Amor Tenebris (Cinta yang lahir dari kegelapan)
“Di balik bayangan, ada rasa yang tidak bisa ditolak.”
...
New Book, On Going!
No Plagiat❌
All Rights Reserved August 2025, Eisa Luthfi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eisa Luthfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
...◾▪️Amor Tenebris ▪️◾...
Bab 20 – Pulang ke Realita yang Retak
Senja telah tenggelam ketika Lyra menutup tenda penelitian terakhir di gurun. Debu gurun menempel di rambutnya, aroma tanah dan logam bercampur dengan keringat dan lelah. Tangannya masih gemetar setelah beberapa jam terakhir mengaktifkan simbol terakhir yang ditemukan di relief—ritual mini yang harusnya dijaga rahasia dari mata-mata vampir yang mengintai.
Ardelia berdiri di sampingnya, wajahnya serius namun lembut. “Kau luar biasa, Lyra. Tidak semua orang bisa menahan energi itu.”
Lyra menelan ludah, mencoba menarik napas panjang. “Aku… aku hanya mengikuti intuisi. Intuisi yang… aneh.” Ia menatap Ardelia, merasa ada sesuatu yang lebih dalam yang Ardelia sembunyikan.
“Intuisi itu… istimewa. Dan sekarang mereka mulai memperhatikanmu lebih dekat.” Ardelia mencondongkan tubuh, bisikannya hampir tak terdengar di angin malam. “Kau tahu, aku juga pernah melihat bayangan itu… Theron, bukan?”
Lyra menatap kosong, terkejut sekaligus lega. “Jadi… aku bukan satu-satunya yang melihatnya?”
Ardelia mengangguk. “Tidak. Dan itu berarti kau berada di jalur yang lebih berbahaya daripada yang kau kira. Dunia manusia-mu dan dunia mereka—dunia vampir—mulai bertabrakan.”
Lyra menggigit bibirnya. Hatinya campur aduk antara takut, penasaran, dan perasaan aneh yang ia tak mampu definisikan. Dunia vampir dan dunia manusia, dua realita yang dulu sejajar, kini perlahan-lahan menyilang. Dan ia, tanpa disadari, berada di persimpangan itu.
...
Malam itu, dalam perjalanan pulang ke apartemen, Lyra merasa ada mata yang mengikuti. Lampu jalan berkelap-kelip di bawah angin malam yang dingin. Ia memutar kepala, tapi tak melihat siapa pun. Hanya bayangannya sendiri yang menari di trotoar.
Begitu memasuki apartemennya, pintu terkunci dengan aman, tapi aura yang aneh tetap menyelimuti. Ia menaruh tas, melepas jaket, dan berjalan ke jendela untuk menatap kota yang lampu-lampunya berkelip seperti bintang-bintang di permukaan bumi. Namun, jantungnya masih berdegup cepat. Ada yang tidak biasa. Selalu ada sesuatu yang mengikuti, bahkan saat ia berada di dunia “aman” manusia.
Di meja, terdapat amplop hitam tipis tanpa alamat pengirim. Lyra menatapnya dengan waspada, tangan gemetar saat merobek segel. Sebuah kertas lusuh berisi pesan pendek:
"Mereka tidak senang kau bergerak terlalu cepat. Terus waspada. – A"
Lyra menelan ludah. “A… Ardelia?” Ia berbisik, namun terasa aneh. Bagaimana Ardelia bisa mengetahui langkah terakhirnya begitu cepat? Dan siapa sebenarnya “A” ini?
...
Keesokan harinya, kehidupan sehari-hari Lyra sebagai junior arkeolog kembali. Kantor kecilnya di departemen sejarah kuno penuh tumpukan dokumen dan artefak. Rekan-rekan sesama peneliti sibuk meneliti, menyalin catatan, dan menyiapkan publikasi. Tapi Lyra sulit berkonsentrasi. Pikiran tentang simbol, bayangan Theron, dan pesan misterius terus menghantuinya.
