Senin, Jumat
“APA?! Jadi kamu pembunuh?!”
Lise membeku.
Matanya membesar, lalu
“ASTAGA! Jadi kekasihku SEORANG PEMBUNUH? Ya ampun, senangnyaaaaa~!! 😍❤️”
Kevin cuma bisa bengong.
Ia pikir Lise bakal kabur... ternyata malah makin nempel dan mulai nanya-nanya, “Korban pertamamu siapa?”
“Berarti... kamu bakal bunuh siapa pun yang nyakitin aku, kan?”
Kevin terdiam, lalu mengangguk. "Tentu saja"
Lise tersenyum lembut, tapi gila.
🔪❤️✨
✨Ini kisah tentang Lise, gadis biasa yang cuma pengen hidup damai. Tapi semua berubah sejak dia bertemu Kevin, pria pendiam dengan masa lalu yang... berdarah.
Tapi entah kenapa, cinta justru tumbuh di antara dua jiwa yang tak seharusnya bersatu.
Lise tak takut. Bahkan ketika kenyataan paling kelam muncul, dia tetap memilih untuk bertahan.
kadang... cinta tidak datang dari tempat yang aman. Tapi dari seseorang yang diam-diam... bersedia membunuh dunia, demi kamu.
[Novel ini masih dalam tahap REVISI, akan ada sedikit perubahan dan pasti ada TYPO juga😌]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evelyne lisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
// Bab 25 - Jealous //
Kevin terdiam sebelum tersenyum lebar. Pikirannya melayang, membayangkan wajah cantik Lise yang membuat jantungnya sedikit melompat-lompat.
Essert terdiam kaku, jelas tidak menyangka dengan reaksi Kevin yang sangat berbeda. Ah, tidak, bukan berbeda. Tetapi itu adalah ekspresi yang belum pernah terlihat sejak Kevin berusia sepuluh tahun.
"Kelinci putihku yang melakukannya," ujar Kevin sembari terus mengukir senyumnya.
"Segini saja, Ayah. Saya akan kembali."
Essert tersenyum, entah perasaan apa yang menyangkut di hatinya. Namun, Essert merasa lebih lega melihat Kevin yang tampak lebih tenang.
"Baguslah, semoga kau selalu seperti itu, Keke."
🌸🌸🌸
Derungan motor terdengar. Kevin segera turun dari motornya, namun ia mengerutkan keningnya ketika mendengar suara tawa dari dalam rumahnya.
Dengan cepat, Kevin membuka pintu dan terkejut melihat Lise dan Jared yang menoleh ke arahnya.
"Kevin! Kau sudah kembali!"
Ujar Lise antusias, lalu berlari ke arahnya. Sementara itu, Kevin hanya menatap tajam ke depan.
Entah apa yang dirasakannya, namun rasa kesal mulai menyeruak di hatinya. Apalagi, melihat Jared yang hanya mengenakan handuk untuk menutupi tubuh bawahnya saja, dengan itu, amarah Kevin tak tertahankan.
"lagi ngapain kalian?!" tanya Kevin dingin, tangannya mengepal sambil terus melangkah dan duduk di sofa.
"Kita lagi ngobrol" jawab Lise sambil duduk di samping Kevin.
"ngobrol?" ulang Kevin dengan nada yang sedikit mengejek.
"Benar, tadi Lise terlihat murung. Apa kau ingin tahu alasannya?"
Bisik Jared pada Kevin. Kevin malah tambah murka, namun untungnya dia masih bisa mengendalikan ekspresinya.
"Pakai baju saja dulu sana, Jared. Gak sopan banget penampilan begitu di depan seorang gadis," ujar Kevin dengan tatapan tajam, tatapan yang seakan akan membunuh bila tidak dituruti.
"Ah, maaf, saya tidak sopan. Kalau begitu, saya akan segera mengenakan pakaian."
"Bacod banget sih?! Pake ya tinggal pake sana!" pekik Kevin tambah kencang.
Kini terlihat mata Kevin yang benar-benar marah. Dengan geli, Jared berdiri dan pergi ke ruang ganti di sebelah kamar mandi.
"Ada apa denganmu, Kevin? Kok keliatannya kesel banget" kata Lise sambil menatap Kevin yang kini menatapnya.
"Bagaimana menurutmu?" tanya Kevin serius. Tatapannya membuat Lise sedikit kaku.
"Ha? Apanya?"
"Jangan pura-pura gak ngerti, Lise. Aku tahu kau ngerti apa yang aku maksud" ujar Kevin, keningnya sudah mengkerut menahan kesal.
"Mana bisa aku ngerti kalo kamu tiba-tiba nanya gitu? Seenggaknya bilang apa 'hal' yang berkaitan dengan kata 'bagaimana menurutmu' itu."
Ujar Lise sambil menyilangkan kakinya di atas sofa dan menatap Kevin dengan beringas.
"Tubuh."
Ucap Kevin dingin. Lise memiringkan kepalanya mendengar pernyataan itu.
"Tubuh? Tubuh apa?"
Kevin menatap tajam Lise, yang kini menyadari apa yang dimaksud Kevin.
