“Lo cantik banget, sumpah,” bisiknya. “Gue gak bisa berhenti mikirin lo. Pingin banget lakuin ini sama lo. Padahal gue tahu, gue gak seharusnya kayak gini.”
Tangan gue masih main-main di perutnya yang berotot itu. “Kenapa lo merasa gak boleh lakuin itu sama gue?”
Dia kelihatan kayak lagi disiksa batin gara-gara pertanyaan itu. “Kayak yang udah gue bilang ... gue gak ngambil apa yang bukan milik gue.”
Tiba-tiba perutnya bunyi kencang di bawah tangan gue, dan kita berdua ketawa.
“Oke. Kita stop di sini dulu. Itu tadi cuma ciuman. Sekarang gue kasih makan lo, terus lo bisa kasih tahu gue alasan kenapa kita gak boleh ciuman lagi.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teman Makan Malam
"Dia gak ada di kota ini. Dan gak bakal ada. Dia gak boleh dekat-dekat sama gue.Tapi cuma bokap gue yang tahu soal ini, dan gue pingin tetap kayak gitu."
"Bokap lo tahu ada orang yang bikin lo takut dan orang itu masih hidup?" tanya Nauru, rahangnya kencang banget sekarang.
"Gak semua masalah bisa diselesain pakai kekerasan, Nauru. Dia anak dari orang yang punya kuasa besar. Bakal ribet buat keluarga gue kalau sampai ada yang tahu."
"Dia nyentuh lo? Anjing!" Nada suaranya penuh amarah sampai bikin bulu kuduk gue berdiri.
”Dia nyoba, tapi gagal. Dia nggak bakal bisa napas atau jalan lagi kalau dia benar-benar ngelakuin itu." Gue sudah jutaan kali mikir, apa jadinya kalau gue nggak kabur dari sana saat itu juga.
Mata dia mencari tatapan gue, "Tapi dia tetep ngelakuin sesuatu ke lo."
"Lo sadar ini Hari Valentine, kan? Gue nggak pingin ngobrolin hal ini sekarang." Dia naikin sebelah alisnya, dan gue langsung sadar betapa anehnya kalimat gue. "Bu—bukan maksud gue ngira ini kencan. Ya, ampun, nggak sama sekali."
Gue tutup muka pakai satu tangan, yang satu lagi masih ada di telapak tangannya yang besar itu. "Maksud gue, obrolan kayak gini agak terlalu berat buat dibicarain di gym."
Dia mengangguk. "Kadang dengan bercerita itu bisa membantu."
"Oke. Lo mau tahu apa yang terjadi? Kasih tahu dulu ke gue kenapa lo bersikap kayak benci banget sama keluarga gue?" Gue menunjukkan tangan gue yang masih di antara kami.
"Maksud lo?"
"Ya, gue bikinin lo shake protein buat bantu latihan. Lo ngajarin gue tinju, duduk bareng di bangku ini pas Hari Valentine. Menurut gue sih, itu berarti kita berteman."
"Gue nggak pernah berteman sama cewek. Dan terus terang, gue nggak tahu bisa berteman sama lo apa nggak."
Itu rasanya kayak ditampar. Sepertinya dia masih punya benci ke gue. Gue tarik tangan gue dan langsung berdiri.
"Oke. Ya udah, mending kita selesaiin aja ini semua." Gue jalan cepat ke arah pintu, tapi dia langsung mencekal pergelangan tangan gue. Tapi sentuhan Nauru nggak bikin gue takut. Gue berbalik, dada gue nempel ke dadanya.
"Gue nggak maksud kayak gitu," katanya, sambil mencari mata gue lagi.
"Lo udah marah sama gue sejak hari pertama lo masuk ke kafe. Itu yang lo maksud, kan?" desah gue kesal.
Dia tetap tenang. "Gue bilang gue nggak yakin bisa jadi teman lo, karena cara gue mikirin lo tuh bukan kayak teman."
Gue telan ludah, mencoba tenang. "Terus... gimana lo mikirin gue? Sebagai musuh lo, iya?"
