NovelToon NovelToon
Asi Babysitter Penggoda

Asi Babysitter Penggoda

Status: sedang berlangsung
Genre:Satu wanita banyak pria
Popularitas:35.6k
Nilai: 5
Nama Author: Nuna Nellys

Ketika Naya, gadis cantik dari desa, bekerja sebagai babysitter sekaligus penyusui bagi bayi dari keluarga kaya, ia hanya ingin mencari nafkah.

Namun kehadirannya malah menjadi badai di rumah besar itu.

Majikannya, Arya Maheswara, pria tampan dan dingin yang kehilangan istrinya, mulai terganggu oleh kehangatan dan kelembutan Naya.

Tubuhnya wangi susu, senyumnya lembut, dan caranya menimang bayi—terlalu menenangkan… bahkan untuk seorang pria yang sudah lama mati rasa.

Di antara tangis bayi dan keheningan malam, muncul sesuatu yang tidak seharusnya tumbuh — rasa, perhatian, dan godaan yang membuat batas antara majikan dan babysitter semakin kabur.

“Kau pikir aku hanya tergoda karena tubuhmu, Naya ?”

“Lalu kenapa tatapan mu selalu berhenti di sini, Tuan ?”

“Karena dari situ… kehangatan itu datang.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuna Nellys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

22. Nikmat Sajian Yang Tertunda

...0o0__0o0...

...Karan akhirnya tenang, menyusu dengan ritme lembut. Tangan-nya mengelus dada Naya. Memainkan dengan jari-jari mungil tembem-nya....

...Namun yang terjadi di antara Naya dan Arya… jauh dari kata lembut....

...Cahaya sinar matahari menusuk masuk ke dalam kamar, lewat cela gorden....

...Suasana hening, tapi bukan damai—melainkan tegang, seperti tali yang di tarik terlalu kuat dan siap putus kapan saja....

...Naya duduk bersandar pada sandaran tempat tidur, menggendong Karan dengan penuh kasih. Namun matanya—tatapan itu—gelap. Dalam. Berani....

...Arya duduk di samping tempat tidur, kedua tangan'nya terkepal di sisi tubuh-nya. Bukan karena marah. Tapi sebal karena lagi dan lagi putranya menjadi pengganggu di tengah gairah-nya....

...“Naya…” suara-nya rendah, menahan sesuatu yang hampir lepas....

...Gadis itu mengusap rambut Karan, gerakan-nya lembut… tapi ekspresi wajahnya sama sekali bukan lembut. Ada kepemilikan. Ada tantangan. Ada api yang dengan sengaja ia kibarkan....

...“Kenapa ?” bisik Naya, suaranya begitu pelan namun memotong napas Arya. “Takut aku kabur ? Atau takut Tuan benar-benar kehilangan kendali kalau aku menatap lebih lama ?”...

...Arya menegang. Matanya menyipit....

...Naya tersenyum tipis—senyum seperti pisau. Hangat untuk karan, tapi mematikan untuk Arya....

...“Aku sedang menenangkan anak tuan…” katanya lirih. “Tapi tuan Arya… tuan yang terlihat seperti lebih butuh di tenangkan.” Ejeknya halus....

...Arya menggeser tubuhnya mendekat. Perlahan. Bahaya....

...Naya tidak mundur. Tidak memalingkan wajah. Tidak gentar. Justru ia makin sengaja membiarkan suara-nya jatuh ke nada yang membuat jantung Arya memukul tulang rusuknya....

...“Tuan mau apa ? Jangan buat masalah seperti semalam,” lanjutnya, tatapan-nya merangkak naik ke mata Arya....

...Arya berhenti tepat di depan-nya. Napasnya panas, tidak stabil....

...“Aku juga mau menyusu, Naya,” suaranya bergetar rendah, bukan kelemahan—tapi ancaman tertahan. “Kamu selalu mengabaikan aku ketika tuyul itu bangun." Protesnya sebal. Meski tertupi wajah datarnya....

...Naya mengangkat dagunya sedikit, menahan senyum yang nyaris lepas. “Tuyul itu putra tuan, kalau anda lupa.” bisiknya....

...Hening....

...Berbahaya....

...Arya menunduk mendekat, tapi berhenti hanya beberapa sentimeter dari wajahnya....

...Tidak menyentuh....

...Hanya membiarkan panas tubuh-nya menyambar Naya seperti badai yang menahan diri untuk tidak merusak....

