Rahwana Bataragunadi, menyamar menjadi Office Boy di kantornya sendiri untuk menguak berbagai penyimpangan yang terjadi.
Pemuda itu mengalami banyak hal, dari mulai kasus korupsi, sampai yang berhubungan dengan hal-hal gaib.
Dalam perjalanannya, ia ditemani entitas misterius yang bernama Sita. Wanita astral yang sulit dikendalikan oleh Rahwana itu selalu membantunya di saat butuh bantuan.
Masalahnya, Rahwana tahu Sita bukan manusia. Tapi semakin hari ia malah semakin jatuh cinta pada Sita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Catatan 23 : Kecoa
Rahwana melirik ke arah Ai yang sedang sibuk manicure sambil mengangkat kakinya ke kursi kosong di sebelahnya, kursi bekas Pak Endang. Padahal banyak bantex numpuk di atas mejanya, pekerjaan yang tertunda lama.
"Ya Pak, saya ambilkan minyak kayu putih dulu,"
"Rasanya pundak saya berat banget," kepala Pak Rey kembali terlungkup di atas meja.
Rahwana mengernyit.
Ini terlalu aneh.
Mereka yang seharusnya hanya mampu berkeliaran di lantai 7, bisa loncat ke lantai 15, berkumpul pula bagaikan sudah diarahkan ke tumbal selanjutnya.
Lalu Rahwana ingat bahwa Cracker yang meretas komputer Pak Yanto berada di lantai 15. Namun disini ada sekitar 30 komputer, bisa lebih. Juga IP addressnya tidak terlacak, hanya diketahui lokasinya saja.
Yang lebih menyebalkan, semua sedang sibuk mengetik, kecuali Ai tentunya. Cowok itu bahkan tidak repot-repot menyalakan komputernya.
Namun tampaknya ia menyadari tatapan Rahwana yang tertuju padanya lekat-lekat.
Ai pun menghentikan kikirannya, lalu balik menatap Rahwana. Dan mengetip-ngetipkan kelopak matanya dengan genit.
Rahwana mencibir sebal.
"Aku serius," Rahwana berbicara tanpa bersuara.
Ai menghela napas, berdiri dan menghampiri Rahwana. "Yes Brooo?!" Ia merangkul pundak Rahwana dan menggelitik dadanya.
"Njir!" Rahwana menepis tangan Ai.
"Jadi? Something wrong?" tanya Ai. Lalu ia menoleh ke arah Pak Rey. "Ceile Pak, belom waktunya boci ini, mau dibeliin tolak angin nggak?!"
(Boci singkatan dari 'Bobo Ciang' yang berarti tidur siang)
"Bawel banget sih!" Rahwana menutup mulut Ai.
Pak Rey hanya melambaikan tangan dengan kepala tetap terlungkup di atas meja.
"Dia kenapa?!" bisik Ai ke Rahwana.
"Dia lagi dikerjain," bisik Rahwana.
"Dikerjain siapa?"
"Astral,"
"Kenapa Mas Iwan nggak deketin?!"
"Di dalam sesak,"
"Hah?!" Ai mengernyit, "Gimana?!" tanyanya. Karena di penglihatannya ruangan itu kosong melompong.
"Di dalam sesak, banyak-"
"CORO BUDUK!!" Jerit Ai. Cowok itu langsung lari ke arah mejanya, mengambil salah satu bantex dan langsung ia lemparkan ke arah kepala Pak Rey.
Brakk!!
Kertasnya langsung berhamburan menghantam dinding.
Pak Rey langsung menegakkan kepala sambil terbelalak kaget.
Belum puas, Ai mengambil payung besar yang diletakkan di samping pintu, masuk ke dalam ruangan sambil mengayun-ayunkan payung dan sampai di belakang Pak Rey dia pukulkan tongkat itu ke dinding.
Berkali-kali sampai retak.
Pak Rey sampai ketakutan dan pergi melipir ke sudut menghindari Ai yang histeris.
