Dibunuh oleh putrinya sendiri membuat Kayana bersumpah untuk membalas setiap perbuatan keji sang putri saat ia diberikan kesempatan untuk hidup kembali. Doanya terkabul ia diberikan kesempatan hidup lagi, apakah ia akan membalas dendam kepada sang putri atau luluh karena sang putri berubah menjadi anak baik???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Its Zahra CHAN Gacha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebencian Yang membara
Sementara itu di rumah keluarga Wijaya, Vanesa tampak bukan main setelah menerima telepon dari kekasihnya Russel. Ia berkeringat dingin, mondar-mandir di kamarnya.
"Apa yang harus aku lakukan?" gerutunya.
Pikiran pertamanya adalah meminta bantuan Shela. Ia segera menghubungi wanita itu dan memintanya untuk memberikan uang. Namun reaksi Shela di luar dugaan.
"Apa kamu sudah gila!" bentak Shela lewat sambungan telepon. "Ini akibatnya Kalau kamu gegabah, kita semua bisa tamat jika Russel sampai buka mulut!"
"Aku butuh uang itu, Momy! Kalau tidak Russel bisa mengungkap semuanya!" desak Vanesa.
Namun Shela malah tertawa sinis "Kalau begitu, manfaatkan nenekmu. Kamu adalah cucu satu-satunya keluarga Wijaya, Vanesa. Gunakan posisi itu. Nyonya Wijaya akan melakukan apapun demi kamu. Mengertikah?"
Mendengar saran itu, mata Vanesa berbinar. Ia segera menyusun rencana. Ia tahu betul kelemahan neneknya, wanita tua itu begitu sayang terhadap dirinya.
"Benar juga, aku bisa memanfaatkan wanita tua itu dan meminta apapun darinya,"
Vanesa segera keluar kamar dan menghampiri sang nenek yang masih terbaring di ranjangnya.
"Selamat malam Nenek?" sapanya dengan wajah ceria
Nyonya Wijaya tampak sumringah saat melihat cucu semata wayangnya.
"Kamu belum tidur??"
"Aku tidak bisa tidur nek,"
"Kenapa sayang, apa yang membuat cucu nenek tidak bisa tidur??"
Vanesa tersenyum sinis mendengar jawaban sang nenek. Ia pun mulai mengarang cerita untuk mendapatkan uang seratus juta darinya. Seperti dugaan Shela tanpa basa-basi Nyonya Wijaya langsung memberikan apa yang diminta oleh gadis itu.
Mala yang melihat gelagat Vanesa mendekati sang ibu mulai curiga. Ia memperhatikan betapa tiba-tiba Vanesa berubah menjadi cucu yang manis dan perhatian pada Nyonya Wijaya. Memberi bunga, memijat kaki, dan bahkan menemani sang nenek mengobrol setiap malam.
Namun di balik semua itu, Vanesa punya niat busuk.
Suatu hari, saat Mala hendak menegur Vanesa atas ulahnya, Vanesa langsung bersandar manja di pangkuan sang nenek. Kini gadis tujuh belas tahun itu sudah pandai memanfaatkan situasi. Ia bahkan berani mengancam sang ibu.
"Ibu, Kalau ibu berani memarahi ku, aku bisa buat jantung nenek kambuh," bisiknya dengan suara licik namun penuh ancaman.
Mala tertegun. Ia sadar Vanesa memanfaatkan keadaan. Tangannya mengepal kuat, menahan emosi.
Laston yang diam-diam menyaksikan kejadian itu dari kejauhan, mendekat pada Mala dan berbisik, "Sabar, dek. Kita akan buktikan semuanya. Percayalah."
Mala menahan diri. Dalam hatinya, ia bersumpah, Vanesa harus membayar semua dosanya.
Sementara itu, Laston bergerak dengan hati-hati. Ia tahu konfrontasi langsung bisa membuat keadaan makin buruk. Maka diam-diam, saat Vanesa tertidur di kamar neneknya, ia mengambil sampel rambut gadis itu beberapa helai rambut yang menempel di sisir emas milik Vanesa.
Ia segera mengirim sampel itu ke laboratorium untuk dicocokkan dengan DNA Mala, tanpa sepengetahuan adiknya.
Beberapa hari kemudian, hasilnya keluar.
Laston membaca lembaran hasil itu dengan wajah serius. Matanya melebar tak percaya.
