NovelToon NovelToon
Regresi Sang Raja Animasi

Regresi Sang Raja Animasi

Status: sedang berlangsung
Genre:Menjadi Pengusaha / Bepergian untuk menjadi kaya / Time Travel / Mengubah Takdir / Romantis / Romansa
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Chal30

Kael Ardhana, animator berusia 36 tahun yang hidupnya hancur karena kegagalan industri, tiba-tiba terbangun di tubuhnya saat berusia 18 tahun… di tahun 1991. Dengan seluruh pengetahuan masa depan di tangannya, Kael bertekad membangun industri animasi lokal dari nol, dimulai dari sebuah garasi sempit, selembar kertas sketsa, dan mimpi gila.

Tapi jalan menuju puncak bukan sekadar soal kreativitas. Ia harus menghadapi dunia yang belum siap, persaingan asing, politik industri, dan masa lalunya sendiri.
Bisakah seorang pria dari masa depan benar-benar mengubah sejarah… atau justru tenggelam untuk kedua kalinya?

Yuk ikutin perjalanan Kael bersama-sama.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chal30, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 24

Minggu-minggu menjelang keberangkatan ke Singapura dipenuhi dengan persiapan yang intens tapi juga menyenangkan. Adi, kameraman dari SCTV, mulai datang ke studio untuk merekam footage di balik layar, mendokumentasikan rutinitas harian, menangkap wawancara dengan anggota tim tentang perasaan mereka menjelang festival, dan merekam proses persiapan.

"Mas Kael, ceritain dong tentang apa yang lu harapkan dari festival ini. Gugup gak?" tanya Adi sambil mengarahkan kamera ke Kael yang sedang memeriksa dokumen perjalanan di mejanya, lensa fokus dengan penyesuaian halus untuk mendapat pembingkaian yang sempurna.

Kael menatap kamera dengan sedikit canggung, dia tidak terbiasa berada di depan kamera meskipun dia nyaman mengarahkan orang lain. "Gugup? Pasti. Ini pertama kali karya kami bersaing di level internasional. Kita akan ditayangkan bareng dengan film-film dari studio yang jauh lebih mapan, dengan anggaran yang mungkin puluhan kali lipat dari yang kita punya. Tapi di saat yang sama, gue juga antusias. Antusias untuk berbagi 'Sang Penjaga' dengan audiens yang lebih luas, untuk mewakili animasi Indonesia di panggung yang lebih besar, dan untuk belajar dari pembuat film lain yang akan hadir di festival," jawabnya dengan jujur, matanya sesekali melirik ke kamera dengan gerakan yang tidak nyaman.

"Bagaimana kalau film kalian gak menang? Apakah itu akan mengecewakan?" tanya Adi dengan pertanyaan sulit yang jurnalis yang baik akan tanyakan, tidak menghindar dari kemungkinan yang nyata.

Kael tersenyum, bukan senyum yang dipaksakan tapi senyum tulus dari seseorang yang sudah berdamai dengan semua kemungkinan hasil. "Mengecewakan? Tentu. Kita semua manusia dengan ego dan keinginan untuk diakui. Tapi gue gak akan hancur. Karena untuk gue dan untuk tim, kemenangan sudah ada dalam proses menciptakan film ini, dalam ikatan yang kita bentuk, dalam keahlian yang kita kembangkan, dan dalam fakta bahwa kita membuktikan kepada diri kita sendiri bahwa kita bisa menciptakan sesuatu yang beresonansi dengan orang. Penghargaan akan jadi bonus, tapi bukan inti dari semuanya," jelasnya dengan bijaksana, suaranya tenang dan penuh keyakinan.

Rani yang duduk di sebelah, mendengarkan wawancara, tersenyum dengan kekaguman. Dia selalu takjub dengan bagaimana Kael bisa mengartikulasikan pemikiran dengan jelas dan bermakna, kemampuan yang dia harap dia miliki tapi masih belajar untuk mengembangkan.

Hari keberangkatan akhirnya tiba. Subuh pagi, lima orang—Kael, Dimas, Rani, Budi, dan Arman berkumpul di depan studio dengan koper yang sederhana dan kegembiraan yang nyata. Adi sudah di sana dengan kamera, menangkap momen keberangkatan mereka dengan peralatan yang profesional dan mata yang terlatih untuk menangkap momen emosional.

"Kalian hati-hati di sana ya! Jaga kesehatan, jangan sampai sakit karena cuaca atau makanan yang beda!" pesan Sari sambil memeluk Rani dengan erat, suaranya sedikit tercekik dengan emosi dari melihat teman-teman pergi ke petualangan yang besar.

