Truth Or Dare?
Permainan yang sudah tidak asing lagi kita dengar.
Lalu bagaimana jika yang dipilih adalah tantangan dan isi tantangan nya adalah "Menaklukkan Hati Seorang Pembunuh"?
Itulah yang di alami oleh Barbara Alexio. Di malam acara perpisahan kampusnya, ia terjebak dalam permainan yang menguji adrenalin itu dan mendapatkan tantangan yang tidak masuk akal.
Ia diberi waktu tiga bulan oleh teman-teman nya.
Mampukah ia menyelesaikan tantangan tersebut?
Atau justru dirinya yang terjebak dalam permainan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZmLing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memberikan Kasih Sayang
"Bar, sini gabung." Kimberly mengajak putrinya bergabung dengan nya dan Fanco dimeja makan saat ia melihat putrinya menuruni anak tangga dari kamar nya.
"Pagi Ma, Pa." Barbara mengecup masing-masing pipi kedua orang tersayang nya itu.
Barbara bangun terlebih dulu, ia melihat Felix masih tertidur pulas jadi tidak tega membangunkan Felix.
"Mau makan apa?" Kimberly bertanya pada putrinya.
"Apa aja aku makan Ma." Barbara berucap lembut pada Mama nya.
"Bukan nya sekarang kamu model yah? Nggak jaga pola makan?" Fanco bertanya heran pada Barbara.
"Hem..jaga juga. Tapi bukan berarti aku mesti gila jaga kayak yang lain sampe lupa menikmati hidup kan? Ya dibarengi sama olahraga lah." Barbara menjawab santai.
"Anak Papa hebat. Biar body nya hot terus walau pun nanti udah berumur kayak Mama." Fanco menaik turunkan alis nya menatap istrinya penuh minat.
"Malu. Udah tua. Bentar lagi nyucu." Kimberly mengomeli suaminya.
Ketiganya tertawa bersama.
"Bar, kamu udah yakin sama pilihan kamu kan?" Fanco bertanya serius pada putrinya.
"Iya Pa, Bar yakin." Barbara menjawab serius juga.
"Nggak nyesal?" Kini Kimberly yang menimpali.
"Nggak Ma. Kalo misalkan nyesal juga udah telat. Bar udah nyerahin semua nya sama Felix." Barbara berucap santai.
"Coba cerita dikit tentang keluarga nya Felix. Tadi malam belum sempat cerita." Fanco meminta pada Barbara.
"Felix udah nggak punya keluarga selain kakak tiri nya yang jahat itu. Yang bukan nya nyayangi dia malah ngotot pengen bersaing mulu sama dia." Barbara kesal mengingat Frans.
Barbara jadi penasaran Frans masih hidup atau benar-benar mati di tangan Felix.
"Terus orang tua nya kemana?" Kimberly bertanya penasaran.
Mereka tidak tahu Felix sudah bangun dan sedang mendengar pembicaraan mereka karena tadi Felix hendak menghampiri mereka namun batal karena mendengar perkataan Fanco.
"Yakin mau dengar? Aku takut kalian stroke ditempat." Barbara memastikan.
"Iya Bar. Papa masih gagah tenang aja." Fanco berucap penuh percaya diri.
Akhirnya Barbara pun menceritakan semua yang ia ketahui tentang masa kecil dan orang tua Felix.
Setelah selesai bercerita, Barbara menatap kedua orang tua nya yang mematung di tempat sambil menganga.
"Tuh kan. Apa aku bilang?" Barbara membenarkan perkataannya tadi.
"Ekstrim sekali si Felix." Ujar Kimberly.
"Ya gimana lagi. Masa kecil ny suram. Dia nggak pernah rasain kasih sayang kayak yang Bar rasain." Barbara berucap membela kekasihnya.
"Gimana kalo kita ganti masa kecilnya sekarang. Kita berikan dia kasih sayang masa kecil yang belum pernah dia rasakan." Fanco memberi usul.
"Setuju." Kimberly berucap semangat.
"Aku sih terserah kalian aja." Barbara berucap santai.
Orang tua Barbara memang baik hati dan penuh kasih sayang. Mereka ingin putri mereka bahagia, maka dari itu mereka juga akan memperlakukan pria yang Barbara cintai sebaik mungkin.
Felix yang merasa sudah waktunya bergabung pun akhirnya menghampiri mereka dengan berpura-pura baru bangun.
"Hoam." Felix pura-pura menguap.
"Fel, sini." Fanco melambaikan tangannya agar Felix duduk di samping nya.
Barbara yang dari tadi disamping Kimberly langsung berdiri dan berpindah ke samping Fanco.
"Kamu situ aja. Kan semalam udah lama sama Papa." Barbara menunjuk kursi di samping Kimberly.
Kedua orang tua itu hanya tertawa melihat kelakuan putri mereka, dan Felix hanya tersenyum penuh arti menuruti keinginan kekasihnya.
Kimberly memberikan beberapa makanan untuk Felix.
"Fel, setelah makan kalian ada rencana?" Fanco membuka pembicaraan terkait rencana "Licik" mereka tadi.
"Nggak ada Pa." Felix menjawab singkat, ia sudah tahu maksud dar pertanyaan Fanco walau tidak tahu apa yang ingin mereka lakukan.
"Ya udah, setelah ini kalian siap-siap. Nanti Papa sama Mama bawa kalian jalan." Fanco memerintah.
