Merasa bosan hidup di lingkungan istana. Alaric, putra tertua dari pasangan raja Carlos dan ratu Sofia, memutuskan untuk hidup mandiri di luar.
Alaric lebih memilih menetap di Indonesia ketimbang hidup di istana bersama kedua orang tuanya.
Tanpa bantuan keluarganya, Alaric menjalani kehidupan dan menyembunyikan identitasnya sebagai seorang pangeran.
Sementara sang ayah ingin Alaric menjadi penerus sebagai raja berikut. Namun, Alaric yang lebih suka balapan tidak ingin terkekang dan tidak punya ambisi untuk menjadi seorang raja.
Justru, Alaric malah meminta sang ayah untuk melantik adiknya, yaitu Alberich sebagai raja.
Penasaran? Baca yuk! Siapa tahu suka dengan cerita ini.
Ingat! Cerita keseluruhan dalam cerita ini hanyalah fiktif alias tidak nyata. Karena ini hasil karangan semata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 24
Mereka pun tiba di rumah kontrakan milik Alaric. Alaric melihat para emak-emak berkumpul di tempat biasa.
Namun, sejak kedatangan Arthur sekeluarga, mereka tidak lagi caper sama Alaric.
"Kamu tinggal sendiri?" tanya Boni.
"Hm, masuklah." Alaric mempersilakan Boni masuk. "Kamu tidak punya ponsel, kan?" tanya Alaric.
Boni menggeleng lemah. Boro-boro beli ponsel, untuk keperluan sehari-hari kadang kesulitan. Gajinya kadang tidak cukup untuk kebutuhan mereka sekeluarga.
Alaric memberikan ponselnya yang tidak di pergunakan nya. Boni ragu untuk mengambilnya, karena ponsel itu pasti sangat mahal menurutnya.
"Untukmu, lagipula tidak aku pergunakan juga," kata Alaric.
"Al, ini terlalu berlebihan. Aku tidak bisa terima," tolak Boni.
Namun Alaric memaksa. Hingga akhirnya Boni pun menerimanya. Boni tersenyum, sudah lama dia mendambakan ponsel, tapi apa daya tidak kesampaian.
Boni terharu hingga air matanya menetes. Alaric tertawa melihatnya. Menurutnya lucu, itu sebabnya ia tertawa.
Boni mengucapkan terima kasih dengan suara bergerak. Alaric pun menepuk pundaknya pelan.
"Mandilah, setelah ini kita keluar untuk cari makanan," kata Alaric.
"Memang di rumah mu tidak ada makanan?" tanya Boni setelah tidak menangis lagi.
"Aku tidak bisa masak, jadi aku hanya beli," jawab Alaric.
Boni pun mandi, Alaric menyerahkan handuk baru untuknya. Juga pakaian ganti yang baru yang belum pernah Alaric pakai.
Boni kaget saat melihat label yang tergantung di baju dan celana yang Alaric berikan. Alaric lupa untuk mencopot label tersebut.
"Masya Allah. Apa benar ini harga baju? Cuma baju kaos doang melebihi gaji ku sebulan?" batin Boni.
Boni tidak berani untuk memakainya. Ia keluar dari kamar mandi dengan masih berbalut handuk.
"Kenapa?" tanya Alaric.
"Apa benar ini harga baju sampai segini?" tanya Boni memperlihatkan bandrol harga di baju dan celana.
Alaric menepuk keningnya pelan. "Itu nomor seri nya bukan harganya," jawab Alaric beralasan. "Pakai lah, tidak mungkin kamu mau jalan menggunakan handuk saja," tambah Alaric.
Tapi Boni juga tidak bodoh hingga tidak bisa membedakan mana harga dan mana nomor seri. Hanya saja dia tidak mau memperpanjang urusannya.
Alaric memberikan pakaian itu kepada Boni. Karena baginya, kalau sudah di pakai oleh orang lain, Alaric tidak mau lagi memakainya. Meskipun dengan adiknya sendiri.
Malam harinya mereka pun keluar untuk mencari makanan sekaligus pergi ke pasar malam.
Karena takut kedinginan, Alaric memberikan jaket miliknya yang harganya juga fantastis. Untuk jaket, Alaric lebih dulu membuang label harganya agak Boni tidak terkejut lagi.
"Mau langsung masuk atau mau makan dulu?" tanya Alaric saat mereka sudah tiba di pasar malam.
Boni memilih makan dulu, karena dia juga sudah lapar. Di luar pasar malam ada berbagai jenis jajanan dengan gerobak jualan. Hanya tinggal pilih sesuai keinginan.
"Mau makan apa?" tanya Alaric.
"Mie ayam saja," jawab Boni.
Alaric pun mengajak Boni ke gerobak mie ayam. Mereka memesan dua porsi. Pria penjual mie ayam pun tersenyum.
