy mengatupkan rahang. Tapi tak lama, senyum manipulatifnya kembali muncul. Senyum yang dilatih sejak kecil oleh ibunya.
“Biarin aja,” ucapnya santai, padahal pikirannya jauh lebih gelap dari itu. “Gue yakin Gasekil gak bakal gampang baper. Dia tipe cewek yang mikir logis. Mana ada pangeran sekolah beneran suka sama dia yang… ya, lo tau sendiri.”
Ia menepuk bahu Bian. “Lima bulan gak bakal cukup buat bikin Gasekil luluh sama Raska.”
Bian mengangguk ragu. “Iya sih… tapi kalau terus kayak gini, gimana nggak luluh? Semua orang bilang sejutek-juteknya Elvara pasti bakal melting kalau diperlakuin begitu.”
Roy terdiam lagi. Untuk kedua kalinya. Ada sesuatu di dada Roy yang mengeras. Bukan rasa peduli, tapi ancaman.
Raska terlihat terlalu totalitas mendekati Elvara. Situasi bahkan seperti… berpihak pada mereka.
"Ini gak boleh dibiarkan berkembang."
Roy akhirnya tersenyum. Sinis. Gelap. Senyum khasnya.
“Tenang, Bian. Gue bakal pastiin Gasekil gak bakal baper apalagi jatuh cinta sama Raska.”
Bian memicing bingung. “Caranya?”
Roy mengangkat dagunya, memasang tatapan licik yang hanya dimiliki seseorang yang rela melakukan apa pun demi ambisi.
“Dengan cara yang bikin cewek kayak Gasekil mustahil baper.”
Bian langsung melongo. “LO MAU NGAPAIN?!”
Roy memasukkan kedua tangan ke saku, melangkah pergi dengan aura misterius yang bikin bulu kuduk berdiri.
“Ntar lo lihat sendiri.”
Bian menghela napas. “Misterius banget sih orang ini…”
Roy hanya tertawa pelan. Dalam hati ia sudah mengambil keputusan:
Raska tidak boleh menang. Ini bukan sekadar taruhan. Ini tentang posisi waris. Tentang masa depan. Tentang siapa yang akan menguasai segalanya.
Dan Elvara?
Jika gadis itu menjadi celah kegagalan… Roy akan menutup celah itu.
Dengan cara apa pun.
***
Raska menemukan Elvara di bawah pohon kesukaan mereka, tempat yang selalu tenang meski seluruh sekolah ramai. Elvara duduk bersandar sambil membaca buku, satu tangan memegang keripik.
Trio komentator mengekor di belakang Raska, seperti tiga pengawal dengan gaya masing-masing.
“Lo udah sehat?” tanya Raska pelan sambil duduk di sebelahnya.
Elvara tak menoleh. “Hum.”
Trio komentator saling melirik, jawaban standar Gasekil detected.
Raska berdehem pelan, mencoba terdengar santai. “Sebenarnya… gimana kejadian kemarin? Kenapa lo dan Bella bisa jatuh ke kolam?”
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
Ayo Raska kamu semangat untuk sembuh,,dan Elvara tempat ternyamanmu🤣
Raska selama ini berarti berusaha sendiri mengatasi masalah traumanya dengan konsultasi ke dokter Wira.
Tanya jawab antara dokter Wira dengan Raska - kesimpulannya - trauma Raska belum pulih.
Ya betul itu pak Nata, Roy iri terhadap Raska. Kalah segala-galanya maka mau mencurangi kakak tirinya.
Raska...yang tahu sengaja atau tidak sengaja nabrak - ya Bella.
Elvara pribadi yang baik, tidak mau menuduh. Tapi yang pasti kamu sengaja di tabrak Bella - biar kamu jatuh ke dalam kolam. Bella mungkin tidak menyangka ketika nabrak kamu - dirinya mental - kecebur juga 😄.
Elvaraaaaaa...jujur amat 😂.
Tuh lihat reaksinya trio komentator 😂.
Raskaaaaa....jujur juga 😂👍🏻👍🏻.
Trio komentator langsung meledak ibaratnya sedang menyaksikan tanding sepak bola jagoannya tembus gawang 😄.
Raska kupingnya memanas - Elvara biasa...tanpa ekspresi bergumam - "Drama banget kalian." 😄.
Weeeeh Bella nguping.
Waduh masih ada lain kali - rencana jahat apa lagi Bella ??
Bella mimpimu cuma mimpi - mana ada jadi kenyataan - Raska tidak mungkin pilih kau.
Tiga temannya mengkhawatirkan kondisi Raska. Mereka bertiga peduli - kalimat yang keluar dari masing-masing cukup menghibur. Yang di rasa Raska ketegangan sedikit melonggar - menggeleng halus, bergumam lirih - "...kalian emang nyebelin." Ini bentuk ungkapan Raska yang "POSITIF," terhadap ke tiga temannya yang selalu ada untuknya.
( ***Ini Author mesti bikin cerita kelanjutan mereka berempat sampai masing-masing punya keluarga, pertemanan berlanjut 😄. )
Roy mimpinya ketinggian.
Elvara masih seperti biasa yang dilakukan ketika jam istirahat. Duduk di bawah pohon, membaca buku, sambil ngemil - kripik.
dan semoga si Roy selalu gagal dalam semua hal😄
Aku Sudah menduga, novel ini beda dari yang sebelumnya. Novel kali ini, selain memberikan pelajaram tentang ketulusan cinta, juga ada melibafkan Para medis juga.
Seperti Dokter Wira, Dokter Pesikiater Raska, Karen itu sangat mengguncang kejiwaan Raska, yang telah dia tanggung sejak usia 10 tahun. Untung saja Raska berusaha berobat, jika tidak, penyakitnya makin parah dan membuat tempramen Raska meningkat, yang bisa-bisa membuat dia tidak bisa tidur nyenyak, dan itu bisa mebuat dia menjadi emosional, bahkan mungkin bisa melempar barang-barang di Apartemen nya, jika sudah parah.
Mantap kak Nana... 🙏🙏🙏😁