Lalu terlihat binatang kecil kabur dengan cepat dari sela dinding.
Kecoa kecil, seakan menggoda cowok itu untuk berbuat lebih jauh.
"Iiihhh!!" Jerit Ai histeris. Dia lempar payung itu. Kena telak, kecoa itu dalam sekejap gepeng dan jatuh ke lantai.
"Jijaaaaay!!" Jerit Ai langsung lari keluar ruangan menuju kamar mandi untuk cuci tangan. Bahkan mungkin mandi.
Dan setelahnya ruangan itu hening. Semua saling tatap sambil bengong.
"Dia pukul saya pakai bantex!" Seru Pak Rey tak percaya saat menyadari apa yang terjadi.
Tapi... Para makhluk astral jadi lenyap semua gara-gara ayunan payung Ai.
"Tapi sakitnya hilang kan Pak?" tanya Rahwana sambil menahan tawa.
"Eh? Loh.. Iya nih! Jadi seger lagi," Pak Rey berdiri sambil berkacak pinggang, berusaha menelaah yang terjadi.
"Pak Rey mau makan siang apa? Nanti saya belikan," sahut Rahwana sambil tersenyum manis.
*
*
"Ai...?" Panggil Rahwana sambil membuka pintu toilet. Terdengar suara shower.
"Kamu mandi Ai?"
"Kalo bersihin ruangan yang bener dong Mas! Masa banyak kecoak!!" Seru Ai kesal dari dalam kamar mandi.
"Itu nggak banyak, cuma 1,"
"Eike jijik!!" Seru Ai lagi.
"Butuh handuk nggak?" Rahwana masih kalem.
"Ya butuh laaah!!" Ai membuka pintu kamar mandi dalam keadaan sekujur tubuhnya masih basah dan dengan kesal merebut handuk di tangan Rahwana.
"Hari pertama eike nemu kecoak, besok apa lagi, hah?!"
"Ya wajar ada kecoak, soalnya banyak jasad ditanam di tembok di lantai 7," gumam Rahwana.
Ai memekik kaget, "Akoh udah denger dari Papa, kupikir dia cuma nakut-nakutin aja!!" Ai melilit pinggangnya dengan handuk. "Itu berarti kecoak disini super duper menjijaykan! Ketemu satu lagi eike tembak langsung!"
Rahwana hanya terkekeh. sesaat kemudian ia mengernyit saat melihat perut dan paha Ai. "Biru-biru tuh,"
"Heh? Hehe, habis digebukin Papa,"
"Kenapa?"
"Dia marah karena eike bikin konten,"
"Yang joget-joget itu,"
Ai hanya mengangkat bahu mengiyakan. Cowok itu mengeringkan rambutnya dengan handuk sambil setengah menggerutu, "Akoh kan juga harusnya bisa bebas berekspresi. Jadi anaknya Komandan GSA tuh nggak enak,"
"Hm," Rahwana duduk bersandar di wastafel sambil mendengarkan Ai. Dipikir, sudah lama juga mereka tidak bicara dari hati ke hati. Sejak mulai kuliah mulai ada kerenggangan karena kesibukan masing-masing.
"Eike dituntut buat kayak you, jantan, kalem, jago tinju, cerdas pinter logis nggak ketulungan. Itu bukan Eike. Itu you! Kalo nggak suka ya hapus aja eike dari KK," gerutu Ai.
"Ya salah kamu juga, lagian joget-joget,"
"Banyak cowok yang juga joget tikttok kayaknya its okey! Kenapa Eike nggak boleh?!"
"Ya karena kalau kamu udah kemayu banget, mereka kuatir kamu melenceng,"
"Diriku bukan kriminal, nggak berbuat violent, nggak nyolong nggak begal nggak bunuh-bunuh orang kaya Papa, bahkan nggak narkoba nggak ngerokok. Emang dari sananya settingannya udah begini!"