Saat ia mencoba menyalin gambar relief ke buku catatan, bayangan aneh melintas di sudut mata. Ia menoleh, tapi tidak ada siapa pun. Hanya kertas dan pena yang tergeletak di meja. Napasnya tercekat. Dunia vampir—yang sebelumnya ia alami di gurun—seakan ingin merembes ke kehidupan manusia biasa ini.
Ardelia muncul di pintu kantor, wajahnya serius. “Kau harus berhati-hati. Mereka memperhatikan bahkan di sini. Lyra, mereka tahu kau mulai menyadari simbol itu.”
Lyra menatapnya, ragu tapi penasaran. “Siapa mereka? Apa maksudmu dengan ‘menyadari simbol’?”
Ardelia mencondongkan tubuh, menatap lurus ke matanya. “Ada lebih dari sekadar legenda. Setiap simbol adalah titik koneksi. Mereka bisa membuka jalan antara dunia manusia dan vampir. Dan kau, tanpa disadari, menjadi kunci.”
Lyra menelan ludah. Semua yang ia pelajari di dunia manusia, semua pekerjaan arkeologi yang ia cintai… kini tampak seolah hanyalah bayangan dari sesuatu yang jauh lebih besar. Sebuah dunia gelap yang menunggu untuk menghisapnya.
Selepas kerja, Lyra kembali ke apartemen dengan hati-hati. Ia memastikan kunci ganda terkunci, jendela rapat, dan lampu menyala. Namun, ia tetap tidak bisa mengusir rasa cemas. Aroma malam terasa berat, bukan karena kota, tapi karena sesuatu yang lebih pekat—seperti kehadiran yang mengintai dari bayang-bayang.
Tiba-tiba, suara halus terdengar di telinga. “Lyra…”
Ia menoleh, jantungnya hampir berhenti. Tak ada siapa pun, hanya bayangan yang bergerak di sudut apartemen.
“Theron?” bisiknya.
Sebuah cahaya perak lembut muncul di ujung ruangan. Bayangan itu—Theron—bukan wujud asli, hanya siluet tembus pandang, namun aura kehadirannya terasa nyata, dingin tapi menenangkan.
“Kau tidak boleh sendirian,” suara itu terdengar dari bayangan, seraya mendekat. “Mereka yang kau lihat… tidak semua ingin kau aman. Tetapi kau berbeda, Lyra. Darahmu… membawa sesuatu yang belum mereka pahami.”
Lyra menunduk, menahan perasaan campur aduk antara takut, penasaran, dan sedikit hangat di dada. “Aku… aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Dunia ini terlalu besar, dan aku terlalu kecil.”
Bayangan Theron menatap lama, kemudian seolah menghilang dalam satu hembusan angin. Tapi ia meninggalkan kata-kata terakhir: “Pelajari simbol itu. Percayai instingmu. Dan jangan biarkan mereka mendekat terlalu dekat.”
...
Hari-hari berikutnya, Lyra mencoba kembali ke rutinitas normal. Namun setiap artefak yang disentuhnya, setiap simbol yang dicatatnya, terasa berbeda. Ada sesuatu yang hidup di dalamnya. Suatu malam, saat menyalin sketsa simbol ke buku catatan, pena Lyra berhenti sendiri. Suara detak jam terasa menegangkan. Di sudut ruangan, kertas terangkat perlahan, dan bayangan samar melintas di dinding.
Ia menahan napas. Dunia manusia, yang selama ini menjadi zona aman, mulai menyatu dengan bayangan vampir. Dan Lyra sadar, pulang ke apartemen bukan berarti aman.
Pesan dari “A” terus menghantui: setiap langkahnya diperhatikan. Dan semakin ia mempelajari simbol, semakin banyak dunia gelap yang mulai menunggu di ambang kehidupannya.