...Naya menggigit bibir bawahnya—bukan bermaksud menggoda, tapi efek instingtif dari jarak mematikan itu....

...Arya memejamkan mata sejenak, seolah sedang menahan diri dari hal paling gelap dalam dirinya....

...“Berani kau mengejek ku…?” suara-nya pecah menjadi bisikan ancam, “aku bisa membuat mu tidak akan keluar dari kamar ini sampai pagi lagi.”...

...Naya tersenyum kecil. Gelap. Puas....

...“Tuan kecil Karan,” katanya lembut, “tidak mungkin tidur lagi. Jadi simpan saja ancaman anda.”...

...Keduanya menatap bayi itu. Masih menyusu. Matanya terbuka lebar. Dan tangan kecilnya yang terus-menerus bermain di area dada Babysitter-nya....

...Lalu kembali menatap satu sama lain....

...Hawa panas di antara mereka tidak mereda—justru membesar, memadat, mengurung....

...“Jika anda bisa, buatlah putramu tertidur…” Naya menunduk sedikit, berbisik pelan, “maka tidak ada yang bisa menghalangi Tuan Arya.”...

...Arya menggeram pelan—bukan kemarahan, tapi sebal karena tidak berdaya...

...Dan pagi itu menunggu....

...Membuka pintu untuk sesuatu yang jauh lebih gelap dari godaan biasa....

...Karan akhirnya menatap Arya. Mata bayi laki-laki itu tampak membola lebar. Puas. Setelah menyusu sampai kenyang....

...Tarikan napas kecilnya teratur, hangat, damai. Namun ketenangan itu hanya milik bayi itu....

...Bukan milik dua manusia dewasa yang sedang berdiri di ambang sesuatu yang jauh lebih rumit....

...Naya perlahan menurunkan Karan ke tempat tidurnya, memastikan bayi itu nyaman. Gerakan-nya lembut… tapi bahunya tegang, seolah sadar Arya mengawasi-nya sejak awal tanpa berkedip....

...Ketika gadis itu berbalik— Arya sudah berada di belakang-nya lebih dekat. Teramat dekat. Tidak menyentuh. Tidak berbicara....

...Hanya menatap-nya seperti seseorang yang telah menahan diri terlalu banyak, terlalu lama....

...Cahaya lampu redup memantul di matanya....

...Mata yang kini bukan cuma tajam atau frustrasi. Tapi lapar dalam cara yang sama sekali tidak sopan dan tidak suci....

...Naya mengangkat dagu sedikit, menolak mundur....

...“Lebih baik anda kembali ke kamar dan segera tenangkan aset anda yang menjulang tinggi itu,” bisiknya. Matanya menatap Aset Arya yang tetap polos tanpa bungkusan....

...“Aku sudah menunggu dari tadi.” Suara Arya rendah, hampir dingin. “Dan kamu tahu itu.” Geramnya....

...Naya menelan saliva—refleks kecil yang langsung membuat Arya mengencangkan rahang-nya....

...“Tuan Arya—”...

...Belum sempat Naya menyelesaikan kalimatnya, Arya mengangkat tangan....

...Bukan untuk menyentuh....

...Hanya untuk menahan dagunya satu inci di atas permukaan kulitnya—jarak yang membuat Naya seolah bisa merasakan panasnya tanpa benar-benar tersentuh....

...Kontrol penuh. Tak tersentuh, tapi mendominasi....

...“Jangan bicara,” katanya pelan. “Nanti malam ku pastikan kamu tidak akan lolos dari tanggung jawab mu lagi.”...

...Naya membeku. Bukan karena takut—tapi karena bagaimana suaranya masuk ke tulang belakang seperti desis api....

...Arya menurunkan tangan-nya perlahan, sengaja, melewati udara di dekat wajahnya… tanpa menyentuh. Ia langsung bangkit dan memakai pakaian-nya dan keluar dari kamar....

...BRAK..!...

...Suara pintu tertutup keras. Membuat Naya dan Karan berjenggit kaget hampir bersamaan....

...0o0__0o0...

...Arya sudah duduk di ruang makan, tubuhnya terbalut jas hitam rapi yang menegaskan wibawa dan dingin-nya....

...Di belakang-nya, beberapa pelayan berdiri berbaris, menunggu perintah—terlalu kaku, terlalu waswas, karena sang majikan terkenal dingin....

...Tak lama kemudian, Naya muncul sambil tertawa kecil, Karan berada dalam gendongan-nya....

...Pemandangan itu membuat beberapa pelayan saling melirik: ada rasa iri, kagum… sekaligus ketidaksukaan....