"Bawa pulang piala ya! Kita semua mengandalkan kalian!" tambah Agus sambil adu kepalan dengan Dimas dan Budi, mencoba menjaga suasana tetap ringan meskipun ada tekanan dari harapan.

Rendra menghampiri Kael dengan amplop. "Ini uang saku untuk darurat. Jangan sungkan untuk pakai kalau ada pengeluaran yang tidak terduga. Dan ini kartu nama, bagikan ke pembuat film atau orang industri yang kalian temui. Jejaring adalah kunci untuk peluang masa depan," ucapnya sambil menyerahkan amplop coklat tebal ke tangan Kael.

Kael menerima dengan penuh rasa terima kasih, tersentuh dengan betapa perhatiannya Rendra meskipun baru bergabung untuk waktu singkat. "Makasih, Ren. Lu jaga studio ya selama kami pergi. Kalau ada masalah, telepon ke wartel terus minta sambungin ke hotel kami," pesannya sambil menepuk bahu Rendra dengan hangat.

Perjalanan ke bandara dipenuhi dengan obrolan gugup dan sesekali lelucon untuk meredakan ketegangan. Mereka naik taksi yang sesak dengan lima orang plus Adi dan peralatannya, tapi tidak ada yang mengeluh, terlalu antusias untuk peduli tentang ketidaknyamanan fisik.

Di bandara, kenyataan menghantam bahwa mereka benar-benar melakukan ini, benar-benar pergi ke luar negeri untuk mewakili animasi Indonesia. Proses check-in berjalan lancar, walau ada sedikit kepanikan ketika Budi menyadari dia lupa bawa sikat gigi dan harus beli di kios bandara dengan harga yang terlalu mahal.

Penerbangan itu sendiri adalah pengalaman untuk Rani, Budi, dan Arman, ini pertama kali mereka naik pesawat. Kegembiraan mereka menular, membuat bahkan Kael dan Dimas yang sudah pernah terbang sebelumnya merasakan rasa takjub yang baru.

"Mas Kael, awannya kayak kapas raksasa! Pemandangannya gila!" seru Rani sambil menempel di jendela, kamera ponsel lamanya mencoba menangkap pemandangan meskipun kualitasnya akan jelek.

Kael duduk di sebelah Rani, menonton kegembiraannya dengan senyum yang hangat. "Pertama kali terbang memang berkesan ya? Gue masih inget pertama kali gue terbang dulu sama antusiasnya kayak lu sekarang," ucapnya sambil tersenyum melihat wajah Rani yang berseri-seri.

Dua setengah jam kemudian, mereka mendarat di Bandara Changi yang modern dan bersih sampai bikin mereka sedikit kewalahan. Semuanya begitu terorganisir, begitu efisien, begitu... berbeda dari kekacauan yang familiar di Jakarta.

"Selamat datang di Singapura, guys. Mari kita tunjukkan pada mereka kemampuan animasi Indonesia," ucap Kael sambil memimpin tim keluar dari bandara, kereta koper di depannya didorong dengan langkah yang penuh tekad.

Hotel yang dipesan oleh festival adalah hotel budget di area Little India, tidak mewah tapi bersih dan cukup nyaman. Kamar kecil tapi fungsional, dengan AC yang benar-benar bekerja konsisten dan air panas yang andal, kemewahan yang mereka kadang anggap remeh tapi sangat hargai setelah mengalami ketidakkonsistenan di Jakarta.

"Oke guys, kita istirahat dulu satu-dua jam untuk pulih dari penerbangan. Jam dua siang kita jelajahi area sekitar, kenalan dengan kota, dan mungkin survei lokasi festival kalau ada waktu. Malam ini kita makan malam bareng untuk bahas rencana untuk besok," jelas Kael dengan jadwal yang jelas, memastikan semua orang tahu apa yang harus dilakukan.

Sore itu mereka jalan-jalan di area sekitar hotel Little India yang penuh warna dengan rumah toko yang cerah, aroma rempah-rempah yang kuat di udara, dan campuran budaya yang menarik untuk diamati. Adi mendokumentasikan semuanya dengan kamera, menangkap momen candid dari tim menjelajahi lingkungan baru dengan rasa ingin tahu dan keingintahuan.

"Gue gak nyangka Singapura akan sediversitas ini. Gue pikir akan lebih homogen," komentar Dimas sambil melihat sekeliling dengan mata yang mengamati yang selalu menangkap detail untuk potensi inspirasi untuk karya masa depan.

"Itulah yang membuatnya menarik. Keragaman menciptakan kekayaan dalam budaya, dalam perspektif, dalam kreativitas. Sesuatu yang kita juga bisa terapkan dalam pendekatan kita ke animasi," refleksi Kael sambil membeli es kacang dari pedagang kaki lima, berbagi dengan Rani yang belum pernah mencobanya dan awalnya ragu tapi kemudian terkejut dengan betapa segarnya.

