DEVANORA

Dear guys, untuk beberapa part ini bakal lebih banyak ke Moza jadi mohon tidak kangen sama keuwuan Devano dan Keyra :-)

***

Flash back on.

Awalnya Moza kira Rio bakal menyusulnya sebagai laki-laki yang bertanggung jawab. Namun, hal itu pupus saat ia melihat Keyra menahan lengan laki-laki itu dan dengan mudahnya Rio kembali masuk. Moza merasa hidupnya semakin sial saja.

"Udah malem, gak tanggung jawab banget itu cowok breng sek! Sia lan emang," umpatnya keluar area caffe. Ia merogoh ponsel guna memesan taxy online untuk mengantar dirinya pulang akan tetapi jemarinya yang hendak menyusuri layar benda pipih itu terhenti bersamaan dengan lewatnya wanita paruh baya anggun bergaun merah memeluk lengan seorang pria tua. Mirisnya, si wanita paruh baya itu sama sekali tak mengenali sosoknya yang berdiri mematung, melotot tak berkedip layaknya manekin.

"Mama," batinnya mengernyit. Sejurus kemudian membulat sempurna matanya saat memastikan kalau penglihatannya tak lagi bermasalah. Wanita itu benar mamanya, berkencan dengan pria botak yang bahkan tampangnya jauh dibawah standar wajah Papanya, sangat pas-pasan meskipun segala yang menempel di tubuh sesebapak itu adalah barang bermerk.

"Come on! Apa kurangnya Papa," gumamnya pelan. Ia melihat betapa menjijikannya sang Mama yang mau dipegang, digrepe-***** bahkan tangan nakal si botak itu melingkar genit di pinggang mamanya.

"Shitt!"

Moza terpaksa menghubungi sang papa meminta dijemput di caffe itu. Mendadak tubuhnya lemas, apakah ini karma untuknya? Karena sudah menjadi manusia jahat dimuka bumi bahkan sampai membuat seseorang memilih mati.

"Papa lagi tugas sayang! Apa nggak bisa kamu pesan taksi online?" jawaban yang tak bisa Moza terima. Pantas saja, sang Mama berkeliaran malam hari, ternyata Papanya sedang tugas malam.

"Darurat, Pa! Dompet Moza ilang dan Mama susah dihubungi," ujarnya terpaksa berbohong.

Papa Moza pun langsung menuju alamat yang dikasih putrinya, tak butuh waktu lama bagi polisi itu menempuh jarak kantor ke caffe.

"Sayang!" sapa sang Papa, ia melihat wajah putrinya gelisah.

"Ya, Pa. Ikut aku!" Moza mengajak Papanya kembali masuk ke caffe dimana Mamanya berada.

Selain mendapatkan fakta bahwa sang Mama selingkuh ia juga mendengar semua rencana teman-teman Keyra untuknya.

Hari buruk untuk seorang Moza segera tiba.

Flash back off.

***

Byurrr!

seragam Moza seketika basah saat gadis itu baru akan masuk toilet di jam istirahat pertama. Sungguh kesialan apalagi yang akan ia hadapi setelah mereka mengetahui fakta siapa dirinya.

"Aduh Mey, basyah kan! Untung air bersih bukan air got," sindir Citra.

Meski geram mendengar cerita-cerita Keyra, ia dan dua temannya tak sampai hati membuat Meysaroh terlalu menderita.

”Kalian ini apaan sih main siram!" dumel Moza mendesyah pelan saat melihat sebagian seragamnya basah oleh ulah teman-teman Keyra.

Setelah semalaman menangis karena pertengkaran hebat kedua orang tuanya, Moza harus menghadapi kenyataan pahit jikalau ia akan segera menjadi anak broken home. Bukan hanya itu, Moza rasa ini baru awal permulaan dari penderitaannya di Pelita Harapan.

"Gimana enak? Makanya kalau gak mau disiram jangan suka nyiram!" geram Anggun.

"Seragam lo basah, kayaknya lo mesti ganti deh! Untung kita baik, bukan air got buat bales kelakuan dagjal lo," gumam Bella menaik turunkan alisnya menatap miris ke arah Meysaroh.

Rio dan Aron lewat begitu saja bahkan tanpa melirik ke arah Moza.

"Rio," panggil Moza.

