Salahkah jika Anyelir mencintai Devan tunangan kakaknya? Mungkin iya, tapi mungkin juga tidak.
Devan adalah masa lalu Anye yang selama ini dengan susah payah ia lupakan, tapi sepertinya takdir memang tidak berpihak padanya. Setelah tiga tahun dan Anye sudah berhasil menghapus semua kenangan akan Devan, laki-laki itu muncul kembali. Tapi kali ini dia datang sebagai tunangan kakaknya!
****
Season 2
Axel putra kedua dari pasangan Anye dan Devan, baru pertama kalinya jatuh cinta pada seorang gadis berparas cantik.
Dia tak percaya dengan cinta pada pandangan pertama. Tapi semua yang di rasakan dalam hatinya membuat dia mengalah dan harus percaya akan hal itu. Dia ingin merebut perhatian Renata, seorang gadis pelayan kafe yang tak menyukai anak orang kaya.
Demi meraih cintanya, Axel bersedia mengikuti jejak sang pujaan hati. Mendekati dia dengan menyamar sebagai pelayan kafe.
Hingga akhirnya, Axel berhasil mendapatkan jawaban atas perasaannya. Namun apa yang terjadi jika kemudian dia tahu tentang sesuatu. Sebuah misteri yang selama ini dia cari kebenarannya.
Apakah benar Renata mencintainya?
Atau hanya mencintai jantung kakaknya yang ada pada dirinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon trias wardani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
part 24
Setelah makan malam aku ke kamar kak Mel. Dia sedang melihat hpnya, wajahnya cemberut kesal. Pasti sedang menunggu chat dari Devan. Kak Mel sedang tiduran dengan memeluk bantal guling kesayangannya.
"Kak." panggilku dan langsung ikut berbaring di sampingnya.
"Lagi nunggu pesan Kak Devan ya?" godaku. Kak Mel masih cemberut.
"Iya nih dari tadi siang kakak kirim pesan tapi gak di bales."
Ish dasar pria itu, padahal sedari tadi sudah puluhan kali dia kirim pesan padaku, menanyakan segala hal bahkan yang tidak penting juga. Tapi kenapa tidak balas pesan dari tunangannya?
"Kadang kakak bingung, Nye. Sikap Devan dingin." Kak Mel berujar dengan nada sendu.
"Bahkan selama delapan bulan kami pacaran, peluk pun tidak." lirih kak Mel lalu menenggelamkan kepalanya di bantal guling miliknya.
"Hahh? Serius?!" jujur aku terkejut. "Jadi kalau belum peluk, berarti cium juga..." aku menjeda kalimatku. Kak Mel terlihat menggelengkan kepalanya dari atas bantal guling dengan bungkus warna pink.
"Kak Mel belum pernah ciuman sama Dev...heeemmbbb." Dengan cepat kak Mel duduk dan membekap mulutku.
"Kamu ini!" wajahnya terlihat merah. Aku melepaskan tangan kak Mel dari mulutku.
"Kakak serius? Belum pernah peluk atau di cium?" tanyaku lagi. Kak Mel membuang muka, wajahnya semakin merah.
"Kamu anak kecil, dasar kepo!" Lalu kak Mel kembali membaringkan dirinya dan mengelus foto di layar hpnya. Foto dia bersama Devan. Wajah Devan datar tanpa senyuman berbeda dengan wajah kak Mel yang tersenyum bahagia.
"Kadang kakak bingung, apa Devan juga cinta sama kakak?" nada suaranya seperti bertanya pada diri sendiri.
"Kakak gak pernah tanya gitu?"
Kak Mel hanya menggelengkan kepala.
Aku mencoba memberanikan diri bertanya.
"Umm perasaan kak Mel ke Kak Devan? Gimana?"
"Kamu juga tahu kan?!" seru kak Mel. "Sudah sana. Kamu tidur, ini sudah malam!" usirnya.
"Kalau gak segera tidur, besok kamu kesiangan lagi!"
"Iya." Ucapku sambil turun dari atas kasur.
Aku keluar dari kamar kak Mel.
Serius kak Mel dan Devan belum pernah... ciuman?
Aku membaringkan diriku di atas kasur. Melihat ke arah hpku, menyala dan mati berulang kali. Devan!
Ish dasar menyebalkan! aku juga tidak berniat mengangkatnya. Biarkan saja sampai dia lelah sendiri, nanti juga akan berhenti kan?