Makan malam di hawker center terdekat, gaya food court dengan puluhan kios yang menawarkan berbagai masakan. Mereka mencoba berbagai hidangan, dari nasi ayam sampai laksa, semua terasa berbeda tapi lezat dengan caranya masing-masing.

"Besok adalah hari pertama festival. Kita hadiri upacara pembukaan di pagi hari, terus ada diskusi panel tentang masa depan animasi Asia yang gue rasa layak diikuti. Sore nya kita bisa networking dengan pembuat film lain. Pemutaran kita dijadwalkan untuk hari kedua, jadi kita punya satu hari untuk beradaptasi dan membangun koneksi," jelas Kael sambil makan dengan sumpit yang dia tidak sepenuhnya mahir, sesekali menjatuhkan potongan yang membuat semua orang tertawa.

"Gue gugup untuk pemutaran. Bagaimana kalau penonton gak suka? Bagaimana kalau mereka keluar?" khawatir Rani dengan kecemasan yang bisa dipahami, menempatkan karya untuk dinilai selalu menakutkan, terutama dengan audiens internasional yang mungkin lebih kritis.

"Kalau mereka keluar ya keluar. Kita gak bisa kontrol bagaimana orang bereaksi, kita cuma bisa kontrol kualitas karya yang kita ciptakan dan integritas yang kita pertahankan dalam prosesnya. 'Sang Penjaga' adalah karya yang jujur, diciptakan dengan cinta dan perhatian. Mereka yang terhubung dengan itu akan terhubung dengan dalam. Mereka yang tidak... ya, tidak setiap karya untuk semua orang, dan itu tidak apa-apa," hibur Kael dengan kebijaksanaan yang datang dari pengalaman dan kedewasaan, baik dari kehidupan saat ini dan pelajaran yang dipelajari dari kehidupan sebelumnya.

Mereka kembali ke hotel dengan perut kenyang dan hati yang campur antara kegembiraan dan kegugupan. Besok akan menjadi awal dari sesuatu, entah kemenangan atau pengalaman pembelajaran, mereka belum tahu. Tapi mereka di sini, mereka bersama, dan mereka siap untuk menghadapi apapun yang datang dengan keberanian dan solidaritas yang mendefinisikan Studio Garasi sejak awal.

Kael berbaring di tempat tidur yang mengejutkan nyaman untuk hotel budget, menatap langit-langit yang polos putih dengan pikiran yang berpacu dengan pemikiran dan emosi. Di sebelah tempat tidur, Dimas sudah mendengkur pelan, kemampuan untuk tidur langsung terlepas dari situasi yang selalu Kael iri.

"Besok kita akan lihat apakah perjalanan ini membawa kita lebih dekat ke mimpi atau mengajari kita pelajaran yang menyakitkan. Apapun caranya, kita tumbuh. Apapun caranya, kita bukan orang yang sama yang memulai di garasi kecil hampir setahun lalu. Dan itu sendiri adalah kemenangan yang tidak bisa diukur oleh penghargaan manapun," bisik Kael pada kegelapan, menutup matanya dan membiarkan tidur perlahan menguasainya, membawanya ke dalam mimpi yang dipenuhi dengan gambaran festival, pemutaran, dan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin dibawa besok.

1
Syahrian
🙏
Syahrian
😍🙏
Syahrian
👍🙏
Syahrian
😍
Syahrian
👍🙏
Revan
💪💪
Syahrian
Lanjut thor
Kila~: siap mang💪
total 1 replies
pembaca gabut
thorr lagi Thor asik ini 😭
±ηιтσ: Baca karyaku juga kak
judulnya "Kebangkitan Sima Yi"/Hey/
total 2 replies
pembaca gabut
asli gue baca ni novel campur aduk perasaan gue antara kagum dan takut kalo kael dan tim gagal atau ada permasalahan internal
Syahrian
Lanjut thor👍👍
Revan
💪💪💪
Revan
💪💪
Syahrian
Tanggung thor updatenya🙏💪👍
Kila~: udah up 3 chapter tadi bang/Hey/
total 1 replies
Syahrian
🙏👍👍
Kila~: makasii~/Smile/
total 1 replies
Syahrian
👍🙏
Syahrian
😍
Syahrian
👍
Syahrian
Lanjut 👍😍
Kila~: sudah up 2 chapter nih
total 1 replies
Syahrian
Lanjuut🙏
Kila~: besok up 3 chapter 😁
total 1 replies
Syahrian
Mantap💪🙏
Kila~: terimakasih bang/Rose/
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!