Sebuah novel tentang kebucinan suami bernama Ren pada istrinya Ayana, Ini kisah tentang cinta suami berbeda usia. Ini tentang suami yang jauh lebih muda.
Ayana : Tokoh aku, istri yang bekerja sebagai guru SMU. Dia dipanggil kakak oleh suaminya karena perbedaan usia mereka.
Yang gak suka dan ngerasa aneh dengan panggilan Ren pada istrinya, sepertinya ini novel bukan selera kamu kayaknya ya. Karena keuwunan, keimutan dan kegemasan Ren saat memanggil istrinya kakak menjadi titik poinku dalam menceritakan kebucinan Ren. Kalau kalian gak ngerasa fell imut dan mengemaskannya maka fix kita tidak satu aliran. Aku suka cerita ala noona korea soalnya. Hehe.
Renan : Dia biasa di panggil Ren( cuma aya yang panggil begitu) kenapa? suka-suka kak Aya ya. Biar lebih keliatan imutnya. hehe.
Hanya cerita kebucinan suami dalam kehidupan sehari-hari. Tidak ada konflik menegangkan atau apalah. Apalagi pelakor agresif, jauh-jauh dari mereka. Silahkan di baca dan nikmati alurnya ya ^_^
Terimakasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaSheira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Muridku (Part 3)
“ Hanan, kamu tidak sedang ngeprank
ibukan? Kamu gak lagi ambil vidiokan? Ibu bisa marah lho kalau kamu
diam-diam ambil gambar.” Aku mempertegas kata-kataku. Bahwa kalau sampai dia
sedang mengambil gambar aku akan menghukumnya dengan benar.
“ Haha, Bu Aya saya gak bawa hp
atau kamera kok, lihat, lihat.” Hanan menunjukan kalau semua kantong celana dan
bajunya kosong. Ya, ya, aku gak buta juga kali kalo benda sebesar hp aku juga
pasti melihatnya.
“ Kalau begitu sekarang jelaskan
kenapa kamu gak kumpul PR.” Ku pegang buku yang sudah diletakannya di mejaku lagi.
“ Saya gak ada waktu bu.”
Hei bocah, semua orang juga bakal
jawab seenak itu, gak ada waktu, atau sibuklah.
Dan apa lantas dengan jawaban itu kamu bisa lari dari tanggung jawab.
“ Terus kenapa sampai kamu gak ada waktu?” tanyaku lagi dengan serius.
“ Saya lagi fokus jadi vlogger bu, subscribe saya sudah banyak, mereka juga menuntut saya posting vidio rutin.” Meyakinkan sekali jawaban Hanan.
“ Waah, Hanan sudah jadi selebriti ya.” Aku bertepuk tangan kecil.
“ Haha, biasa aja bu, lagi merintis.” Bangga. Sambil menunjukan senyum penuh percaya dirinya.
“ Terus, memang bisa gitu, itu jadi alasan.” Seperti sudah disanjung lalu
dijatuhkan ke tanah, senyum di wajah Hanan lenyap.
“ Harus ada prioritaskan, apa yang lebih penting untuk kamu jalani sekarang.” Sekali lagi aku memberinya
pertanyaan standar. Kepada orang yang punya kesibukan atau melakukan sesuatu
bersamaan pada waktu yang sama. Skala prioritas ini penting, supaya kita bisa
mendahulukan apa yang memang harus didahulukan.
“ Prioritas saya mau jadi vlogger bu, saya sudah bisa dapat penghasilan dari sana.”
“ Wahhh, Hanan hebat ya.” Aku bertepuk tangan kecil lagi.
“ Saya tidak akan tersanjung lagi bu.” Ucap Hanan masam.
“ Haha.”
Duh ngambek.
“ Saat inikan prioritas kamu adalah
menjadi pelajar, fokuskan dulu di sekolah. Vlogger jadikan sebagai hobi diwaktu
senggang. Kamu bisa buat vidio diwaktu-waktu gak sekolah. Tapi tetap semua
tanggung jawab kamu di sekolah harus dijalankan.”
“ Gak ada waktu bu, abis syuting, saya musti edit vidio juga, jadi benar-benar gak ada waktu.”
“ Wahhh, Hanan sibuk banget ya. Hebat lho, masih SMU, vlogger populer, bisa editing vidio juga. Oh keren,
keren.” Aku bertepuk tangan. Yang ini benar-benar tulus lho. Aku senang anak
muda sepertinya. Dia sudah tahu apa yang dia mau, mimpinya apa, dan dia bekerja
keras untuk mewujudkan impiannya. “ Akan lebih keren kalau Hanan juga sukses di
pendidikan.” Aku bertepuk tangan lagi. Sepertinya kalimat terakhirku mengena
ke hatinya. Sukses dalam pendidikan itu sudah seperti harga mati buat pelajarkan.