Dua belas panggilan dari Devan, dan dua puluh tiga pesan.
Kak Mel saja tidak di balas pesannya kenapa dia terus meneror aku?
***
Hari ini aku segaja bersiap lebih pagi. Menghindar dari Devan tentunya. Tapi aku salah! Devan sudah ada di depan sedang bersandar pada mobilnya!
Rajin sekali dia, bahkan sepertinya dia berangkat lebih pagi dari tukang bubur yang ada di depan apartemennya! Oke aku memang lebay! tapi ini masih jam enam lebih lima belas!
"Aku antar sekolah?" Tanya Devan saat aku lewat di depannya.
"Gak usah. Jemput kak Melati saja."
"Aku kesini mau jemput kamu kok!"
"Tapi aku gak mau berangkat bareng kamu."
Kebetulan sekali ada Rian yang lewat, dia juga bersekolah di tempat yang sama denganku. Dia berangkat pagi karena pasti akan jemput pacarnya.
"Eh Rian!" teriak ku sambil menghentikan laju motornya.
Rian berhenti dan membuka kaca helm.
"Ada apa kak?" Rian satu tingkat di bawahku.
"Nebeng ke sekolah!" ucapku sambil naik ke atas motornya.
"Tapi aku..."
"Udah jalan aja. Nanti aku turun di halte depan atau carikan aku angkot." bisikku lagi, Rian hanya mengangguk.
"Bye Dev..!!" aku melambaikan tangan, terlihat Devan merah mukanya. Dan saat kami mulai melaju Devan terlihat meninju kap mobilnya.
Aku turun di halte yang lain. Rian meminta maaf karena akan menjemput pacarnya.
"Kenapa gak bareng sama Kak Devan dan Kak Melati?" tanya Rian.
"Gak pa-pa. Gak mau jadi obat nyamuk. Ya udah sana, pergi. Pacar kamu udah nunggu." usirku.
"Yeee ngusir! Bilang makasih kek." wajahnya di buat kesal, tapi sumpah dia malah terlihat lucu.
"Hehe. Makasih Adrian Kusuma calon suaminya Renata Syifara." Rian tersenyum senang saat aku mendoakan. "Besok-besok kalau kebetulan lewat lagi, nebeng ya..."
"Ish ada udang di balik bakwan!" cicitnya. Lalu pamit pergi.
Aku menunggu bis, kebetulan sekali datang tidak lama setelah aku menunggu.
Sampai di sekolah. Trio riweuh menyambutku di gerbang. Mereka langsung menarikku masuk ke dalam area sekolah.
"Gue ke kantin dulu. Lapar!" cicitku.
"Gak sarapan lo?" Sofia
"Enggak, tadi buru-buru."
"Lagian masih pagi juga buru-buru emang kenapa sih?" tanya Sofia kepo.
"Gak pa-pa. Kalau naik bis kan emang harus berangkat pagi kalau gak mau desak-desakan."
"Ohh." Sofia dan Nayara bersamaan. Sedangkan Nanda, aku yakin dia tahu alasanku.
"Ish gitu aja gak tau!" sindirku.
"Ya gue kan gak pernah naik bis umum. Kalau bis malam pernah!" ucap Sofia.
"Gue belum pernah naik bis malah!" celetuk Nayara.
"Iya lah, lagian elo mau kemana naik bis. Kampung aja gak punya! Hahaha..." kami tertawa bersamaan, Nayara hanya manyun mendengar sindiranku.
"Eh, itu si Noval." Sofia menyikut lenganku. Aku menoleh ke arah yang di tuju. Noval berjalan bersama kedua sahabatnya.
"Tumben dia gak pernah ke kelas lagi. Biasanya dia ngintilin elo ke manapun!" ujar Sofia di angguki yang lainnya.
Noval menoleh ke arahku lalu segera memalingkan wajahnya ke arah lain dan kemudian berjalan dengan cepat.
"Gak tau. Bosan kali!" ujarku dengan menahan senyuman, ingat saat itu. Wajah pucat, suara kesakitannya dan dia absen lagi dua hari setelah itu.
Apa aku keterlaluan?! Mudah-mudahan saja di masa depan tidak terjadi sesuatu yang salah!
jangan lupa tinggalkan jejak ya dan dukungannya juga...