pengalaman pahit serta terburuk nya saat orang yang dicintai pergi untuk selama-lamanya bahkan membawa beserta buah hati mereka.
kecelakaan yang menimpa keluarganya menyebabkan seorang Stella menjadi janda muda yang cantik yang di incar banyak pria.
kehidupan nya berubah ketika tak sengaja bertemu dengan Aiden, pria kecil yang mengingatkan dirinya dengan mendiang putranya.
siapa sangka Aiden adalah anak dari seorang miliarder ternama bernama Sandyaga Van Houten. seorang duda yang memiliki wajah bak dewa yunani, digandrungi banyak wanita.
>>ini karya pertama ku, ada juga di wattpad dengan akun yang sama "saskavirby"
Selamat membaca, jangan lupa vote and coment ✌️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon saskavirby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
eps 24
...Follow me yukk 😉😘...
...Jangan lupa voment. (vote dan komentar) ✌️🙏...
...[][][]...
Stella terbangun dari tidurnya, terkejut saat menyadari bahwa dirinya sudah berada di kamarnya, kepalanya menunduk, melihat pakaiannya semalam yang belum terganti. Dia mendesah pelan, mengingat kejadian semalam membuat kepalanya pening, dia beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
"Kamu mau kemana, Tan?" tanya Stella yang melihat Intan duduk di sofa dengan koper di hadapannya.
Intan menatap sinis. "Aku mau pergi dari sini."
"Kenapa?" tanya Stella penasaran.
Intan menggeleng. "Gapapa, aku nggak betah," balasnya dingin.
Stella menyernyit. "Apa maksudmu, Intan?"
Intan bangkit dari duduknya. "Aku nggak mau tinggal serumah dengan pengkhianat," tegasnya kemudian menyeret kopernya keluar dari rumah Stella.
Stella terdiam, tidak ingin menahan kepergian Intan, dia memijat keningnya yang terasa pusing.
'Ada apa lagi ini?' pikirnya.
***
Sebulan berlalu, Stella sudah kembali dengan aktifitas biasanya, tidak lagi memikirkan Sandy dan juga Aiden. Ucapan Intan waktu itu pun tidak terlalu dia pikirkan, mungkin Intan ingin mandiri, pikirnya.
Saat berada di butik dan tengah melihat koleksinya, seorang wanita paruh baya menghampirinya.
"Kamu yang bernama Stella?"
Stella menoleh, memperhatikan wanita di hadapannya yang nampak asing. "Iya, Bu, saya Stella, ada yang bisa saya bantu?"
"Saya Ayu, Ibu dari Rega."
Stella terkesiap, ibunya Rega? Selama ini dirinya belum pernah bertemu dengan orangtua Rega. Dia mulai bertanya-tanya, apa tujuan orangtua Rega mengunjunginya.
"Saya minta kamu jauhi Rega," ucap Ayu to the point, membuat Stella kembali terkejut.
"Maksud anda?" tanyanya hati-hati.
"Apa kamu tuli, saya bilang, jauhi Rega, kamu sama sekali tidak pantas untuk anak saya," hentaknya, memperhatikan penampilan Stella dari atas hingga bawah. "Cantik sih, tapi, kamu itu 'kan janda. Saya tidak mau anak saya menikah dengan seorang janda, apa kata orang nanti?" sambungnya penuh sindiran mengejek.
Stella tersentak, merasa tersinggung dengan status yang dilontarkan oleh Ayu, memang kenapa kalau dirinya janda? Apa yang salah dengan janda? Bahkan dirinya tidak pernah merayu laki-laki, apa status janda begitu buruk di mata mereka?
"Maaf, Bu, sepertinya anda salah paham," ucap Stella sopan.
"Halah, jangan ngeles! Dengarkan saya baik-baik, jangan dekati anak saya lagi, sampai kapanpun saya tidak akan merestui hubungan kalian," hardiknya mengancam. Ayu menuding wajah Stella. "Ingat itu!" sambungnya kemudian berlalu.
Stella menatap miris kepergian Ayu, dia mendesah pelan.
