NovelToon NovelToon
Permaisuri Bar Bar

Permaisuri Bar Bar

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Time Travel / Transmigrasi / Preman
Popularitas:8.6k
Nilai: 5
Nama Author: ANWi

Zhao Yue, preman jalanan abad 21 yang menguasai pasar malam, hidup dengan moto " Kalau mau aman, jangan macam-macam denganku." Jago berkelahi, lidah pedas, dan aura menakutkan adalah ciri khasnya.

Suatu malam, setelah menghabisi geng saingan, ia dikepung dan dipukul keras di kepala. Saat tersadar, ia berada di ranjang keemasan dan dipanggil “Yang Mulia Permaisuri.” Kini, Zhao Yue berada di tubuh Permaisuri Xian Rong dari Dinasti Wei—istri kaisar yang dikenal lemah dan sakit-sakitan. Namun sejak roh preman masuk, sang permaisuri berubah menjadi galak, blak-blakan, dan barbar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ANWi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kisah Manis Mei dan Li Shan

Setelah hiruk pikuk pelajaran memanah pagi itu—dengan Kaisar yang sampai salah sasaran ke pohon pisang dan Permaisuri tertawa sampai berlinang air mata—paviliun kembali tenang. Para dayang sibuk membereskan perlengkapan latihan, sementara para penjaga kembali ke pos masing-masing. Namun, hati beberapa orang masih penuh geli, terutama Mei yang sempat menyaksikan seluruh kejadian itu sambil menahan tawa di balik lengan bajunya.

Hari itu Mei mendapat tugas ringan yaitu menyiapkan teh sore untuk Permaisuri. Ia berjalan di lorong batu yang dinaungi pohon bunga seruni, baki perak di tangannya berisi teko giok dengan uap tipis mengepul. Angin musim semi membuat ujung selendangnya bergoyang. Dalam hati, ia masih teringat wajah Zhu Lang yang memerah karena harus berdiri begitu dekat dengan Kaisar.

“Kasihan sekali kalau terus-terusan disiksa begitu,” gumam Mei sambil menahan tawa kecil.

Sesampainya di aula samping, ia menghidangkan teh untuk Permaisuri yang tengah bersantai. Sang Permaisuri hanya melirik sekilas lalu tersenyum. “Mei, kau selalu tahu bagaimana membuat tehnya pas. Aku jadi semakin malas kalau tidak ada kau.”

Mei menunduk. “Itu sudah kewajiban hamba, Yang Mulia.”

Tak lama kemudian, Permaisuri mengibaskan tangan, tanda ia ingin beristirahat sebentar tanpa ditemani. Mei pun pamit dengan sopan dan keluar dari paviliun. Saat melangkah menuju lorong samping, matanya bertemu dengan seseorang yang berdiri tegak di bawah tiang kayu berukir naga. Li Shan, salah satu penjaga kepercayaan di paviliun itu.

Li Shan tampak gagah dengan baju zirah sederhana berwarna biru gelap. Pedang pendek tergantung di pinggangnya, sementara sikapnya tegak dan wajahnya serius. Namun, saat melihat Mei, ada sedikit kilau hangat yang tak bisa ia sembunyikan.

“Kerja keras sekali, Penjaga Li,” sapa Mei ringan.

Li Shan menoleh, suaranya dalam tapi lembut. “Dayang Mei juga tampak sibuk seharian. Apakah Permaisuri tidak membuatmu lelah?”

Mei tersenyum simpul. “Bukan Permaisuri yang melelahkan, tapi kejadian pagi tadi. Entah siapa yang punya ide mengajari Zhu Mei memanah, hasilnya… cukup membuat perut sakit karena menahan tawa.”

Li Shan mengangkat alis, sedikit heran. “Apakah itu sangat parah?”

Mei mengangguk. “Kalau kau ada di sana, kau pasti juga tidak tahan. Bayangkan saja, Kaisar sendiri yang mengajari, tapi akhirnya pohon pisang yang jadi korban.”

Li Shan sempat menahan tawa, tapi akhirnya ikut tergelak kecil. Tawa itu jarang keluar dari bibirnya, dan membuat raut wajahnya yang biasanya dingin jadi lebih hangat.

“Kalau aku yang diajar langsung Kaisar, mungkin aku juga sudah kabur ke gunung,” ujarnya, setengah bergurau.

Mei menoleh cepat, suaranya terkejut. “Jangan bicara sembarangan, Penjaga Li! Kalau ada yang dengar, bisa gawat.”

