Bukan menantu pilihan, bukan pula istri kesayangan. Tapi apa adil untuk ku yang dinikahi bukan untuk di cintai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahlina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Wati mengepalkan tangannya kesal, ‘Sabar Wati, menghadapi wanita seperti dia ini jangan pake otot, harus balas juga dengan kata kata yang lebih tandas lagi!’
Mawar menatap puas Wati, wanita yang bahkan belum ia tau siapa namanya, dan seberapa berartinya Wati untuk Alex.
Sementara netra Alex menatap tajam Wati, ‘Jangan hanya diam saja! Kamu punya keberanian untuk melawan siapa pun, Wati! Ada aku di belakang mu!’
“Apa yang aku katakan benar kan, Nona? Kamu terlalu bodoh jika harus berhadapan dengan ku! Kamu itu bukan level Alex!” seru Mawar dengan sinis.
Rahma menghembuskan nafasnya kasar, sebelum akhirnya mengusir Mawar secara halus dari resto.
“Maaf Nona, tolong jangan cari masalah dengan pengunjung resto. Nona bisa tinggalkan resto, jika tidak ada yang berkepentingan! Mari biar saya antar sampai depan!” cerocos Rahma dengan tegas.
“Heh pelayan! Aku ini pengunjung! Orang yang membayar gaji mu! Berani kamu mengusir pengunjung seperti ku! Kamu gak lihat aku sedang bicara dengan Alex!” sentak Mawar dengan nada gak santai.
“Mari Nona, saya persilahkan untuk segera tinggalkan resto!” Rahma mempersilahkan Mawar jalan lebih dulu.
“Jangan kurang ajar kamu ya!” Mawar mendorong bahu Rahma dengan kasar.
Wati menggelengkan kepalanya gak habis pikir, ‘Pantas aja sih kalo pak Alex dan wanita ini berjodoh, sama sama arogan!’
Joni hendak mengambil sikap tegas pada Mawar, namun sayangnya Alex menggeleng kan kepalanya pelan.
Joni mengerutkan keningnya bingung, ‘Tuan Muda gimana sih! Diam aja melihat Nona Mawar semena mena, lancang bangat lagi berani menghina Nona Wati. Lagi juga ini si uler, buat apa sih wanita ular sepertinya pake harus bertemu disaat yang gak tepat! Mengacaukan suasana aja! Biang rusuh!’
Wati tersenyum ramah, berkata dengan tutur kata yang enak di dengar, terlihat berkelas dan berpendidikan.
“Maaf ya Nona, saya rasa mulut anda perlu dijaga! Dulu sekolah di pohon bambu ya, gak bisa menghargai orang lain? Saya memang gak pantas untuk pak Alex.
Tapi sepertinya mulut saya masih bisa di jaga untuk tidak menghina orang lain di depan umum. Tidak seperti anda… tampang elit, tapi pikiran sempit!” Wati menunjuk nunjuk jari telunjuknya pada keningnya sendiri.
Segaris senyum terbit di bibir Alex untuk Wati, ‘Aku percaya, kamu bukan wanita lemah, bukan pula wanita yang mudah di tindas! Kamu hanya terlalu bodoh dalam memaknai suatu hubungan.’
Mawar melotot gak senang, dengan wajah merah padam, “Kamu berani melawan ku?”
Wati mengerdikkan dagunya, dengan nada menantang, “Memang anda siapa? Hingga saya takut untuk melawan? Atasan saya, bukan! Teman juga bukan!”
Mawar mengayunkan tangan kanannya ke atas, siap mendaratkan nya ke pipi Wati, “Dasar kamu wanita rendahan!”
Grap.
Wati mencekal pergelangan tangan Mawar, membuat tangan Mawar kini menggantung di udara.
Wati mengerdikkan dagunya, pada wanita yang hampir menamparnya.
“Mau menampar saya ya? Jangan harap! Siapa anda bisa menampar saya? Kita bertemu aja baru di sini! Dan saya sama sekali gak ingin mengenal wanita sombong, angkuh seperti anda!” Wati menghempaskan tangan Mawar dengan kasar.
Dugh.
Mawar mengerang kesakitan, lantaran tangannya yang mengenai tepian meja.