“ Bu aya boleh minta peluk gak.” Wajahnya
penuh harap. Dia sudah merentangkan tangannya lebar.
“ Usaha yang bagus nak.” Aku cuma tertawa saja membalasnya.
“ Sayakan terharu bu, ibukan sudah seperti ibu saya.” Idih.
“ Tapi maaf ya, gak perlu pakai peluk-peluk juga.” Kalau tahu aku memeluk laki-laki lain, ntah apa yang akan
terjadi nanti.
“ Hiks. Hiks. Ditolak mentah-mentah.”
Aku menyerahkan dua lembar kertas kosong dan pena padanya. Dia menatapku dengan memelas. Tahu maksudku apa.
“ Duduk yang benar, buatlah
sekarang.” Aku menunjuk meja kerja milik guru lain di sampingnya yang kosong.
“ Tapi bu, sayakan harus berfikir
mau tulis apa.” Cari alasan supaya bisa membawa kertas itu pergi, sepertinya
dia ingin mengerjakan di kelas. Kalau perlu bisa mencari bala bantuan untuk
menuliskannya.
“ Pikirkan sekarang, dan buat surat
penyesalanmu. Dua lembar ya buat ibu dan pak Bahar.”
“ Tapi bu....”
“ Sekarang.” Aku mengibaskan
tanganku agar dia berhenti cari alasan.
Pasrah, Hanan mulai menulis surat
penyesalan diri. Sementara aku memeriksa PR karangan murid dari kelas lain.
Sebentar lagi waktu istirahat selesai, kulirik Hanan, sepertinya sudah menyelesaikan
satu surat.
“ Bu Aya suami ibu ganteng juga
ya.” Dia menunjuk foto Ren dan aku di atas meja. Aku nyengir. Sambil menunjuk
kertas di depannya dengan ekor mataku. “ Ia ini juga sambil dikerjain bu.”
“ Pengen lho punya istri kayak bu Aya.”
Hei nak, kalau kamu beneran lagi
ngeprank aku jewer beneran telingamu nanti. Kenapa aku merasa curiga kalau
sedang dikerjai muridku ini ya.
“ Bu Aya gak pernah berfikir mau punya pacar lagi apa? Aku mau jadi pacarnya bu Aya.”
Hei nak mau aku jitak juga kamu ya. Seenaknya aja. Aku tidak menjawab ocehannya.
“ Gak akan ketahuan bu, nanti aku diam-diam aja.”
Hei nak, memang kamu pikir selingkuh itu indah apa. Yang indah itu menjaga kepercayaan pasangan. Yang
indah itu walaupun kamu tidak diminta tidak melirik orang lain oleh suamimu,
tapi kamu menjaga hatimu untuk berinteraksi dengan laki-laki lain. Untuk
menjaga kepercayaan suamimu.
“ Hanan, jatuh cintalah dengan cara yang benar nak.”
Dia melihatku. Jawabanku membuatnya
membisu, kehilangan bantahan. Surat penyesalan dirinya sudah selesai.
“ Ibukan sudah punya suami, lihat ini.” Aku menyodorkan fotoku dan Ren agar dia melihat lebih dekat. “ Jatuh cintalah dan kejar cintamu dengan cara yang benar. Tahu gak, kalau proses kamu mencari
cintamu dengan cara yang benar itu, insyaallah akan membawamu pada jodoh yang
sudah Tuhan takdirkan untukmu.”
“ Bu Aya becanda bu, becanda bu.
Sumpah.” Dia mengibaskan tangannya berulang-ulang saat aku sudah mengeluarkan
kata-kata yang serius.
“ Ibu tahu kok Hanan Becanda.
Hanankan anak baik.” Dia tersipu. “ Sudah selesai suratnya, mana yang untuk pak
Bahar.” Dia menyerahkan selembar. Kulipat dan masukan ke dalam amplop. “ Temui
pak Bahar dan minta maaflah.”
“ Baik bu.” Baru dua langkah dia berbalik lagi. “ Becanda bu, yang tadi becanda. Sumpah!”
“ Haha, ia bu Aya tahu, sudah sana cari pak Bahar.”
Aku tahu Hanan, walaupun agak ribut dan terlalu
percaya diri aku tahu kamu anak yang baik. Kupandang foto Ren yang menjadi salah
satu penghias meja kerja. Foto ini yang membuat Ren, dia membeli dua bingkai
foto yang sama. Satu untukku dan satu untuknya. Katanya, biar kami selalu
ingat, ada hati orang yang kami cintai yang harus kami jaga kepercayaanya. Dan ini
berhasil.
BERSAMBUNG..............
membaggongkan