Li Shan mendekat setengah langkah, menurunkan suaranya. “Kalau aku kabur ke gunung… apakah Dayang Mei akan ikut?”

Mei sontak membeku. Wajahnya memanas, tangan yang memegang baki hampir terlepas. Ia buru-buru menunduk, pura-pura merapikan selendang. “Penjaga Li jangan bicara yang bukan-bukan. Tembok istana terlalu tinggi untuk dilompati.”

Li Shan tersenyum samar, matanya tajam namun hangat. “Kalau begitu, aku hanya perlu cukup tinggi untuk melompati tembok itu. Tidak perlu sendirian, kan?”

Mei benar-benar kewalahan. Ia menggigit bibir, berusaha menahan senyum yang hampir pecah. “Kau benar-benar bicara seperti anak kecil yang keras kepala. Bagaimana mungkin seorang penjaga istana bisa berkata ingin melompati tembok bersama dayang? Kalau ada yang dengar…”

“Kalau ada yang dengar,” potong Li Shan cepat, “aku akan katakan aku hanya sedang bercakap dengan dayang favorit Permaisuri. Tidak ada salahnya, bukan?”

Kali ini Mei tidak bisa menahan diri lagi. Senyum kecilnya terbit, walau ia berusaha menutupinya dengan menunduk. Ia sadar benar hubungan semacam ini bukanlah hal yang bisa dipandang ringan. Dayang dan penjaga boleh saja berinteraksi, tapi hubungan pribadi—apalagi sampai berandai melarikan diri bersama—bisa dianggap skandal.

Namun, ada sesuatu pada cara Li Shan menatapnya. Bukan tatapan menggoda murahan, melainkan ketulusan seorang pria yang benar-benar menginginkan kebersamaan sederhana.

Mereka terdiam sejenak, hanya suara angin yang berhembus di antara tiang-tiang paviliun. Dari kejauhan terdengar suara burung tekukur.

Li Shan akhirnya berdeham pelan, kembali menegakkan tubuhnya seperti seorang penjaga seharusnya. “Dayang Mei… kalau suatu saat kau lelah dengan hiruk-pikuk istana, katakanlah padaku. Aku akan mendengar.”

Kata-kata sederhana itu membuat hati Mei bergetar. Ia menunduk lebih dalam, lalu berkata lirih, “Penjaga Li, kau sebaiknya menjaga mulutmu. Kalau aku tertangkap mendengarkan ucapannya, mungkin aku tidak akan bisa lagi menyeduhkan teh untuk Permaisuri.”

Namun, nada suaranya tak lagi sekaku tadi. Ada hangat yang tersembunyi di balik tegurannya.

Li Shan hanya tersenyum samar, lalu menoleh ke arah lain, pura-pura kembali fokus pada tugasnya. Mei pun melanjutkan langkah, baki kosong di tangannya bergetar sedikit. Dalam hati ia tahu, pertemuan singkat itu akan menemaninya sepanjang malam nanti.

***

Malamnya, saat para dayang berkumpul di kamar kecil mereka, Mei tampak lebih sering tersenyum sendiri. Teman-temannya sibuk bergosip tentang kejadian memalukan Kaisar saat memanah, tapi Mei lebih sibuk memikirkan ucapan Li Shan di gerbang paviliun.

“Kalau aku kabur ke gunung, apakah Dayang Mei akan ikut?”

Kata-kata itu berputar-putar di benaknya, membuat wajahnya memanas. Ia menggulung selimut hingga menutupi kepala, berusaha menekan rasa geli sekaligus bahagia.

Sementara itu, di luar kamar para dayang, Li Shan masih berdiri di pos jaga. Malam sunyi, hanya suara serangga terdengar. Namun, pikirannya tak sepenuhnya berada pada tugas. Sesekali ia tersenyum kecil—senyum yang hanya dimiliki seorang pria yang tengah jatuh cinta diam-diam.

Mereka tidak akan tau, kejadian buruk yang akan menimpa.

***

Happy Reading ❤️

Mohon Dukungan untuk :

• Like

• Komen

• Subscribe

• Follow Penulis

Terimakasih❤️

1
Dewiendahsetiowati
mana ada yang nolak ramen yang enak
ANWi: hmm betulll, kecuali...kalo gengsi 😳
total 1 replies
Dewiendahsetiowati
hadir thor
ANWi: asiap kaka cantik
total 1 replies
livv livv
lanjut thor
ANWi: Siap kak, terimakasih suda mampir ya❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!