“Awwwhhh uggghhh sialan kamu! Siapa sih kamu! Berani bangat kamu melawan ku!” Mawar menatap gak senang Wati.
Grap.
“Pake nanya lagi, jelas dia wanita Tuan Muda!” sentak Joni, sembari menahan kedua tangan Mawar di balik punggung wanita itu.
Mawar meronta, berusaha melepaskan diri dari cengkraman Joni, “Apa sih kamu, Jon! Aku yang wanitanya Alex! Dia itu cuma pegawai rendahan yang gak jelas! Lepaskan tangan ku Jon!”
“Saya akan mengamankan nya, Tuan!” pamit Joni sebelum menyeret Mawar dari dalam resto.
“Aku akan membalas mu wanita jalang! Jika aku tidak bisa bersama Alex, maka kamu juga tidak bisa bersama nya!” teriakan Mawar terdengar sayup sayup di telinga Wati.
“Jangan kamu hiraukan teriakannya!” celetuk Alex dengan lembut, melihat Wati yang masih melihat ke arah Joni dan Mawar.
Wati memutar bola matanya malas, "Siapa juga yang mau menghiraukan ocehannya!"
“Silahkan duduk, Nona!” Rahma menarik kursi yang sebelumnya di duduki Mawar untuk di duduki Wati.
“Terima kasih, mbak!”
Wati hendak mendaratkan bobot tubuhnya.
“Kamu pikir, siapa dia… harus duduk di kursi yang sudah di duduki pengganggu?” sentak Alex dengan nada gak santai pada Rahma.
Rahma membungkuk takut, “Maaf, pak Alex. Biar saya ganti dengan kursi yang lain!”
Tanpa menunggu lama, pelayan pria yang ada di sana. Langsung menarik kursi lain dari meja lain untuk di pindah ke meja Alex.
“Kenapa harus seribet ini sih, pak! Itu kan cuma bangku! Harusnya gak ada masalahnya dong untuk saya duduki!” protes Wati dengan sikap Alex.
Sreek.
Tangan Alex terulur, meraih tangan Wati.
Brugh.
Membuat Wati kini berada tepat diatas pangkuannya dengan wajah panik.
“Akkhhh! A- apa yang bapak lakukan? Astaga! I- ini tempat umum pak!”
Wati berusaha beranjak dari pangkuan Alex, bertepatan dengan Alex yang semakin mengeratkan kedua tangannya di pinggang Wati.
Alex terkekeh, gak ada kemarahan dari suaranya saat ia bicara dengan Wati.
“Aku tidak keberatan jika harus seperti ini selama makan siang dengan mu!”
“Kursinya ya, pak! Sudah di ganti!” serono Rahma.
“Pergi! Minta mereka siapkan semua menu terbaik di resto ini!” titah Alex dengan datar.
“Mohon di tunggu pak, Nona!” seru Rahma sebelum meninggalkan meja yang ditempati Alex.
“Apa kamu berniat gak datang, Wati?” tanya Alex dengan menyandarkan dagunya pada bahu Wati.
Wati mengedarkan pandangannya, ternyata dari banyaknya pengunjung. Hampir dari semuanya menatap ke arah Wati dan Alex duduk, mereka berdua menjadi pusat perhatian.
“Itu baru pria bucin!” bisik pengunjung resto
“Terkesan gak punya malu!” bisik pengunjung resto lainnya.
“Pak! Tolong biarkan aku turun! Aku gak enak ditatap mereka, pak!” keluh Wati.
Alex menghembuskan nafasnya kasar, “Kalian bisa makan sepuasnya! Asal jangan ada yang menghiraukan keberadaan kami disini!” jelas Alex dengan tegas.
Gak ada pagi yang berani berbisik membicarakan Alex dan Wati, gak ada pula yang berani menatap ke arah keduanya.
“Bapak gak perlu melakukan semua itu, pak! Cukup turunkan aku dari pangkuan bapak! Aku bukan anak kecil yang perlu di pangku, pak!” protes Wati.
Seakan gak peduli dengan protes yang dilayangkan Wati. Alex justru kembali mengulang pertanyaannya.
“Jawab pertanyaan ku, kamu sengaja gak datang kan, jika saja Joni tidak menjemput mu?”
“A- aku …”
Bersambung