Barbara berjingkrak bahagia ditempat duduk nya, Felix tersenyum bukan karena ajakan Fanco tapi karena aksi menggemaskan Barbara.
Mereka pun segera menyelesaikan kegiatan sarapan mereka. Barbara yang selesai duluan pun segera berlari naik lagi ke kamar nya untuk mengganti pakaian dan merias diri.
Tak lama kemudian Felix menyusul.
"Sayang." Felix memanggil Barbara setelah masuk kedalam kamar.
Barbara berbalik menoleh menatap Felix penuh cinta.
"Thank you." Felix memeluk kekasihnya erat.
"Kenapa?" Barbara bertanya lembut sambil mengusap punggung Felix.
Felix tidak menjawab dan malah mempererat pelukan nya.
"Geli Fel." Barbara tertawa geli sedikit menggeliat merasakan hembusan nafas Felix di leher nya.
"Sini aku yang make up in kamu." Felix merebut peralatan rias yang dipegang Barbara setelah ia melepaskan pelukan nya.
"Udah nggak usah. Mending kamu cepetan siap-siap, ntar Papa nunggu lama suka ngomel." Barbara menakuti Felix.
Felix yang mendengar itu pun segera bersiap-siap.
Setelah selesai, mereka pun langsung keluar dan turun dari kamar mereka menuju ke ruang keluarga dimana Fanco dan Kimberly sudah menunggu.
"Wah, serasi banget." Kimberly menggoda putrinya.
"Terpaksa Ma." Barbara malah menjawab dengan jawaban yang memancing kekasihnya.
"Tapi dia cinta kok Ma. Dia duluan yang nyatain sama aku." Felix membela diri.
Buk
Barbara menyikut perut Felix.
"Udah yuk, kita berangkat sekarang." Fanco memecah perdebatan kecil itu.
Kedua pasangan berbeda generasi itu pun berjalan menuju mobil Fanco.
Fanco yang menyetir.
Fanco membawa mereka ke taman bermain.
Fanco dan Kimberly akan menjadi orang tua bagi Felix selama mereka di Sydney. Mereka akan berusaha memberikan kasih sayang yang tidak Felix dapatkan dari kecil.
"Sampe." Fanco berkata setelah memarkirkan mobilnya dengan benar.
Satu persatu dari mereka turun dari mobil.
"Sayang, ini pasti keren banget." Barbara berucap senang sambil bergelayut di lengan Felix.
Felix hanya tersenyum sambil mengusap lembut kepala Barbara.
Fanco menuntun mereka masuk ke dalam taman bermain itu.
"Kalian mau main apa?" Fanco bertanya pada Barbara dan Felix.
"Aku nggak usah Pa. Felix sama kalian aja. Aku yang jadi dokumenter aja." Barbara menolak untuk bermain.
"Sayang ... " Felix protes.
"Udah nggak apa. Papa Mama ku nggak makan orang." Barbara malah menggoda kekasihnya.
Felix pasrah setelah tangannya ditarik paksa oleh Fanco.
Fanco membawa istrinya dan Felix bermain berbagai wahana permainan.
Tak jarang mereka sampai berteriak kencang terutama saat menaiki wahana roller coaster.
Barbara setia merekam dan memotret setiap kegiatan ketiga orang tersayang nya itu.
"Aku harap setelah ini kamu jangan lagi ngingat masa lalu kamu yang kelam Fel." Barbara membatin.
"Haduh..capek." Fanco berujar saat mereka baru selesai bermain dan menghampiri Barbara.
"Ini minum dulu." Barbara memberikan air mineral pada kedua orang tua nya dan Felix.
"Kamu yakin nggak ikutan main Bar?" Felix bertanya ceria pada kekasihnya.
"Nggak sayang. Pokoknya hari ini orang tua aku adalah milik kamu." Barbara menjawab lembut.
Felix yang terharu pun spontan memeluk Barbara dab mengecup sayang kening kekasihnya.
Fanco dan Kimberly hanya tersenyum melihat keromantisan muda mudi itu dan berharap itu bukan hanya sesaat.
"Udah Fel, lanjut." Fanco mengajak calon menantu nya untuk lanjut bermain.
"Boleh Pa." Felix mengangguk semangat.
"Mama nggak ikut kali ini. Udah capek." Ujar Kimberly sambil mengatur nafas.
Dua pria berbeda generasi itu pun segera meninggalkan dua wanita berbeda generasi itu.
Barbara hanya tersenyum melihat kekasihnya yang hari ini aura nya tampak lebih baik.
"Kamu kuat Bar. You love him so much. Kamu rela melakukan apapun buat dia asal dia bisa bahagia. Kamu bahkan lebih dari Mama dan Papa kamu." Kimberly memuji ketulusan putrinya dalam mencintai Felix.
"Aku harap begitu Ma. Felix itu indah di mata aku Ma. Dia bukan orang yang jahat yang murni jahat. Dia hanya sakit, dan butuh seseorang yang bisa menemani dia melewati semua itu." Barbara berucap penuh cinta pada Mama nya.
"Mama tahu sayang. Kalian pasti bisa melewati semua rintangan dalam hubungan kalian kedepan nya. Nggak ada yang mudah, tapi kalian nggak boleh menyerah." Kimberly menyemangati putrinya dan memeluk erat Barbara.
"We will Mom." Barbara berucap penuh keyakinan.
...~ **To Be Continue ~...
*****
Like dan komentar jangan lupa.
Makasih**.