NovelToon NovelToon
Duda-ku

Duda-ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda
Popularitas:478
Nilai: 5
Nama Author: santi damayanti

"hana maaf, rupanya riko hatinya belum tetap, jadi kami disini akan membatalkan pertunangan kamu.. dan kami akan memilih Sinta adik kamu sebagai pengganti kamu" ucap heri dengan nada yang berat

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

22

Hana mengerjapkan matanya pelan. Sinar lampu yang menyilaukan membuat bola matanya perih, seperti ditusuk jarum halus. Pandangannya buram, berputar, lalu perlahan-lahan menjadi jelas.

“Di mana aku?” gumamnya lirih.

Tangannya bergerak gemetar, menyentuh sprei yang lembut. Pandangannya jatuh ke tubuhnya sendiri.

“Pak… pakaianku? Kok berubah lagi?” desisnya, nyaris tak percaya.

Degupan jantungnya makin kencang. Ingatannya kembali ke semalam. Beberapa orang pria kekar akan menculiknya dan hana yakin kalau itu adalah anak buah andri. Apa yang dikatakan nela sekarang semuanya terbukti kalau Andri adalah seorang mafia penjualan manusia. Mengingat itu bulu kuduk hana berdiri.

“Andri… bangsat kamu. Kenapa tega menculik aku?” Gumam Hana kesal,,Hana tidak pernah menipu apalagi menyakiti Andri tapi kenapa Andri berniat menculiknya itulah pikiran hana yang menyimpulkan kalau dalang dibalik ini semua ini adalah andri.

Tiba-tiba, suara pintu berderit.

Ceklek.

Hana refleks menoleh. Sosok yang muncul membuat tubuhnya kaku.

“Tante Viona?” gumamnya terkejut.

Kebingungan makin menyesakkan dada. Kenapa tante Viona ada di sini? Bukankah Andri yang menculiknya? Atau jangan-jangan mereka bersekongkol? Kenapa semua orang seolah-olah ingin menghancurkannya?

“Kamu sudah bangun, Nak,” ucap Viona lembut sambil mendekat.

Hana menatapnya dengan mata penuh air. “Tante… ada hubungan apa dengan Andri? Kenapa tante bersekongkol dengannya? Kenapa tante ingin menculikku? Kenapa, Tante… kenapa?” Suaranya pecah, air mata jatuh membasahi pipi.

“Andri?” Viona mengulang dengan nada bingung. Tatapannya lurus ke arah Hana. “Siapa Andri? Tante bahkan tidak kenal siapa dia.”

“Bohong!” Hana spontan berteriak. Matanya melebar, suaranya bergetar. “Tante pasti bersekongkol dengan Andri, kan?”

Tubuhnya gemetar hebat. Ia merapat ke tepi ranjang, seakan dinding itu bisa melindunginya. Wajahnya pucat, penuh ketakutan dan trauma yang menumpuk. Nafasnya pendek, seperti baru saja berlari.

Viona terdiam sejenak. Ia lalu mendekat, duduk di samping ranjang, dan tanpa berkata apa-apa langsung memeluk Hana erat.

Pelukan itu hangat, lembut, berbeda dari dinginnya dunia yang selalu menusuk Hana. Perlahan, tubuh Hana yang awalnya kaku mulai melemas. Bahunya yang bergetar perlahan tenang. Hingga akhirnya tangisnya pecah, isakannya terdengar lirih.

“Aku… takut, Tante… aku takut…” ucap Hana tersengal, wajahnya basah oleh air mata.

“Jangan takut, Sayang. Ada Tante di sini,” bisik Viona penuh kelembutan. Tapi dalam hatinya ia bergumam, anak ini pasti mengalami penderitaan yang luar biasa, sampai trauma sedalam ini.

Beberapa menit kemudian, ketika tangis Hana mulai reda, Viona menatapnya dengan serius. “Kenapa, Sayang? Sepertinya kamu punya kecurigaan berlebihan. Apakah semua orang di dunia ini pernah menipumu?”

Pertanyaan itu menancap tajam ke hati Hana. Ia terdiam, bibirnya bergetar tanpa suara.

Ya… semua orang pernah menipuku. Suara hatinya menggema. Riko. Ayah. Andri. Dan sekarang… Tante juga?

Kesunyian seketika menelan kamar itu. Hanya terdengar suara detik jam di dinding. Hati Hana seperti diremas. Dunia terasa kejam, membuatnya selalu jadi sasaran kebohongan dan pengkhianatan.

Viona menghela napas, lalu bicara dengan nada pelan. “Semalam, anak buah Jefri melihat kamu dibawa masuk ke dalam mobil. Mereka langsung mengejar. Saat itu kamu sudah pingsan, lalu mereka menyelamatkanmu dan membawamu ke sini.”

