NovelToon NovelToon
Chaotic Enigma : Leveling Reincarnation

Chaotic Enigma : Leveling Reincarnation

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Reinkarnasi / Iblis / Epik Petualangan / Perperangan / Solo Leveling
Popularitas:428
Nilai: 5
Nama Author: Adam Erlangga

Di dunia lama, ia hanyalah pemuda biasa, terlalu lemah untuk melawan takdir, terlalu rapuh untuk bertahan. Namun kematian tidak mengakhiri segalanya.

Ia terbangun di dunia asing yang dipenuhi aroma darah dan jeritan ketakutan. Langitnya diselimuti awan kelabu, tanahnya penuh jejak perburuan. Di sini, manusia bukanlah pemburu, melainkan mangsa.

Di tengah keputusasaan itu, sebuah suara bergema di kepalanya:
—Sistem telah terhubung. Proses Leveling dimulai.

Dengan kekuatan misterius yang mengalir di setiap napasnya, ia mulai menapaki jalan yang hanya memiliki dua ujung, menjadi pahlawan yang membawa harapan, atau monster yang lebih mengerikan dari iblis itu sendiri.

Namun setiap langkahnya membawanya pada rahasia yang terkubur, rahasia tentang dunia ini, rahasia tentang dirinya, dan rahasia tentang mengapa ia yang terpilih.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adam Erlangga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 25

Pagi hari pun tiba. Sinar mentari menembus jendela, menyapu lantai kamar yang dingin. Rudy masih terlelap di atas lantai, napasnya teratur, seolah dunia di sekitarnya tak ada. Sementara itu, Emma sudah berdiri rapi dengan pakaian lengkap, siap memulai hari.

"Seperti biasa, dia tidur lelap. Padahal tubuhnya tidak butuh tidur… mungkin ini kebiasaan saat dia masih di dunianya dulu," gumam Emma sambil duduk, matanya memandang Rudy yang terbaring.

"Hem, sebaiknya aku tidak mengganggunya," ujarnya pelan. Ia pun berdiri dan melangkah keluar kamar.

Di bar makan, aroma roti panggang dan sup hangat memenuhi udara. Lilia tengah memesan makanan di meja dekat jendela.

"Lilia," sapa Emma.

"Ah, Emma. Kau datang," jawab Lilia sambil tersenyum tipis.

"Apa Marco belum datang juga?" tanya Emma sambil melirik ke arah pintu.

"Laki-laki memang suka tidur. Biarkan saja mereka," jawab Lilia santai.

"Lalu, apa rencanamu hari ini?" tanya Emma lagi.

"Sebenarnya aku ingin pergi berbelanja. Kau mau ikut?" tawar Lilia.

"Hem, kalau itu sudah kebiasaan perempuan. Baiklah, mari kita pergi," kata Emma sambil tersenyum kecil.

"Kita sarapan dulu di sini, setelah itu baru berangkat," kata Lilia.

"Baiklah," jawab Emma singkat.

Beberapa waktu kemudian, di bar makan yang sama, kursi berderit saat Rudy menariknya untuk duduk.

"Hoaam…" Rudy menguap lebar, mengusap matanya.

"Apa kau ingin tidur seharian,? Ini bahkan sudah siang," kata Marco yang tengah menikmati makanannya.

"Di mana yang lainnya?" tanya Rudy sambil melirik sekeliling.

"Kata pelayan, mereka sudah pergi dari pagi," jawab Marco.

"Hem… kira-kira ke mana mereka?" Rudy bertanya lagi, nada suaranya penuh rasa ingin tahu.

"Aku juga tidak tahu. Jadi, apa rencanamu hari ini?" sahut Marco.

"Tentu saja kita akan keluar melihat-lihat kota ini," jawab Rudy mantap.

"Baiklah, mari kita pergi," ucap Marco.

"Tunggu Marco. Biarkan aku makan dulu," kata Rudy.

"Pelayan! Tambah satu porsi makanan lagi!" seru Marco.

"Baik, Tuan," sahut pelayan itu dengan cepat.

Tak lama kemudian, mereka berdua berjalan menyusuri jalan utama menuju pusat kota. Hiruk pikuk pedagang yang berteriak menawarkan dagangan bercampur dengan riuh pembeli yang menawar harga.

"Tempat ini sangat ramai… baru kali ini aku melihat kota kuno seperti ini," kata Rudy sambil mengamati sekeliling.

"Kota seperti ini kau sebut kuno? Justru ini sudah modern," sahut Marco.

"Kau tidak akan mengerti maksudku," balas Rudy singkat.

"Kemana kita akan pergi?" tanya Marco.

"Aku sendiri tidak tahu. Kita jalan saja keliling kota," jawab Rudy.

Tanpa sadar, langkah mereka membawa keduanya ke daerah pinggiran. Jalan mulai sempit, bangunan reyot berdiri tak teratur.

"Tempat ini terlihat kumuh sekali," ucap Rudy.

"Apa sebaiknya kita kembali saja?" tanya Marco.

"Tapi aku penasaran dengan pelabuhan yang diceritakan Emma. Kira-kira di mana lokasinya ya.?" kata Rudy.

"Kita akan tersesat kalau tidak bertanya," jawab Marco.

Belum sempat mereka memutuskan, suara tangisan anak kecil yang keras memecah suasana.

"Em…?" Rudy tertegun.

"Dari arah sana Rudy! Cepat!" seru Marco sambil berlari.

"Tunggu, Marco!" seru Rudy mengejar.

"Firasatku buruk!" kata Marco sambil mempercepat langkah.

