“Lelaki baik untuk perempuan yang baik, sedang lelaki buruk untuk perempuan yang buruk. Tapi, bagaimana bisa orang yang baik mendapatkan seseorang yang buruk?”
***
Ruby, gadis muslimah keras kepala yang bercita-cita menjadi seorang animator. Sebuah kejadian rumit membuatnya memutuskan khitbah Iqbal, pria yang dicintai, lalu menikahi Hiko, kekasih sahabatnya.
Pernikahan suci itu ternodai demi keegoisan pribadi. Meski dalam kapal yang sama, mereka hidup dengan dunia masing-masing. Sampai Allah menggerakkan hati mereka untuk saling membutuhkan.
Dalam keindahan rumah tangga yang mulai terjalin, tiba-tiba mereka terjebak dalam pilihan yang cukup berat. Apakah rumah tangga itu harus bertahan di atas keegoisan atau ikhlas melepaskan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lin Aiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22
"Hiko!!" Teriak Nara dan Genta.
"Lo gak apa?" Tanya Hiko ketika melepaskan pelukannya dari tubuh Ruby, Ia mengabaikan Nara dan Genta yang menghampirinya.
Ruby masih terpaku tak bisa menggerakkan badannya melihat apa yang terjadi barusan.
"By!"
Suara Nara membuat Ruby tersadar, dua tangan Hiko masih mencekram tangannya. "Lepas!" sentaknya pelan.
Dengan segera Hiko menarik tangan dan tubuhnya untuk berdiri. Nara membantu Ruby berdiri dan membersihkan baju Ruby yang kotor.
Nara melihat tangan Ruby yang gemetar, ia langsung memegang tangan Ruby namun segera ditampik oleh Ruby.
"Kalian gak apa-apa?"
Beberapa orang menghampiri menanyakan keadaan Hiko dan Ruby. Namun dengan cepat Ruby meninggalkan kerumunan itu tanpa pamit.
Melihat Ruby yang pergi tanpa mengucapkan terimakasih membuat Hiko geram dan mengejar Ruby.
"Lo gak bisa ngucapin makasih ya? Udah bagus gue tolong!" Sentak Hiko.
Ruby mengacuhkan Hiko dan terus berjalan.
Hiko ingin mengejar Ruby namun ditahan Genta dan Nara.
"Udah, Ko! Biarin dia!" Kata Genta.
"Nyesel gue nolongin dia!" Hiko menarik tangannya dari tangan Genta.
"Aku lihat punggung kamu dulu, kalau kenapa-kenapa kita ke rumah sakit sambil nunggu keputusan mereka." Ujar Nara.
"kita duduk disana aja, Ra." Genta menunjuk gazebo dekat mushola.
"Iya, Kak."
Nara, Hiko dan Genta beranjak ke pergi ke Gazebo. Tak lupa Genta mengucapkan terimakasih atas beberapa orang yang menghampiri untuk menanyakan keadaan Hiko.
Sementara itu Ruby masih langsung bergegas masuk ke dalam toilet untuk menenangkan pikirannya yang sedang kacau.
Entah kenapa parfum Hiko membuatnya mengingatkannya pada suasana malam itu. Tangannya masih gemetar karena tubuhnya masih mengingat jelas bagaimana pelukan Hiko padanya membuat takut, marah dan kesal.
Hatinya kembali menerka-nerka lagi apakah Hiko pria yang mengambil kehormatannya?
trrt trrrt
Ruby meraba kedalam tasnya dan melihat ada panggilan dari Rika.
"Iya Bu Rika, ini saya sudah di Star House kok. Baru selesai sholat duha. Habis ini saya naik." Jelas Ruby.
"Syukurlah kalau kamu bisa datang, By."
Ruby menutup tasnya dan bergegas keluar toilet, "Iya Bu Rika, kebetulan saya sudah sehat."
"Oke, Bi. Ku tunggu di ruang rapat lantai tiga ya?"
"Baik, Bu Rika." Ruby mengakhiri panggilannya dan segera menuju ke lift
*********
Rapat untuk menentukan leadactor berjalan cukup lama. Karena memang banyak perdebatan dan pertimbangan. Diantara dua belas orang yang hadir dalam rapat hanya ada lima orang yang tidak setuju Hiko menjadi leadactor, sedangkan tujuh lainnya sudah setuju.
"Jadi kita sepakati, leadactor The King tetap Ibrahim Akihiko ya." Ujar Rika sebagai pemimpin rapat.
Mereka semua hanya mengangguk-angguk saja, karena memang yang setuju pun sebenarnya tak sepenuhnya setuju. Mereka hanya mempertimbangkan bakat acting Hiko yang memang sangat profesional.
"Tolong panggil Hiko dan manajernya masuk." Pinta Rika pada Asistennya.
Asisten Rika pergi keluar ruangan, tak lama ia kembali dengan Genta dan Hiko.