Sari mendekat ke arah Stella, dia sempat mencuri dengar pembicaraan Stella dan Ibu-Ibu tadi.
"Siapa, Mbak?" tanyanya hati-hati.
Stella menoleh. "Ibunya Rega."
"Ibunya Mas Rega? Ada apa, Mbak?" tanya Sari terkejut juga penasaran.
Stella mengangkat bahunya. "Tidak tahu, Sar, tiba-tiba Ibunya Rega memintaku menjauhi Rega."
"Yang sabar ya, Mbak," tanggap Sari mengelus lengan Stella. Dia merasa kasihan terhadap Stella, direndahkan orang lain karena status yang dia miliki. Padahal, Stella tidak pernah bertindak aneh-aneh terhadap lawan jenis. Mereka saja yang berusaha mendekati Stella, dia melihat banyak tentang itu, karena dia sudah cukup lama bekerja dengan Stella.
Sari berharap, semoga kelak kalau sudah menikah, dia bisa bersama dengan suaminya sampai maut memisahkan. Dan mendoakan agar Stella segera mendapatkan kebahagiaan.
***
Rega yang baru pulang dari dinas luar kotanya merasa ada yang tidak beres dengan Stella. Berulang kali wanita itu mengabaikan telepon darinya, bahkan mengabaikan kehadirannya. Dia sempat bertanya pada Jery, namun Jery hanya mengangkat bahunya.
"Gue ngerasa Stella ngejauhi gue."
"Perasaan lo aja kali," tanggap Jery.
Rega menggeleng. "Bukan, Jer, gue rasa Stella sekarang berubah."
Jery menepuk lengan Rega, berusaha menenangkan.
"Lo yakin nggak terjadi sesuatu selama gue nggak di sini?" selidik Rega.
Jery berfikir sejenak, kemudian menjentikkan jarinya. "Gue ingat."
Rega menaikkan sebelah alisnya.
"Waktu itu, Sari bilang nyokap lo datang ke butik nemui Stella," ungkap Jery. "Dan lo tahu apa yang nyokap lo bilang ke Stella?" tanyanya membuat Rega menggeleng.
"Nyokap lo minta agar Stella jauhin lo, dia nggak suka lo deket-deket sama Stella. Mungkin itu salah satu alasan perubahan sikapnya terhadap lo."
Rega terkesiap, apa tujuan Ibunya mengatakan hal itu pada Stella? Juga, kapan Ibunya menemui Stella? Dan darimana Ibunya tahu tentang Stella? Beberapa pertanyaan menghantui pikirannya.
Rega segera beranjak dari duduknya. "Gue cabut dulu," pamitnya.
"Mau kemana lo, Ga?"
***
Rega memarkirkan kendaraannya asal, berlari memasuki rumah, tujuannya hanya satu, bertemu Ibunya. Melihat sang Ibu yang sedang menyiram bunga kesayangannya di halaman belakang, dia segera menghampiri.
"Ma, aku mau bicara sama Mama," tanpa basa-basi, Rega berujar ketika sudah berada di belakang Ayu.
Ayu menoleh sekilas. "Ngomong aja, Ga," balasnya kembali menyirami tanamannya.
"Mama nemuin Stella di butik?" tebaknya.
Ayu sempat terkejut, namun dia segera menormalkan rasa terkejutnya itu. "Iya," jawabnya datar.
"Apa maksud Mama bilang ke Stella untuk jauhin aku, Ma? Mama nggak seharusnya mengurusi urusanku, aku sudah besar, Ma. Aku tahu mana yang baik dan tidak untukku," cecar Rega pelan, berusaha meredam emosinya dengan mengepalkan kedua tangannya kuat.
Ayu mematikan kerannya, berbalik menatap ke arah Rega. "Wanita itu ngadu sama kamu?" selidiknya.
Rega mendongak menahan emosi, membuang nafas pelan. "Stella nggak ngadu, Ma. Aku sendiri yang mencari tahu."
"Mama nggak suka kamu dekat-dekat sama janda itu," ucap Ayu menghentak. "Apa kata teman-teman Mama nanti, kalau kamu pacaran sama janda, apalagi nikah sama janda!"