Mendadak Marco berhenti. Matanya memerah, rahangnya mengeras. Rudy melihat pemandangan di depan mereka, dan hatinya ikut terhentak.

"Apa yang mereka lakukan?" tanya Rudy.

"Mereka menindas yang lemah," jawab Marco dengan suara berat.

Di depan mereka, seorang anak laki-laki sekitar 7 tahun menangis, tubuhnya gemetar.

"Hiks… ampuni saya, Tuan!" isaknya.

"HEH?! Pengemis seperti kau harusnya mati saja!" bentak seorang pria, tangannya menghantam tubuh mungil itu.

"Hahaha! Patahkan kakinya!" sahut yang lain.

"Uhuk… ampuni saya…!" Anak itu batuk darah, tubuhnya meringkuk.

"Kami hanya mempercepat ajalmu. Orang seperti kau tak pantas tinggal di kota ini," ucap orang ketiga.

"Sebaiknya kau susul temanmu di alam sana," tambah orang pertama dengan nada kejam.

Tiga pria itu memukuli anak kecil itu hingga darah mengalir membasahi tanah.

"Bajingan…" desis Marco.

"Apa yang kalian lakukan?!" seru Rudy.

"Hem? Siapa kalian?!" sahut salah satu dari mereka.

"Berhenti! Dia sudah tidak bisa bicara lagi!" kata Rudy tegas.

"Berani sekali kau memerintah kami!" balas orang itu.

"Hem, sepertinya mereka butuh dihajar," ucap orang pertama.

Orang ketiga lalu menunjukkan lambang bangsawan di dadanya. "Apa kalian tau ini apa.?apa jangan-jangan kau juga tidak kenal lambang ini?"

"Apa itu penting?" balas Rudy dingin.

"Para bangsawan kelas rendah pun hormat pada kami!" seru mereka.

"Aku tidak mau basa-basi lagi," kata Marco sambil mengeluarkan auranya.

"Marco, Jangan gunakan kekuatanmu berlebihan, cukup patahkan saja kaki dan tangan mereka," ucap Rudy.

"Hahaha! kau mengancam kami ya?!" mereka tertawa meremehkan.

"Hajar mereka!" seru orang pertama.

Orang ketiga lalu mengangkat tangannya, sihir api menyala.

WOSH! Api meluncur cepat menuju Rudy dan Marco. BREDOM! Ledakan kecil terjadi, asap menutupi pandangan.

"Hanya segini?" ucap Rudy santai. Ia mengibaskan tangan, asap pun tersapu pergi.

"M-mustahil!" wajah mereka pucat.

"Sekarang giliran mu Marco!" kata Rudy. Tubuhnya menghilang sekejap, lalu muncul di depan anak kecil itu.

"Lihat kananmu!" seru Marco, lalu BUOK! orang pertama tumbang seketika.

"Sialan, hanya sekali serang.?" sahut orang ketiga.

Dua sisanya mundur ketakutan. Marco menatap mereka berdua dengan tajam.

"Bukankah itu yang kau lakukan pada anak kecil. sekarang kalian mundur hanya karena temenmu pingsan." kata Marco.

Kedua orang itu hanya menelan ludah. Dengan sekejap mata, Marco tiba-tiba berada di depan orang ketiga.

BRAAK! Pukulan telak mendarat di wajahnya, dan ia langsung tumbang seketika. Orang kedua ketat ketir gemetar. Dia mundur beberapa langkah dengan raut wajah ketakutan.

"Berhenti, aku bisa melaporkanmu." saut orang kedua

"Laporkan saja, dan jangan sampai lupa dengan wajah tampan ku ini." saut Marco.

Orang kedua hanya terdiam dalam ketakutan. Marco pun langsung memukulnya dengan keras, bahkan satu giginya sampai copot, darah mengalir keluar dari mulutnya.

"Uharg, Uuh. " dan langsung pingsan.

Marco memukulnya tanpa ampun, dan terus memukulnya sampai darah berceceran kemana-mana, sampai Rudy berteriak padanya...

"Berhenti Marco!" teriak Rudy.

Tapi Marco terus memukul, wajahnya dipenuhi amarah.

"MARCOOO!" bentak Rudy, suaranya menggema.

"Ha?" Marco terhenti.

"Kau sama seperti mereka, menyerang yang lemah," kata Rudy.

Marco menunduk, napasnya berat. "Ah… aku tidak sadar…"

"Biarkan mereka. Kita pergi dari sini," ucap Rudy, lalu menggendong anak itu.

....

Beberapa saat kemudian, mereka berjalan di gang sepi.

"Semoga tak ada yang melihat kejadian barusan," kata Rudy.

"Kalau mereka tau, para bangsawan tidak akan tinggal diam," balas Marco.

"Biarkan saja. Yang penting sekarang adalah, kita tersesat," Rudy kebingungan.

Mereka berhenti di dekat pojok benteng. Rudy menurunkan anak itu dan memeriksanya.

"Tangannya patah, perut dan kepalanya memar parah. Organ dalamnya juga terluka," jelas Rudy.

"Apa bisa disembuhkan?" tanya Marco.

"Bisa… tapi potion ini tidak mau masuk. Dia selalu memuntahkannya," kata Rudy sambil mengernyit.

"Biar aku coba," ucap Marco.

"Kita harus cepat Marco. Denyut nadinya lemah," ujar Rudy cemas.

"Tunggu… sepertinya tenggorokannya rusak. Bagaimana ini?" Marco mulai panik.

"Heh?" Rudy terkejut.

Tiba-tiba seseorang memergoki merek berdua.

"Sedang apa kalian di sana?" terdengar suara dari belakang.

"Emma?" Rudy menoleh.

....  

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!