Senja Ociana, ketua OSIS cantik itu harus menjadi galak demi menertibkan pacar sekaligus tunangannya sendiri yang nakal bin bandel.
Langit Sadewa, badboy tampan berwajah dingin, ketua geng motor Berandal, sukanya bolos dan adu otot. Meski tiap hari dijewer sama Senja, Langit tak kunjung jera, justru semakin bandel. Mereka udah dijodohin bahkan sedari dalam perut emak masing-masing.
Adu bacot sering, adu otot juga sering, tapi kadang kala suka manja-manjaan satu sama lain. Kira-kira gimana kisah Langit dan Senja yang punya kepribadian dan sifat bertolak belakang? Apa hubungan pertunangan mereka masih bisa bertahan atau justru diterpa konflik ketidaksesuaian?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiaBlue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Hengky Lagi
Langit menatap tajam Hengky yang sedang berjalan dengan teman-temannya di koridor kelas. Ia kini tengah berdiri di depan kelas Senja bersama Neo dan Rance. Entah kenapa Hengky bisa ada di koridor kelas XI IPA, padahal pemuda itu kelas XII IPS.
“Masih idup?” Hengky tersenyum sinis melirik luka di lutut Neo.
Rahang Langit mengeras, sedangkan Neo pun menggeram. Tebakan mereka sedari awal, rem blong motor Neo adalah ulah Hengky dan teman-temannya. Melihat ini, mereka semakin yakin jika tebakan mereka benar.
“Lo sendiri gue kira udah mati,” celetuk Rance membuat Langit dan Neo tertawa sinis.
Hengky menatap mereka sembari menggeram. “Anak tukang selingkuh sok gaya,” decihnya.
Mata Langit semakin menajam, tangannya terkepal. “Lo—”
“Dari pada lo, manusia tapi mirip setan. Lebih mantul dari jelangkung, datang gak diajak, pulang gak mau,” sela Rance tanpa beban.
Langit dan Neo menatap Rance dengan wajah cengo.
“Sejak kapan jelangkung kayak gitu?” tanya Neo.
Rance menoleh dan menatap Neo dengan ekspresi santai. “Sejak si Hengky jadi rajanya para jelangkung.”
“Pfft.” Neo menahan tawa, ia berdeham dan kembali serius menatap Hengky. “Lo jangan seneng dulu, masalah rem motor gue yang blong, lagi diusut sama bokap gue. Jadi lo sama temen-temen lo itu siap-siap aja.”
Hengky berdecih. “Kalian bener-bener pengecut, cuma bisa ngancem? Cuih.”
Neo balik berdecih. “Terserah lo mau percaya atau enggak. Jelasnya lo siap-siap aja, takutnya lo kencing di celana kalo nanti polisi dateng ke rumah lo.”
“Makanya dalam minggu ini, bagusnya lo pake pempers, biar sempak lo aman,” sambung Rance membuat Langit dan Neo akhirnya tertawa lepas.
Hengky menggeram, rahangnya mengeras dan tangannya terkepal. “Bangsat! Kalian masih mau perang, hah!”
“Ini di sekolah, jadi kali ini gue punya kuasa ‘kan?”
Suara tegas seseorang mengalihkan pertikaian dua kubu tersebut. Mereka menoleh dan melihat Senja keluar dari kelasnya. Senja menatap Hengky dengan pandangan datar.
“Apa gak bisa sehari aja lo gak cari masalah dan mancing orang lain?” sambung Senja kepada Langit.
Hengky tersenyum sinis. “Gak bisa, karna gue bukan cowok pengecut kayak pacar lo ini.”
Senja balik tersenyum, ia mengangguk pelan. “Lebih pengecut mana dari orang yang beraninya main jebak di belakang. Kalah duel, ajak perang, perang pun kalah, malah milih jalan licik, bikin rem motor lawan blong. Gue rasa, tipe orang kayak gini, lebih rendah dari pengecut.”
Hengky mengepalkan tangannya, matanya menajam serta memerah menatap Senja. Langit pun langsung maju dan menarik sang tunangan untuk menjauh dari Hengky. Segilanya Langit yang terkenal berandal di sekolah itu, lebih tidak waras Hengky, karena pemuda itu menindas orang lemah tetapi beraninya hanya ketika beramai-ramai.
“Pergi kalo lo gak mau pulang pincang kayak malem itu,” desis Langit menatap Hengky begitu dingin.
“Gak papa dibikin pincang lagi, mungkin dia mau libur 1 minggu lagi. Duel beberapa menit langsung pincang, eh tau-tau libur 1 minggu karna kaki pincang. Hari ini nongol, langsung mancing masalah lagi,” decih Neo sinis.
“Sekalian aja dislepet itu bibir. Congor terlalu banyak bacot, tapi kemampuan kayak eek semut,” sambung Rance.
“Heh, kalian sedang apa di situ? Kenapa belum pulang!”
Suara teriakan seorang guru laki-laki di ujung sana mengalihkan perhatian. Kondisi koridor kelas itu saat ini memang jadi ramai karena siswa lain menonton, berharap ada baku hantam antara Langit dan Hengky.
“Bubar bubar! Kenapa kalian malah menumpuk di sini?” Pak Jenggot kembali berteriak. “Astaga, kalian lagi kalian lagi. Kalian ingin berkelahi lagi, hah? Pulang cepat, pulang!”
“Kita gak mau berantem, kok, Pak,” jawab Rance.
“Terus kenapa kumpul-kumpul di sini? Kalian biasanya ‘kan selalu saja berantem, apalagi ini Langit sama si Hengky. Sudah, pulang sekarang. Giliran sudah jam pulang masih di sini, waktu jam belajar malah bolos, ck ck ck, anak muda jaman sekarang aneh-aneh saja,” celoteh Pak Jenggot.
“Kami lagi debat, Pak. Bahas jelangkung,” tutur Rance lagi.
Pak Jenggot menatap Rance dengan kening berkerut. “Kenapa pula kalian bahas jelangkung? Kalian mau memanfaatkan untuk cari uang, iya? Mau ritual malam kalian?”
“Emangnya jelangkung sekarang bisa dipake buat cari uang, Pak? Udah lebih canggih dari tuyul, dong?” celetuk Rance membuat Langit, Senja dan Neo menepuk kening mereka lelah.
“Udah, Yo, udah. Gak usah ngomong lagi,” sela Senja gemas. “Kami di sini memang hanya bertegur sapa biasa aja, Pak. Gak ada perkelahian, kok. Ini kami juga mau segera pulang.”
“Oh, ternyata ada Senja di sini, Bapak tidak lihat tadi. Bagus ‘lah kalau begitu, pulang sekarang, bubar semuanya,” ujar Pak Jenggot.
“Iya, Pak. Kami pulang dulu, ya, Pak.” Senja menarik Langit untuk segera pergi dari sana. “Ce, bantuin Neo jalan.”
Rance mengangguk. “Ayo.”
“Digendong ‘kan?” tanya Neo tersenyum lebar.
“Ck, gak usah manja lo. Tuyul aja yang kecil gak manja, dia mandiri, bisa cari duit sendiri, dibagi sama majikannya pula.”
Neo mendengkus. “Apa hubungannya sama tuyul, anying?”
“Hubungannya, tuyul it—”
pi klo kelen percaya satu sama lain pst bisa
klo ada ulet jg pst senja bantai
kita lanjut nanti yaaahhhhh