Kedua tangan Rega terkepal. "Biarpun Stella janda, aku tidak peduli, Ma, aku mencintainya."
Ayu melotot. "Mama tidak akan merestuimu, Rega!" hentaknya menatap tajam.
"Ma, berhenti mengganggu urusan Rega."
"Rega, kamu lupa lahir darimana? Kenapa kamu membantah Mama demi janda murahan itu!" hardik Ayu meninggikan suaranya.
"Stella nggak murahan, Ma," balas Rega menahan emosinya yang siap meledak.
Ayu tersenyum sinis. "Beruntung wanita itu segera memberitahukan Mama tentang Stella, jadi Mama bisa bertindak cepat."
Rega terkesiap. "Wanita? Siapa, Ma?"
Ayu terdiam, merutuki mulutnya yang sembarangan bicara. "Apa?" elaknya kemudian.
"Siapa yang Mama maksud wanita, Ma?" selidiknya menggeram.
Ayu hanya diam tanpa berniat menjawab.
Rega mengacak rambut frustasi, menatap Ayu tajam. "Meskipun Mama tidak mau mengatakan, aku pasti akan mengetahui secepatnya," desisnya penuh kecaman.
"Rega, mau kemana kamu!" teriak Ayu yang melihat Rega melangkah menuju pintu keluar, namun Rega bergeming melanjutkan langkahnya.
***
Rega memutuskan menemui Stella di butiknya. Matahari sudah berada di peradaban barat, yang berarti hari sudah sore menjelang malam.
Stella terkejut saat akan menutup butik melihat Rega di depan butiknya.
"Ste, kita harus bicara."
Setelah mengunci pintu, Stella mengajak Rega untuk duduk di kursi yang tersedia di depan butik.
"Maaf soal Mama."
Stella tersenyum. "Nggak ada yang perlu dimaafkan, Ga."
"Tapi, Ste —"
"Ibu kamu benar, Ga, tidak seharusnya kamu mencintai seorang janda sepertiku," sela Stella. "Lihat diri kamu, kamu itu tampan, muda, kaya, berpendidikan, pengusaha sukses, semua wanita pasti mendambakan pria sepertimu."
'Tapi itu semua tidak berlaku untukmu, Ste,' bathin Rega miris.
"Kamu bisa mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dibandingkan denganku, kekuranganku terlalu banyak jika dibandingkan dengan kelebihanmu. Aku sama sekali tidak menyalahkan Ibumu, aku mengerti apa yang dikhawatirkannya, kamu lupa aku juga pernah menjadi seorang Ibu?" tuturnya menatap Rega lekat. "Semua Ibu ingin yang terbaik untuk anaknya," sambungnya tersenyum kecil.
Rega menghela nafas. "Maaf, Ste."
Stella kembali tersenyum. "Tidak apa, cobalah buka hatimu, aku yakin kamu akan menemukan belahan jiwamu."
Rega menatap lekat manik mata teduh wanita di hadapannya, yang entah sejak kapan telah mencuri hatinya. "Apa tidak ada kesempatan untukku, Ste?" tanyanya hati-hati.
"Maafkan aku, Ga."
"Apa kamu masih mencintainya?" tebak Rega.
Stella terkesiap, menghembuskan nafas lelah. "Entahlah," jawabnya mengangkat bahu.
'Dan aku yakin, saat ini kamu masih mencintainya, Ste, pria bajing** yang sudah menghancurkan hatimu,' bathin Rega merutuk geram.
Stella menepuk lengan Rega. "Lebih baik kita jalani kehidupan masing-masing, aku tidak mau Ibumu salah paham denganku."
"Tapi, Ste,"
Stella bangkit. "Aku pergi dulu, Ga," pamitnya tersenyum kecil.
Rega menatap nanar kepergian Stella, tangannya mengepal menahan emosi. Dia mengacak rambutnya frustasi.
"Arrgghh breng***!"
.
...[][][]...
...15 Januari 2020...
...Saskavirby...
kok milih perempuan kasar bgt nganggep cocok to dia
aneh sich
tp bnyak kok orang yg ga paham dng pilihannya