Mata Hana membulat. Ia menggigit bibir bawahnya, tubuhnya merinding. Bayangan semalam kembali menghantam benaknya—kain yang membekap hidung dan mulutnya, napas yang tercekik, lalu gelap. Ia menggigil.

“Terus… siapa yang ganti bajuku? Jangan bilang… Jefri?” tanya Hana dengan suara parau. Tangannya mencengkram sprei erat-erat, seakan kain itu bisa menahan ketakutannya.

Viona mendengus keras, wajahnya serius. “Tante potong burung dia kalau sampai berani melakukan itu! Tante juga perempuan, Hana. Tante tidak akan pernah membiarkan anak Tante menyakitimu.”

Hana menatapnya kaget. Matanya berkaca-kaca, suaranya bergetar. “Be… benar, Tante?”

Belum sempat Viona menjawab, suara kecil tiba-tiba terdengar dari arah pintu.

“Ateu…!”

Hana langsung menoleh. Senyumnya pecah seketika. Sosok kecil berlari masuk, wajahnya polos. Felix.

“Ateu, udah bangun ya? Kok tidurnya lama banget sih?” celotehnya sambil tertawa lepas.

Hana menahan senyum. “Iya… Ateu tadi mimpi indah. Terbang naik awan sama Felix.”

Felix tertawa terpingkal. “Hahaha! Berarti aku jadi monyetnya ya?”

Hana mengerutkan dahi, kebingungan. “Loh, kok jadi monyet?”

“Iya, yang bisa terbang pakai awan kan monyet, Ateu.” Felix menjawab polos, matanya berbinar.

Hana tertawa kecil untuk pertama kalinya setelah semalam dipenuhi teror. Tawa itu ringan, meski matanya masih basah.

“Hana, diminum dulu obatnya,” ucap Viona lembut, menyodorkan segelas air dan pil kecil. Nada suaranya tenang, seperti seorang ibu yang menenangkan anaknya.

Felix menoleh ke arah neneknya. “Oma, Ateu sakit ya?”

“Iya, Nak. Makanya Felix jangan ganggu Ateu dulu, ya.” Viona mengusap lembut kepala cucunya.

Felix mengangguk patuh. Meski begitu, matanya tetap menatap Hana penuh rasa ingin tahu, seolah ingin memastikan kalau perempuan itu benar-benar baik-baik saja.

Di Rumah Handoko

“Pak, kita harus menggadaikan rumah ini ke bank,” ucap Mirna tegas.

Handoko menoleh cepat. “Loh, bukannya kamu yang dulu keras menolak rumah ini digadaikan?”

“Sekarang beda, Pak. Kita harus gadaikan,” jawab Mirna singkat.

Di kepalanya, kekecewaan berputar. Harapannya runtuh setelah kabar dari Erik: rencana penculikan Hana gagal. Padahal, seharusnya ada uang seratus juta masuk kalau rencana itu berhasil.

Handoko mengernyit. “Kenapa harus digadaikan? Bukankah Riko sudah menanggung semua biaya resepsi?”

Mirna mendengus. “Bapak kira resepsi di hotel cukup dengan itu? Mobil sewaan, tamu undangan… semua perlu. Apa bagusnya resepsi mewah kalau yang datang sedikit? Ibu akan angkut semua tetangga biar mereka lihat Sinta menikah dengan orang kaya. Rugi dong kalau uang banyak keluar tapi enggak pamer.”

Handoko menghela napas berat. Ia hanya bisa menggeleng, tak habis pikir dengan cara berpikir istrinya.

“Kasihan Riko, Bu. Kalau semua tetangga diajak ke hotel, biayanya membengkak. Apa enggak kepikiran?”

“Itu urusan dia, Pak. Bukan urusan kita,” jawab Mirna dingin.

Handoko menatap istrinya lama. “Kalau rumah ini benar-benar digadaikan, siapa yang bakal bayar cicilannya?”

Mirna menoleh santai. “Ya Riko lah. Masa kita? Dia kan sebentar lagi jadi menantu kita. Wajar kalau dia yang nanggung.”

“Dan kalau dia menolak?” tanya Handoko ragu.

“Enggak boleh menolak. Harus mau. Dia kan nanti jadi keluarga kita,” tegas Mirna.

Handoko terdiam, pikirannya kalut. “Bu, coba pikirkan kemungkinan terburuk. Jangan sembarangan. Sudah bagus Riko mau mengadakan resepsi di hotel. Jangan sampai kamu malah menghancurkan semuanya.”

Riko duduk di meja kerjanya sambil menjambak rambut. Matanya menatap laporan penjualan yang terus menurun. Belum lagi, data barang masuk dan keluar tidak pernah sesuai.

“Gila… kalau begini, bisa bangkrut aku,” gumam Riko gusar.

“aku harus mencari hana,,hanya hana yang bisa menyelesaikan masalah ini”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!