Cowok itu menoleh akan tetapi tak bertahan lama, ia menatap Moza datar kemudian melanjutkan langkahnya bersama Aron tanpa suara.

"Jadi gini rasanya," batin Moza.

Baru dua hari jadi bahan gabutan, ia sudah ingin menjerit dan mengamuk pada keadaan. Nyatanya, ia tak sekuat Keyra. Ia tak sekuat itu untuk menerima segala olokan, meskipun Moza sendiri pernah menjadi pelakunya.

Pulang sekolah, Moza kembali mendapat kejutan menyebalkan karena hujan turun. Sebuah motor ninja empat tag melaju cepat menerobos genangan air hingga membasahi seluruh tubuhnya. Sial sekali ia harus pulang menunggu taksi online di ujung jalan.

Dia mendaratkan tubuhnya yang lemas di atas kursi tunggu taman pinggir jalan.

"What the hell," umpat Moza menahan kekesalan sekaligus kesialan dalam hidupnya.

Sampai rumah, ia mengamuk. Keberadaan Ayu yang pulang ke rumah mengemasi barang menjadi sasaran Moza.

"Ini semua karena mama, karena mama aku jadi ikut kena sial," pekiknya. Ia memukuli Ayu yang menatapnya tajam dan berusaha menenangkan Moza.

Plakkk...

Tamparan keras akhirnya melayang, Moza langsung terdiam saking terkejut sementara Ayu menatapi tangannya dan mundur beberapa langkah hingga tubuhnya membentur meja.

"Mama jahat," pekiknya kemudian berlari masuk ke dalam kamar. Moza meratap kembali, ingatan semua kesalahan berjejalan di otaknya. Ia sungguh frustasi dan ingin rasanya mengakhiri hidup kalau tak ingat sang papa yang menyayanginya.

***

Devano menggerutu tiada henti saat pulang sekolah ia harus membantu momy-nya. Namun, hal itu tak berlangsung lama saat gadis pujaan hati memberi semangat lewat pesan ponsel.

"Semangat ya! Gak boleh ngeluh kalau bantu orang tua, lo cowok! Nanti gajinya bisa buat traktir ayang lo yang gemoy ini. Ingat Dev, ayang makannya banyak dan tukang ngabisin duit," pesan Keyra lewat chat weha.

Devano senyum-senyum sendiri membaca pesan itu, ia sedang berfikir keras balasan apa yang cocok untuk menggombali balik Keyra.

Ya, Devano merasa tergombali dengan pesan itu meski kelihatannya hanya sepenggal pesan biasa.

"Anggap aja gue lagi latihan cari nafkah buat lo nanti," balas Devano. Singkat tapi nyatanya sungguh mampu membuat pipi Keyra yang jauh disana bersemu merah.

"Udah bucin micinnya, kerja kerja kerja," sindir Momy melirik ke arah putranya.

"Yey, Mom! Paling gak bisa liat anak seneng," gerutu Devano.

"Ya ya, tapi awas kalau berpengaruh sama nilai-nilai kamu."

"Beres, Mom! Jangan galak-galak nanti aku aduin oma," cibir Devano.

"Aduin sana, paling papamu yang kena wlekkk..."

"Ish," desis Devano, ia tahu Papanya tak mungkin membelanya kalau sang momy sudah membacakan peraturan undang-undang dasar dalam kamar.

***

Sebelum tidur, bukan belajar Devano malah mengurung diri dan melakukan panggilan video dengan sang kekasih. Hingga satu jam lebih panggilan itu terputus, Devano mengucapkan kata-kata mutiara menjelang tidur agar sang kekasih memimpikannya.

"Have a nice dream baby."

"Too, my bee!" jawab Keyra dengan enyum merekah bak penari dibalik uang seratus ribuan.

Pagi hari di depan rumah Bram, Devano sudah siap menanti sang kekasih sambil mengobrol ringan dengan calon papa mertua.

Setelah Keyra selesai sarapan, ia pamit pun dengan Devano yang sudah menunggunya di ruang tamu.

"Hati-hati kalian. Dev, titip Keyra!" pesan Bram.

"Siap Om!" angguk Devano sebelum melajukan motor gedenya.

Keyra senyum-senyum di belakang melihat keakraban Devano dengan papanya, ia lega dan sangat lega karena jatuh cinta sekaligus dicintai tak serumit rumus kimia.