Vanesa... bukan anak Mala.
Tubuhnya terasa lunglai. Segala kecurigaan yang selama ini hanya firasat kini menjadi kenyataan yang tak terbantahkan.
Berarti... Putri.
Putri adalah darah daging Mala yang sesungguhnya.
Laston menggenggam erat hasil tes itu. Ia sadar, rahasia ini adalah kunci untuk mengungkap semua kejahatan yang terjadi.
Namun ia juga sadar, membongkar semuanya sekarang bisa menghancurkan keluarga Wijaya dalam sekejap.
Laston menatap ke luar jendela, ke arah malam yang mulai turun perlahan.
Saatnya menentukan langkah selanjutnya. Dan saatnya Vanesa membayar semua yang telah ia lakukan.
Laston memandangi hasil tes DNA itu berkali-kali, mencoba menenangkan pikirannya. Hatinya ingin segera memberitahu Mala bahwa Putri adalah darah daging keluarga Wijaya yang sebenarnya. Namun pandangan matanya terpaku pada sosok Nyonya Wijaya yang duduk di taman belakang, tersenyum cerah saat Vanesa mendekap lengannya.
"Cucuku satu-satunya," bisik Nyonya Wijaya, penuh kasih.
Melihat pemandangan itu, Laston mengurungkan niatnya. Ia tahu, kebenaran ini akan menghancurkan wanita tua itu. Ia harus mencari waktu yang tepat. Untuk sekarang, rahasia itu harus disimpan rapat-rapat.
Sementara itu, Putri masih terbaring koma di rumah sakit, bertarung antara hidup dan mati. Namun bukannya merasa bersalah, Vanesa malah dipenuhi ketakutan dan kebencian. Ia merasa selama Putri hidup, ancaman untuknya tetap ada. Ia harus menghilangkan Putri apapun caranya.
Malam itu, bersama Shela dan ayahnya, Haris, Vanesa menyelinap ke rumah sakit. Mereka berpakaian seperti pengunjung biasa, bergerak hati-hati menuju ruang rawat Putri. Haris berdiri di pintu, mengawasi situasi, sementara Shela membimbing Vanesa mendekati tempat tidur Putri.
"Segera. Sebelum ada yang datang," bisik Shela.
Dengan tangan gemetar karena gugup dan kebencian, Vanesa menggapai selang oksigen Putri, bersiap untuk mencabutnya. Namun saat itu juga, suara keras membelah keheningan.
"BERHENTI!"
Mala menerobos masuk, matanya berkilat marah. Ia langsung menghampiri Vanesa, menarik tubuh gadis itu dengan kasar menjauh dari Putri.
Plak!
Tamparan keras mendarat di wajah Vanesa, membuatnya terhuyung.
"Apa yang kau lakukan, Vanesa?!" bentak Mala, nadanya nyaring penuh emosi.
Vanesa, bukannya takut, malah membalas dengan kata-kata yang menusuk.
"Dasar wanita sialan!" teriak Vanesa penuh benci. "Kalau saja kamu tidak kaya, aku tidak akan sudi jadi anakmu!"
Mala terdiam sesaat, dadanya sesak mendengar hinaan itu. Lalu, dengan kemarahan yang meledak, ia kembali menampar Vanesa, lebih keras dari sebelumnya.
Plakkk!
Shela berusaha menarik Vanesa pergi, namun Mala lebih cepat. Ia menggenggam lengan Vanesa dengan kuat.
"Kamu bukan anakku!" gumamnya dalam hati, penuh luka.
Tapi untuk sekarang, ia masih harus menahan semua itu. Ia belum bisa membuka semuanya di depan umum. Belum saatnya.
"Keluar dari sini!" bentak Mala. "Kalau kalian berani menyentuh Putri lagi, aku sendiri yang akan melaporkan kalian ke polisi!"
Dengan terpaksa, Vanesa, Shela, dan Haris melarikan diri dari rumah sakit, wajah mereka dipenuhi amarah dan ketakutan.
Mala memeluk Putri yang masih koma, air matanya jatuh membasahi pipi gadis itu.
"Maafkan Ibu, Ibu janji akan lindungi kamu," bisiknya lirih.
Dalam hatinya, Mala bersumpah, ia akan membalas semua kejahatan Vanesa dan kroninya, apapun risikonya.
hadeh ada juga yg kyk gtu