Harusnya, dia menjadi kakak iparku. Tapi, malam itu aku merenggut kesuciannya dan aku tak dapat melakukan apapun selain setuju harus menikah dengannya.
Pernikahan kami terjadi karena kesalah fahaman, dan ujian yang datang bertubi-tubi membuat hubungan kami semakin renggang.
Ini lebih rumit dari apa yang kuperkirakan, namun kemudian Takdir memberiku satu benang yang aku berharap bisa menghubungkan ku dengannya!
Aku sudah mati sejak malam itu. Sejak, apa yang paling berharga dalam hidupku direnggut paksa oleh tunanganku sendiri.
Aku dinikahkan dengan bajingan itu, dibenci oleh keluargaku sendiri.
Dan tidak hanya itu, aku difitnah kemudian dikurung dalam penjara hingga tujuh tahun lamanya.
Didunia ini, tak satupun orang yang benar-benar ku benci, selain dia penyebab kesalahan malam itu.~ Anja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atuusalimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bagian 5, part 3
Air matanya berderai dalam tatapan matanya yang kosong. Erna diam sejenak, mencoba mengukur seberapa dalam rasa sakit yang ditanggungnya sekarang.
Seberapa hebat beban derita yang membebani pikirannya setelah dia memaksa untuk menerima semua hal yang menyakitkan.
"Aku lelah, mbak!"ucapnya kemudian terisak.
Erna diam tak sama sekali berani bergerak apalagi menyahut ,membiarkan Anja dengan sakit yang menyiksanya.
"Aku sudah hancur ,sudah sangat hancur ,aku ingin pergi,"ulangnya serupa bisikan yang menyakitkan.
"Kamu tidak harus pergi, kamu hanya tinggal melawan rasa sakit untuk menerima semuanya! Kamu hanya perlu diam, tidak perlu lari apalagi menutup hati!"
"Bagaimana caranya, mbak? katakan padaku, bukankah mbak yang paling tahu? Tapi, apa mbak pernah berada diposisi ku?" tentangnya remuk redam, muak karena kenyataannya wanita yang ada disampingnya hanya tahu berbicara namun tak mengerti perasaannya.
"Sudah mbak katakan berulang-ulang, membenci seseorang itu melelahkan. Anja, tidakkah kamu menyadari bahwa kebencian itu hanya menyakitimu, dan tak berdampak apapun pada diri orang yang kamu benci? Tidak kah kamu melihat Reka masih hidup dengan baik, memiliki karir yang cemerlang, disukai banyak orang. Sementara kamu, kamu masih dijerat kebencian tanpa bisa melakukan apa-apa, padahal luka itu sudah sangat lama, sudah tertinggal sangat jauh dari kehidupan sebelumnya. Harusnya semuanya sudah berubah, tapi kamu enggan meninggalkannya!" Tuturnya seraya menghela napas kemudian menatap Anja dengan harapan dapat menerimanya.
"Mbak tidak menyuruhmu untuk melupakannya karena itu tidak mungkin. Tapi, tidakkah kamu ingin keluar dari rasa sakit itu, setidaknya memberi kesempatan dan membuktikan pada dirimu sendiri untuk hidup lebih baik? Kasihanilah dirimu sendiri, ia sudah sangat kelelahan!"tutupnya kemudian sambil membawa mangkok juga botol air mineral yang dibawanya tadi. Erna pergi, memberi kesempatan kepadanya untuk merenungkan diri.
Anja membenamkan wajahnya pada lutut, mendengar jeritan hatinya yang menolak perkataan Erna tadi. Ia menangis, menjerit tertahan saat hatinya tak lagi mampu membendung rasa sakitnya. Terus seperti itu, berjam-jam lamanya hingga malam menelannya dalam keheningan, dan tubuhnya tak mampu lagi menahan lelah.
***
Ia tak lagi mendapati orang saat mengintip ke bawah, tidak juga Kezia padahal ia masih berharap melihatnya. Malam kian larut, mungkin gadis kecil itu sudah masuk keperaduan nya untuk menjemput mimpi.
Anja mengikat asal rambutnya yang sebahu, langkahnya yang lemas diseret kedalam dan menutup pintu.
Ia menutup tirai-tirai, waktu sudah menunjukan angka satu saat ia memeriksa ponselnya, lalu... Suara deru mesin mobil terdengar semakin dekat, siapa yang datang? Pikirnya dalam hati, namun juga tak terlalu peduli.
Sebenarnya ia bermaksud tidur, tetapi suara keroncongan diperutnya mengingatkannya bahwa setelah sarapan pagi tadi, ia tak memasukan apapun kecuali air minum.
Pikirannya diingatkan tentang beberapa bungkus bakso yang tadi sempat ditawarkan kepadanya. Jadi, dia berniat turun untuk mengambilnya setelah usahanya untuk memejamkan mata selama lima belas menit gagal.
Ia bangkit, keluar kamar dengan langkah lelah.Suasana sepi, detak jam diruang tamu bahkan terdengar nyaring membelah sunyi.
Benar saja, begitu sampai dapur dia menemukan tiga buah kantong bakso yang sudah dingin. Ia mengambilnya satu, kemudian berniat memanaskan nya pada panci.
Ia berniat mengambil mangkok namun urung, saat telinganya mendengar suara ketukan sendal dilantai kosong,ia berbalik untuk menemukan siapa yang datang.
Dia?
Tubuhnya membeku, memperhatikan sosok yang menjulang dan menatapnya ragu. Tangannya mencengkram erat pinggiran wadah stainlis dan handuk kecil dengan cemas.
Kenapa disini, bukankah tadi sudah pulang?
Ia ingin berlari, namun tak dapat menggerakkan kakinya sama sekali.
***
Aku lagi ada acara mentemen, maaf ya buat yang nunggu up kemarin.
semangat kak author 😍