Dia keluarkan napas panjang, kayak frustrasi karena harus menjelaskan semuanya. "Kebanyakan, gue mikirin lo lagi telanjang. Gue mikir kayak gimana penampilan lo. Gimana reaksi lo pas gue nyentuh lo. Gimana bibir lo waktu nyium gue. Gimana ekspresi lo ... Pas orgasme."
Halo, Nauru.
Si anak emas akhirnya muncul.
Dan gue ...
Gue sudah di sini.
Siap buat ini semua.
Napas gue sudah ngos-ngosan sekarang.
"Jadi kenapa lo nggak cium gue aja biar tahu langsung?" bisik gue.
"Karena gue nggak ngambil yang bukan milik gue, Ailsa."
Dia bicara begitu, serius banget, penuh harga diri.
"Moral lo tuh, huftt, capek banget, sumpah," keluh gue.
Dia ketawa, dan suara tawanya menggema di gym besar itu yang atapnya tinggi dan lantainya dari semen.
Jangan tanya bagaimana caranya, tapi tempat dingin dan bau keringat ini, malah jadi momen paling romantis yang pernah gue rasakan.
Karena ada koneksi aneh antara gue sama dia.
Sesuatu yang belum pernah gue rasain sebelumnya. Dan pas tahu dia juga lagi berjuang kayak gue, malah bikin gue makin menginginkan dia.
"Gue nggak pernah dibilang bermoral. Jangan kasih gue pujian yang nggak pantas gue dapat."
"Ya ampun, jangan sampai ada yang kasih pujian berlebihan ke lo ya, Nauru."
Tatapan dia turun ke bibir gue. "Mungkin gue cuma jago muji orang yang memang gue suka aja."
Tolong.
Lakuin sekarang juga.
"Lo suka sama gue, kan, Rabbit Boy?"
Dia mengangguk. "Suka itu satu hal. Tapi bertindak soal itu, itu beda cerita."
"Karena lo benci keluarga gue?" Gue memutar mata. "Lo tahu, gak? Itu tuh alasan paling absurd."
"Kita dari dunia yang beda, Ailsa. Gue ragu orang tua lo bakal senang lo dekat sama gue."
"Nyokap-bokap gue nggak ngatur siapa yang boleh gue pacarin."
"Lo aja nggak bisa bilang ke mereka kalau kakak lo lagi di kota, padahal itu anak mereka juga. Lo tahu sendiri lo nggak bakal bisa cerita itu ke mereka. Lo banyak banget jawaban, tapi gue nggak yakin lo udah mikirin ini semua benar-benar."
"Dan gue yakin lo kebanyakan alasan," balas gue. Hasrat pingin cium dia sudah sampai di titik menyiksa. Tangan gue menggenggam kausnya.
"Gue cuma ngomong jujur." Ibu jarinya meraba pelan bibir bawah gue.
"Bilang ke gue kenapa lo benci banget mereka?!!" bisik gue.
"Bilang ke gue siapa yang bikin lo takut sampai lo harus pingsan di atas ring."
Gue naikin sebelah alis. "Jadi, kalau gue cerita, lo bakal kasih tahu gue apa yang gue pingin tahu?"
"Kira-kira gitu lah."
Tapi gue belum siap buat cerita ke siapa pun soal apa yang sebenarnya terjadi sama Jully. Bagaimana kalau Nauru malah cerita ke teman-temannya?
Bokap gue nggak bakal pernah maafin gue kalau kabar soal anak dari rekan bisnisnya itu bocor ke mana-mana.
"Terus gimana kalau gue nggak cerita?" tanya gue.
"Ya, berarti gue lagi makan malam bareng teman cewek pertama gue. Gue laper banget nih. Temanin makan bareng, yuk?" Dia nyengir.
"Iya, makan bareng. Tapi ini Hari Valentine, jadi kayaknya kita nggak bakal dapat tempat di mana-mana ... kecuali di Roadcheese Dinner."
"Berarti kita bakal makan grilled cheese sama Lava Chicken, Beans. Gue yakin ini bakal jadi Hari Valentine terbaik." Nada suara dia menggoda banget.
Tapi jujur, gue juga nggak pernah mengalami malam Ventine sebahagia ini. Gue nggak tahu apa yang sedang terjadi antara gue sama Nauru, tapi gue suka.
Banget.