...Naya terlalu dekat dengan Karan....

...Dan Arya terlalu sering memihaknya. Bahkan memperlakukan gadis itu istimewa....

...Arya menatap Naya datar saat gadis itu berdiri canggung di ambang ruang makan. ...

...Sementara Karan memandang hidangan yang tertata rapi dengan mata berbinar-binar, seakan ia menemukan dunia baru....

...“Apa yang kau tunggu ?” suara Arya begitu datar, hampir dingin. “Apa kau menunggu seseorang membantu mu duduk ? Kalau iya… buang jauh-jauh khayalan mu.”...

...Naya melirik para pelayan yang memaku diri tegak di dinding, lalu menatap Arya ragu. “Tuan, saya tidak enak dengan yang lain,” katanya pelan....

...Arya langsung menggeser tatapan-nya kepada para pelayan—tajam, memerintah, tidak perlu kata....

...Dalam sekejap, semua pelayan buru-buru menunduk dan pergi meninggalkan ruang makan....

...“Duduk,” titahnya. “Aku sudah menyingkirkan alasan konyol mu.”...

...Naya menelan ludah, lalu meletakkan Karan di kursi bayi dan mulai mengambil makanan untuk sang bocah, lalu untuk dirinya sendiri. ...

...Gadis itu duduk, tersenyum kecil, dan hendak menyuapi Karan. Namun sendok berisi bubur itu terhenti di udara ketika suara geram Arya memecah keheningan....

...“Kau melupakan ku lagi, Naya.”...

...Naya menoleh, bingung. “Apa tuan mau di suapi bubur bayi juga ?” tanya'nya polos—dengan sedikit nada mengejek....

...Arya mendengus, tajam. “Sajikan makanan ku.” Nada itu tidak keras… tapi penuh perintah yang tak bisa di tawar. “Aku tidak punya banyak waktu. Ada meeting penting.”...

...Naya mendengus ringan. “Bukankah Anda tinggal ambil, Tuan ?” Ia menyuapi Karan, lalu dirinya sendiri. “Saya babysitter Karan, bukan babysitter Anda.”...

...Tatapan Arya mengeras, menusuk tajam ke arah Naya, seolah keberanian gadis itu adalah provokasi langsung padanya. Namun ada ketertarikan terselubung dalam ketegangan itu—sesuatu yang membuat-nya justru makin terusik....

...Karan tertawa lebar, bubur di mulutnya menyembur keluar, memenuhi udara dengan celotehan girang yang terdengar seperti ejekan kecil untuk Daddy-nya sendiri....

...Arya tidak ikut tertawa. Tapi sudut bibirnya tampak menahan sesuatu—antara kesal, tertarik, dan ingin menertibkan keduanya....

...Para pelayan yang tadi diusir tidak benar-benar pergi jauh. Mereka berhenti tepat di balik tembok besar ruang makan, cukup dekat untuk mendengar, cukup jauh untuk tidak terlihat....

...Bisikan-bisikan kecil meletup seperti bara....

...“Tuan Arya marah lagi…”...

...“Bukan… itu bukan marah. Dia tersinggung.”...

...“Gara-gara Naya ?”...

...“Tentu saja. Lihat saja cara dia memandang gadis itu.”...

...“Tuan memperlakukan-nya lebih istimewa dari kita semua…”...

...“Lebih dari sekadar istimewa.”...

...“…bahaya kalau Naya tidak hati-hati.”...

...Bisikan itu menipis saat Arya kembali bersuara di dalam ruangan....

...“Ambilkan.”...

...Hanya satu kata, tajam, dingin, dan tak memberi ruang untuk negosiasi....

...Naya menghentikan suapan berikutnya ke mulut Karan. Senyum-nya meredup, berubah jadi guratan pasrah campur berani....

...“Tuan… saya benar-benar bukan pelayan Anda.”...

...“Tidak.” Arya mengangguk pelan, suaranya rendah. “Kau bukan pelayan.” Tatapan-nya turun ke jemari Naya yang menggenggam sendok. “Kau lebih dari itu. Karena itu aku tidak suka ketika kau mengabaikan aku.”...

...Naya tercekat. “Saya tidak mengabaikan—”...

...“Kau selalu mengabaikan,” potong Arya, suaranya merayap dingin. “Kau menyuapi dia…” dagunya terarah pada Karan.“Lalu menyuapi dirimu. Lalu tertawa. Lalu berpura-pura lupa memastikan aku mendapatkan apa yang ku butuhkan.”...