"Dik, bukan orang sini ya?" tanya pria itu kepada Alaric.
"Orang sini Pak. Memang kenapa Pak?" tanya Alaric balik.
"Tidak, adik ini kulitnya putih bersih, tidak seperti kulit orang sini yang rata-rata sawo matang seperti adik ini," jawab pria itu menunjuk ke Boni.
Alaric tidak lagi menanggapi. Karena mie pesanan nya sudah siap. Jadi ia memilih untuk makan. Setelah selesai makan, Alaric pun membayarnya.
Setelah itu mereka membeli tiket masuk. Saat masuk ke dalam, ternyata sudah banyak orang yang datang.
"Ke sana yuk," ajak Alaric. Boni hanya mengikuti saja. Lagipula dia tidak punya uang untuk bermain.
Tanpa bertanya, Alaric memberikan uang kepada Boni untuk bermain permainan yang Boni inginkan.
Boni terlihat bahagia. Ia melupakan sejenak kesusahan hidupnya. Alaric mengajak nya bermain di pasar malam ini. Hingga merasa puas, barulah mereka berhenti.
Boni mengajak Alaric pulang. Boni membawa hadiah yang di dapatkan oleh Alaric. Semuanya di berikan kepada Boni olehnya.
Alaric memesan makanan untuk di bungkus. Kemudian mereka pun pulang setelah pesanan nya siap dan di bayar.
"Sulit ya?" tanya Alaric saat melihat Boni cukup kesulitan membawa hadiahnya.
"Tidak juga, masih bisa kok?" jawab Boni.
Alaric pun melajukan motornya. Ia langsung mengantar Boni pulang. Hingga mereka pun tiba di rumah Boni.
Terlihat rumah itu sepi. Karena orang tua Boni masih di rumah sakit. Yang ada hanya kedua adiknya.
Pintu terbuka, ternyata kedua adiknya belum tidur. Keduanya langsung senang saat melihat kakaknya membawa banyak hadiah.
"Masuk dulu Al," kata Boni.
"tidak usah, aku langsung pulang saja. Ini ada makanan untuk adik mu," kata Alaric menyerahkan makanan yang di beli nya tadi.
Boni berterima kasih setelah mengambil makanan tersebut. Alaric pun pamit pulang kepada Boni.
Boni melambaikan tangannya hingga motor Alaric tidak terlihat lagi. Boni tersenyum dan menghela nafas. Dia tidak menyangka memiliki teman sebaik dan seroyal Alaric.
Alaric ngebut di jalanan. Kebetulan jalanan cukup lenggang ketika ini. Hingga tidak butuh waktu lama Alaric pun tiba di rumah.
Keesokan harinya ...
Alaric sudah bersiap-siap untuk menjemput Boni. Setelah selesai sarapan Alaric pun langsung berangkat.
Tiba di rumah Boni, Boni sudah menunggunya. Kedua adik Boni juga mau berangkat sekolah.
"Jadi ngerepotin ya?"
"Gak apa-apa. Mereka berjalan kaki?" tanya Alaric saat melihat kedua adiknya Boni berjalan.
"Iya, tidak jauh kok," jawab Boni.
Boni menutup pintu, kemudian naik ke motor Alaric. Alaric yang berada di atas motor pun langsung menjalankan motornya.
Dalam perjalanan menuju tempat kerja. Beberapa buah motor mengejar motor Alaric. Alaric menoleh sebentar, kemudian melajukan motornya.
"Siapa mereka?" tanya Boni.
"Nggak tahu," jawab Alaric.
Alaric terus melajukan motornya. Hingga mereka tiba di salon mobil tempatnya bekerja.
Ternyata motor yang mengejar mereka pun ikut ke salon mobil. Motor-motor itu pun berhenti dan penumpang nya turun dengan membawa tongkat baseball.
"Siapa kalian?" tanya Alaric. Mereka tidak menjawab, tapi mereka hanya tersenyum miring saja.
"Kamu bocah yang bernama Alaric?" tanyanya.
Alaric tidak menjawab. "Mereka kenal dengan ku, besar kemungkinan mereka suruhan seseorang," batin Alaric.
Tiba-tiba Alaric teringat Heri. Karena kalau Raihan tidak mungkin. Raihan sudah di ancam oleh Alderich dan Alberich.
"Kalian orang suruhan Heri, kan?" tanya Alaric.
"Huh, itu tidak penting. Yang penting kamu harus di hajar agar lebih tahu diri," jawab salah satu dari mereka.
Alaric semakin yakin jika mereka adalah orang suruhan Heri. Alaric meminta Boni untuk menjauh dari situ.
Karena Alaric tidak ingin Boni kenapa-kenapa. Alaric tahu, yang mereka incar adalah dirinya. Jadi, ia lah yang harus menyelesaikan nya.