Hiko melihat Ruby yang memang sengaja tak mau melihat ke arahnya dan hanya menunduk.
"Silahkan duduk." Rika menunjuk dua kursi kosong yang memang disediakan untuk mereka.
Hiko sengaja menarik kasar kursi nya untuk membuat Ruby menatapnya, ia masih ingin menunjukkan wajah kesalnya pada Ruby. Tetapi itu tidak berhasil, karena Ruby memilih memandang ke sudut yang lain.
"Maaf," Ucap Hiko karena suara kursinya mengganggu yang lain dan kemudian duduk.
"Dari hasil keputusan rapat, kami sudah memutuskan tidak mengganti Hiko sebagai leadactor." Ucap Rika tanpa basa basi.
"Yes! Terimakasih bu Rika!" kata Genta semangat, ia mengulurkan tangan sepanjang mungkin melewati meja didepannya untuk bersalaman dengan Rika.
"Dengan satu syarat!"
Karena diabaikan, Genta menarik kembali dan melipat rapi tangannya diatas meja.
"Tolong pecat asisten manajer anda, karena saya tidak mau ada gosip-gosip yang akan merugikan serial The King ini."
Permintaan Rika tak hanya membuat Genta dan Hiko terkejut, Ruby pun ikut terkejut. Hiko sudah ingin memprotes persyaratan Rika, namun Genta menahannya.
"Tenang saja Bu Rika, semua gosip yang beredar itu hanya kesalahpahaman. Hiko dan Asisten saya tidak ada hubungan apapun kecuali rekan kerja, saya bisa menjamin itu. Karena Hiko punya kekasih sendiri." Ujar Genta.
"Oya? Apa saya bisa mempercayai anda?"
Genta mengangguk, "Tentu, Jika waktunya tiba dia akan mengumumkannya pada publik. Karena kekasihnya bukan dari kalangan artis, jadi sedikit susah untuk membuatnya tampil didepan umum." Jelas Genta, Ia melirik Ruby yang sedari tadi menyimak Kebohongannya.
"Oke! Saya anggap itu semuanya benar dan kalian bisa menyelesaikan urusan pribadi kalian. Proses shooting untuk Hiko akan di mulai lusa." Rika melirik asistennya untuk memberikan naskan Hiko.
"Saya yakin tak butuh waktu lama untuk kamu menjiwai karakter Sadana." kata Rika pada Hiko.
Hiko hanya mengangguk-angguk saja sambil membuka lembaran-lembaran naskahnya.
"Kami akan mengirimkan lokasi shooting-nya, anda bisa langsung datang kesana."
"Baik, Bu. Terimakasih, terimakasih masih mempertahankam Hiko." Ucap Genta.
Ia berdiri lalu kembali mengulurkan tangan dan kali ini Rika menyambutnya.
"Semoga kita bisa bekerjasama dengan baik." Ucap Rika, bergantian menyalami Hiko.
"Terimakasih, Bu." Ucap Hiko
"Sama-sama." Rika melepaskan tangannya.
"Maaf, saya punya satu pertanyaan." kata Genta.
"Ya, silahkan."
"Jika berkenan apa bisa Ruby membantu Hiko mendalami karakter Sadana?"
Pertanyaan Genta membuat Hiko dan Ruby terkejut dan menatap Genta tak setuju dengan permintaannya.
"Ya, Silahkan. Kalian bisa menggunakan ruangan sebelah untuk berdiskusi." kata Rika, Ia menatap Ruby. "Kamu bisa bantu para pemain untuk mendapatkan karakter yang sesuai kan, By?"
Dengan yang lain sih bisa, tapi dengan pria angkuh itu membuat Ruby berat menganggukkan kepalanya.
"Baik, Bu Rika."
"Oke, kalau begitu kita akhiri rapat ini. Terimakasih atas partisipasi anda semua dan Selamat siang."
"Siang."
Semua membubarkan diri dan meninggalkan ruangan. Hiko menarik Genta sedikit menjauh dari pintu keluar.
"Lo ngapain sih harus minta hal-hal yang aneh kaya gitu?" Tanya Hiko kesal.
"Lo kan emang harus mendalami karakter, Ko. Bukannya kalau lo buat film dari adaptasi novel, lo juga sharing sama penulisnya?"
"Tapi enggak dengan dia, Ta! Lo tahu sendiri gue berusaha ngehindari dia, malah lo deket-dektin."
Genta mengedipkan mata menyuruh Hiko diam, lalu melirik ke belakang Hiko melihat Ruby dan Rika yang barusaja keluar dari ruang rapat.
"Ruangan yang bisa kami pakai ini, Bu Rika?" tanya Genta.
Rika mengangguk, "Ya, Silahkan."
"Maaf, tapi saya tidak bisa berada di dalam ruangan dengan pria asing. Sebaiknya kita bicara di lobby saja." pinta Ruby.
