Amira menikah dengan security sebuah pabrik di pinggiran kota kecil di Jawa Timur. Awalnya orang tua Amira kurang setuju karena perbedaan status sosial diantara keduanya tapi karena Amira sudah terlanjur bucin maka orang tuanya akhirnya merestui dengan syarat Amira harus menyembunyikan identitasnya sebagai anak pengusaha kaya dan Amira harus mandiri dan membangun bisnis sendiri dengan modal yang diberikan oleh orang tuanya.
Amira tidak menyangka kalau keluarga suaminya adalah orang-orang yang toxic tapi ia berusaha bertahan sambil memikirkan bisnis yang harus ia bangun supaya bisa membeli rumah sendiri dan keluar dari lingkungan yang toxic itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyuni Soehardi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 22
Setelah tamparan mendarat di pipi Dena, gadis itu lantas bangkit berdiri dan masuk ke kamarnya dengan membanting pintu keras-keras.
Dewi mencuci semua piring kotor bekas makan malam mereka dan mengetuk pintu kamar Dena. Ketukan pelan tidak dihiraukan, ketukan ketiga hingga Dewi membawa uleg-uleg dari batu menggedor pintu Dena sekuat tenaga. Akhirnya pintu terbuka.
“Berikan kunci mobil ibuku dan STNK-nya atau tunggu ku getok kepalamu lalu kucari sendiri di dalam.” Ancam Dewi.
Mau tidak mau Dena mengambil dan memberikannya kepada Dewi dengan cara melemparkan kunci dan STNK mobil itu ke muka Dewi. Lalu menutup pintu kamarnya dengan membantingnya dengan keras.
“Jangan salahkan aku kalau ini kali terakhir kau mengendarai mobil ibuku. Sikapmu sendiri yang membuat aku memutuskan tidak mengijinkanmu lagi memakainya saudara Dajjal.” Umpat Dewi.
Ayah hanya menghela nafas melihat kelakuan kedua putrinya.
Malam itu Dewi mencari surat-surat berharga yang disimpan ibunya. Ibu memiliki tempat rahasia yang hanya diketahui oleh ibunya dan Dewi.
Dewi menggeser lemari yang ada di kamarnya dan membuka pintu kecil seperti lemari yang tertanam di dinding. Disitu ada amplop coklat besar. Dewi mengambilnya dan membukanya. Diambilnya amplop berukuran kecil berisi BPKB mobil ibunya dan kwitansi pembelian mobil itu atas nama ibunya.
Amplop kedua berisi sertifikat rumah atas nama ibunya. Dan akte jual beli tanah atas nama ibunya. Ibu Dewi membeli tanah disamping rumah ayahnya. Kemudian membangun rumah yang gabung jadi satu dengan rumah ayahnya tapi sertifikat nya terpisah. Lalu amplop ketiga adalah surat hibah Bu Ratih kepada Dewi dan ditanda tangani oleh notaris.
Ternyata ibunya begitu detail melindungi aset anak-anak kandungnya. Selama hidupnya beliau terkenal sebagai sosok pekerja keras tapi tetap hidup sederhana. Sejak mulai sering sakit ibunya membeli mobil baru dan beliau menggaji sopir. Dewi merasa bersalah kepada Agus kakak tirinya yang berbeda ayah dengan nya. Ibunya telah menyiapkan warisan tersendiri untuknya. Tidak seharusnya dia merampas apa yang menjadi hak nya Agus.
Dewi bertekad akan bekerja keras untuk masa depannya sendiri dan anaknya. Dia merasa lega membuat keputusan menjadi single mom. Tidak butuh laki-laki kalau hanya untuk makan. Dia bisa berdiri di kakinya sendiri.
Dewi mulai membuka buku-buku sketsa lama milik ibunya. Ada beberapa sketsa yang belum dibuat menjadi baju. Dewi membuat sketsa-sketsa karyanya sendiri yang nanti akan diluncurkan bersamaan dengan rancangan milik ibunya.
“Masih ada satu surat di amplop yang berwarna putih bertuliskan namanya tapi nanti saja aku membacanya aku harus segera meluncurkan produk baru setelah cukup lama ibu vakum membuat baju karena sakitnya.” Gumam Dewi.
Dia terus membuat beberapa rancangan baju dan kerudung hingga tak terasa malam semakin larut.
Sejenak dia menyesali nasibnya karena kebodohannya mudah mempercayai laki-laki bermodal rayuan dan traktiran yang tidak seberapa. Air matanya mulai menetes lagi. Tapi ia segera menggelengkan kepalanya.
“Tidak….tidak. Aku tidak boleh meneteskan airmata lagi. Mulai sekarang aku harus fokus mencari nafkah untuk masa depanku sendiri dan anak yang dikandung ini.” Batinnya.
Dewi kembali fokus dengan desainnya sampai selesai.
Perutnya terasa lapar. Dewi ke dapur untuk mencari makanan yang bisa mengganjal perutnya.
Tidak ada apa-apa di dapur, belanja tadi pagi sudah dimasaknya habis, rupanya sudah saatnya mengisi bahan makanan dikulkas. Selama ini ibunya lah yang mengerjakan semuanya.
Ayahnya hanya pegawai rendahan di sekolah negeri. Semua kebutuhan rumah tangga berasal dari usaha ibunya. Dewi sedikit banyak tahu berapa pendapatan bisnis ibunya karena selama ini dia ikut membantu memasarkan produk ibunya melalui medsosnya.
Setelah ibunya tiada semua begitu berubah. Dia hanya mendapat jatah 20 ribu per hari untuk memasak seluruh isi rumah. Beruntung kakaknya sering memberinya uang tambahan sehingga masih bisa membeli makanan yang layak untuk semua orang.
Dewi bertekad keluarga nya harus tetap hidup sejahtera dia tidak memiliki siapa-siapa lagi selain keluarga tirinya dan anak yang dikandungnya.