"Hah! Oh, hahaha, ya ampun, Kevin. Kau ini benar-benar deh" Kevin menggeram kesal saat Lise menertawakannya.
"Jawab aku! Gimana menurut kamu, hah? Kamu suka ya, sama tubuh yang berotot dan kekar itu?"
Lise menangkup wajah Kevin dengan kedua tangannya, menatap mata suaminya Kevin dalam.
"Aku lebih menyukaimu dari pada tubuh yang berotot itu." Gumam Lise pelan, Kevin tersentak dengan gumaman nya.
"Apa? Kau bilang apa?" mata Kevin melotot seperti mau keluar. "Aku bilang, aku gak suka tubuh berotot itu."
"nggak! Bukan, sebelumnya!" Lise mencubit gemas pipi Kevin sebelum berpindah ke posisi semula.
"Apa memangnya? Aku cuma bilang yang tadi, tuh."
"cih, gak mau jujur ya kamu" Ujar Kevin tersenyum sebelum melonjorkan kakinya ke meja.
"Omong-omong, Jared bilang kau tadi murung, Kenapa?"
Lise tertunduk diam, tak bersuara. Hatinya kembali kesal, memburuk, tapi sekarang Lise merasa lebih tenang dibanding saat di sekolah.
Kini Kevin yang menangkup wajah Lise dan membuatnya menghadap padanya. Wajah semburat Lise membuat Kevin ingin mencubit pipinya. Ah, tidak. Sangat membuat Kevin ingin menggodanya.
"Ceritain, Lise." Ujar Kevin sambil terus menangkup wajah Lise dan menatapnya.
"Gak mau, Keke."
Kevin perlahan mendekatkan wajahnya hingga hanya tersisa beberapa inci, membuat Lise tersentak dengan kelakuan sobatnya itu.
"Kalo gak cerita, aku cium, loh." Lise merona merah sebelum menepis tangan Kevin dari wajahnya.
"Baiklah, baiklah, aku cerita." Ujarnya sebelum mengangkat kakinya ke sofa dan bersandar di bahu Kevin.
"Hari ini, ada direktur datang ke sekolah." ujar Lise hampir seperti bisikan.
"Direktur? Apa direktur Clark?"
"Clark? Kau tahu?" Tanya Lise sambil menatap Kevin, penasaran.
"Iya, semua orang mengetahuinya. Dia direktur dari perusahaan EXA, kan? Dia itu investor sekolah itu, dan dia biasanya juga mendanai study tour setahun sekali."
Jelas Kevin sambil mengusap kepala Lise yang bersandar di bahunya. Lise hanya terdiam, mendengarkan penjelasan dari Kevin tentang direktur itu.
"Memangnya apa yang bikin kamu murung gitu?" Lise menahan napasnya, mencoba menstabilkan hati dan pikirannya yang semrawut sebelum ia mengatakan kebenarannya pada Kevin.
"Dia... ayahku."
Kevin tersentak, matanya melebar, tubuhnya seketika kaku. Mendengar Lise yang tiba-tiba mengatakan bahwa direktur itu ayahnya, bibirnya terdiam, tak bisa berkata-kata.
"Tapi dia sudah bukan ayahku lagi Semenjak tujuh tahun lalu."
"Eh? Kenapa?"Tanya Kevin penasaran, namun rasa penasaran itu lebih seperti merasa kasihan, bukan rasa sekadar ingin tahu.
"Ayah dan ibuku bercerai saat aku berusia 10 tahun.Yah, ceritanya panjang sih."
Kevin menundukkan kepalanya, entah mengapa hatinya merasa tidak nyaman saat Lise berkata itu. Entah apa yang harus dilakukannya, jelas-jelas Lise terlihat seperti memiliki keluarga yang sempurna. Tapi ternyata, ia tidak memikirkan sosok ayah di sisinya.
"Ceritalah, Lise."
Kevin menatap Lise dengan tajam. Lise yang melihat Kevin begitu hanya menghela napasnya, jelas berat membahas hal ini.
"Kalo dia ayah yang baik, kamu juga gak mungkin bakalan murung kayak gini, kan?"
Lise terdiam, matanya menatap Kevin dengan terkejut. Entah bisa atau tidak ia menceritakan hal yang begitu ia benci selama ini.
Akan tetapi, tatapan dari mata Kevin membuatnya ingin mengeluarkan semua hal yang terpendam di dalam hatinya selama ini. Membuatnya ingin menangis dan mengadu dengan apa yang selama ini ia alami. Dan mengalahkan semua itu secara emosional dan meluapkan kekesalannya yang sedang membuncah.
Malam yang terasa panas, memanaskan bara api di hati Lise ini perlahan hanyut menjadi kesejukan yang memadamkan hawa
Mereka berbincang hangat di balkon kamar Lise, sembari memandang kota malam yang terang.
"Sudah kuduga, mereka saling menyukai, tapi belum menyadari." Gumam Jared yang berjalan ke bawah setelah mengintip Lise dan Kevin.
______________________
semangattt/Determined//Determined/