"Oke. Gak masalah. Kita bicara di Lobby." Genta Setuju.
"Saya pamit dulu ya, Bu." Pamit Ruby.
"Iya, By. Terimakasih sudah mau hadir di rapat ini." Ucap Rika.
"Sama-sama, Bu."
Ruby lebih dulu pergi meninggalkan Hiko dan Genta Karena ia tidak mau satu lift dengan mereka.
Ia sampai dulu di lobby, ia mencoba menghubungi Nara minta untuk ditemani. Namun ternyata Nara masih membantu mengerjakan tugas Genta di lokasi shooting.
Ia putuskan untuk duduk menunggu Genta dan Hiko sambil menyibukkan diri dengan ponselnya.
"Hai, By." Sapa Genta lalu duduk di Sofa yang ada di depan Ruby.
Ruby memsukkan ponselnya dalam tas dan tersenyum membalas sapaan Genta. Ia mengacuhkan Hiko yang juga mengacuhkannya.
"Silahkan tanya apa yang mau kalian tanyakan." kata Ruby.
"Ayo, Ko!" Gento menepuk punggung Hiko.
"Ah!!" Hiko memekik kesakitan, "B*ngs*t Lo! Udah tau punggung gue ketimpa bambu malah ditampol!"
"Sorry, Ko. Lupa!" Genta mengusap bahu Hiko namun segera ditampik Hiko.
Melihat hal itu Ruby menjadi merasa bersalah, tapi ia juga enggan untuk berterimakasih pada Hiko.
"Kalau kalian tidak ingin berdiskusi, saya akan pergi sekarang." Ucap Ruby.
"Orang lagi kesakitan gini malah diajak diskusi." Gumam Hiko.
"Hahahaha, dia bercanda." Ralat Genta.
Ruby menghembuskan nafas panjang, "Sadana adalah putra mahkota yang sangat angkuh dan tidak tahu diri, karena geram melihat sifat putra mahkota sang raja menghilangkan status kerajaannya dan mengirimnya menjadi warga desa biasa.... " Ruby menjelaskan tentang karakter Sadana yang ada dalam komiknya.
Panjang kali lebar kali tinggi akhirnya membuat Ruby dan Hiko terlibat dalam diskusi serius dan mengesampingkan urusan pribadi mereka.
Bahkan Hiko sampai menjajal actingnya sebagai Sadana didepan Ruby dan Ruby juga tak sungkan mengarahkan bagaimana karakter Sadana yang ia inginkan.
Setelah mendapatkan feel yang tepat, Hiko menyudahi pendalaman karakternya dan kembali lagi menjadi Hiko yang menyebalkan.
"Baiklah, jika ada yang ditanyakan kalian bisa hubungi aku. Kalian tahu bisa mendapat nomerku dimana." Ucap Ruby.
"Siap, By. Kami pasti akan lebih sering mengganggumu." kata Genta.
trrrt trrrt
Ponsel Ruby bergetar, ada panggilan dari nomer tak dikenal.
"Oh, Iya Mas. Saya keluar sebentar." Kata Ruby kemudian menutup telponnya.
"Maaf, saya kedepan sebentar." Ucap Ruby meninggalkan Genta dan Hiko.
"Iya, By." Jawab Genta.
Genta menatap kepergian Ruby ke luar Lobby dengan tatapan kagum. "Dia cantik banget ya, Ko." Ucap Genta, Ia menyandarkan kepalanya dan menatap langit-langit.
"Kalau gue disuruh nikahin dia, walau bekas lo gue mau!" kata Genta.
Hiko menendang kaki Genta, "Jaga mulut lo kalau ngomong! Lo kira disini gak ada orang?"
"Lo beneran gak mau sama dia, Ko?"
Hiko tak meladeni pertanyaan Genta.
Tiba-tiba saja Ruby sudah kembali dan meletakkan sebuah kantong plastik putih kecil dimeja depan Hiko.
"Saya pamit dulu, Assalamu'alaikum." Kata Ruby kemudian pergi meninggalkan Genta dan Hiko.
"Wa'alaikumsalam."
Genta melirik kantong plastik putih di depan Hiko dan membukanya. "Obat?" Genta mengeluarkan beberapa obat-obatan dari kantong platik itu.
"Obat memar? Salep? Ini buat elo ko?"
Hiko diam menatapi Obat-obatan di tangan Genta.
"Gila! Dia sweet banget sih, Ko! Jadi pengen ngemiliki." Genta gemas melihat ke arah pintu keluar Lobby.
Hiko masih diam menatapi obat-obatan itu, entah apa yanh sedang ia pikirkan.
-Bersambung-
.
.
.
.
.
aku lupa dichapter berapa 🥺
kalau baca cerita ini selalu nangis😭 padahal udah tau cerita nya