...Nada itu… bukan marah biasa. Lebih seperti rasa tersinggung yang di sembunyikan di balik kontrol yang terlalu rapat....

...Pelayan yang menguping di luar saling melirik gelisah....

...“Kalau sudah begini… Kasihan Naya.”...

...“Kasihan atau… kesenangan ?”...

...“Jangan bicara begitu. Jika Tuan Arya mendengar, tamat kita.”...

...Karan kembali tertawa keras—bunyi ‘plop!’ kecil terdengar saat bubur muncrat dari mulutnya, mengenai bibir kursi bayi. Bayi itu mengoceh riang seolah mencela drama orang dewasa yang tidak ia mengerti....

...Naya menatap Karan, lalu Arya—dan mendengus pendek....

...“Baiklah,” gumam-nya. “Kalau hanya ingin saya mengambilkan makanan, kenapa tidak bilang dari tadi ?”...

...Arya memiringkan kepala sedikit. “Aku sudah bilang.” Sehelai senyum dingin menggores wajahnya. “Kau yang memilih menantang.”...

...Naya bangkit perlahan. Langkah-nya menuju hidangan tidak tergesa, tapi juga tidak ragu. Ada sedikit nada kesal yang ia tutupi dengan profesionalisme seadanya....

...Gadis itu mengambil piring porselen Arya, menatanya, memilihkan menu yang menurutnya cocok—bagaimana pun, Naya hafal selera pria itu....

...Saat Naya meletakkan piring di depan Arya, jarak mereka hanya sejengkal....

...Arya tidak langsung melihat makanan itu. Ia justru melihat wajah Naya. Terlalu lama. Terlalu intens. Sampai Naya merasa jantung-nya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya....

...“Kau tahu,” ucap Arya pelan, “aku tidak suka di abaikan.”...

...Naya menahan napas. “Dan saya tidak suka di perlakukan seperti… milik Anda.”...

...Arya tersenyum tipis—senyum yang justru membuat bulu kuduk berdiri....

...“Sayangnya, Naya…”Ia mencondongkan tubuh sedikit. “Kau sudah bertingkah seperti itu sejak lama.”...

...Karan tiba-tiba memukul meja kecilnya sambil terkikik. Seolah menjadi gong kecil yang memutus intensitas itu—walau tidak benar-benar memutus-nya....

...Naya mundur setengah langkah, kembali ke kursinya. ...

...“Makanlah, tuan. Anda akan terlambat meeting.”...

...Arya mengambil sendoknya perlahan. “Dan kau…” Tatapan-nya naik. “…pastikan setelah ini kau tidak ‘lupa’ lagi.”...

...Naya membuang muka sambil mendengus kecil....

...Karan tertawa—lagi....

...Arya makan dengan tenang. Tapi setiap beberapa detik, matanya melirik Naya....

...Mengukur. Memperhitungkan.bSeolah permainan antara mereka baru saja dimulai....

...0o0__0o0...

1
Ita rahmawati
waduh mulai saling memanfaatkan nih 😂
Sunarmi Yati
gigti jari aku Thor 🤭🤭🤭🤭😍
Sunarmi Yati
the best baby Karan 👍👍😍😍😍
Sunarmi Yati
tuyul gokil🤭🤭🤭😍
Sunarmi Yati
sohot
Ita rahmawati
kenapa jd bengek sih pak arya 🤦‍♀️🤣🤣
Maulana Abraham
so hot🤭🤭🤭🤭
Maulana Abraham
😍😍😍😍😍😍
Maulana Abraham
iklan 🤣🤣🤣🤣🤣
Maulana Abraham
semangat 💪💪💪💪
Maulana Abraham
lanjutkan thor 💪💪💪😍
Maulana Abraham
modus pak duda🤭🤭🤭🤭
Maulana Abraham
lanjutkan thor 💪💪💪
Maulana Abraham
mulai pak duda nih 🤣🤣🤣🤣
Maulana Abraham
rakno lampir 🤭🤭🤭
Maulana Abraham
karan 😍😍😍😍
Maulana Abraham
rejeki nomplok 😍😍😍
Maulana Abraham
so hot🤭🤭🤭
Maulana Abraham
lanjutkan thor 💪💪💪
Yuyun Yunaas
Naya dan karan I like you. kompak terus kalian 😍😍😍 dan buat Arya rasakno, enak ORA di nistakan tuyul ciptaan mu sendiri 🤣🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!