"Tapi kamu beneran gay?"
"Ya kalo ada yang ganteng kayak you ya jabanin,"
"Ai, aku serius,"
"Nggak honeeey, eike nggak belok! Masih suka ciwi! Kecuali Nay,"
"Kenapa nggak suka Nay, dia kayaknya bucin banget sama kamu,"
"Justru karena dia bucin! Tingkat akutnya udah nakutin Eike. You tahu dia sering kirimin Akoh pap syurnya?! Ingatan itu terngiang-ngiang sampai eike susah makan!" Seru Ai.
(Pap : post a picture, kirim foto maksudnya)
"Udah gitu, Mas, waktu Eike ultah dia kirimin eike cake, tulisannya Cintaku, Nikah Yiuk. Iyuuuhhh!! Eike masih 19 taun! Cinta cintaan aja nggak tersirat apalagi nikah woyyy!" Ai membanting handuknya ke arah wastafel lalu menopang tubuh tel-anjang-nya menghadap ke kaca sambil mengatur napasnya. "Pokoknya kalo sama Nay, Eike lebih baik menghindar,"
Rahwana menyeringai.
Ia menyadari arti dari reaksi Ai terhadap tingkah laku Nay. Namun ia biarkan saja Ai mengerti dengan sendirinya.
"Sejak Eike tahu tingkah Papa sebelum nikah sama mama tuh beringas, Eike nggak mau berhubungan cinta sama cewek. Bawaan di otak tuh mikirin Papa terus,"
"Hm," gumam Rahwana sambil mesem-mesem. Ia mengerti betul perilaku Ai. Karena ia saat ini sedang mengalaminya juga.
Tidak ingin disamakan dengan Sang Papa.
Sehingga terbentuklah masa-masa pencarian jati diri dan memberontak.
"Papa dulu begini", Papa dulu begitu", "kamu kok gitu aja ngeluh", "dasar anak manja", "perasaan Papa nggak pernah begini dan begitu" dan kata-kata sejenis lainnya adalah hal yang sangat menyebalkan didengar telinga mereka. Jadi mereka berusaha menemukan identitas yang berbeda dari Sang Papa.
Namun, pada dasarnya DNA mereka satu tipe. Sudah pasti ada hal yang mereka sadur dari sifat orang tua.
Rahwana tahu hal itu, tapi ia juga sama seperti Ai, sedang berusaha berbeda.
"Mas Iwaaan, bersih-bersihnya udah belom?" Terdengar suara dari luar. Suara beberapa wanita.
"Bentar Mbak, sedikit lagi. Pakai toilet lantai 14 dulu yaaa," sahut Rahwana. "Sana pakai baju, kamu sadar kan kalau kamu nerobos toilet cewek?"
"Ya sadar, tapi yang paling deket kan toilet yang ini, toilet pria di ujung sana,”kata Ai sambil mengenakan pakaiannya satu persatu. “Lagian kenapa Mas Iwan yang bersihin toilet wanita? Memangnya tidak ada Office Girl?”
“Di sini petugas kebersihannya laki-laki semua karena setiap ada Office Girl kesurupan terus, jadi kalau membersihkan toilet wanita ya harus dipalangi begini,”
“Miris banget sih kehidupan you, dari lahir diperlakukan bagai pangeran, di sini malah harus bersih-bersih,” ada nada mengejek di suara Ai.
“Setidaknya aku nggak digebuki sama bapak sendiri,”
“Mau kuadukan ke Komnas Anak tapi liciknya Papa bilang kalau kita lagi latihan beladiri, dan semua dilakukan di atas ring, jadi semua itu bagian dari pembelajaran,” Ai menjalin dasinya dan menyisir rambutnya dengan tangan. “Tadi yang ada di ruangan Pak Rey gimana?”
“Oh, udah hilang,” Rahwana menyeringai, “Makan yuk?”
Setidaknya, Ai ternyata banyak berguna dibalik kehebohannya itu.