NovelToon NovelToon
Secangkir Macchiato

Secangkir Macchiato

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / Hamil di luar nikah / Konflik etika / Kehidupan Tentara / Fantasi Wanita / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:15.8k
Nilai: 5
Nama Author: Aksara_dee

"Bang Akbar, aku hamil!" ucap Dea di sambungan telepon beberapa Minggu lalu.
Setelah hari pengakuan itu, Akbar menghilang bagai di telan bumi. Hingga Dea harus datang ke kesatuan kekasihnya untuk meminta pertanggungjawaban.
Bukannya mendapatkan perlindungan, Dea malah mendapatkan hal yang kurang menyenangkan.
"Kalau memang kamu perempuan baik-baik, sudah pasti tidak akan hamil di luar nikah, mba Dea," ucap Devan dengan nada mengejek.
Devan adalah Komandan Batalion di mana Akbar berdinas.
Semenjak itu, Kata-kata pedas Devan selalu terngiang di telinga Dea dan menjadi tamparan keras baginya. Kini ia percaya bahwa tidak ada cinta yang benar-benar menjadikannya 'rumah', ia hanyalah sebuah 'produk' yang harus diperbaiki.
Siapa sangka, orang yang pernah melontarkan hinaan dengan kata-kata pedas, kini sangat bergantung padanya. Devan terus mengejar cinta Dealova.
Akankah Dealova menerima cinta Devan dan hidup bahagia?
Ikuti perjalanan Cinta Dealova dan Devan hanya di NovelToon.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22 : Pengabdi Alam

Sunrise

Dingin pagi yang menusuk membalut tubuh saat mereka menyiapkan perbekalan dan alat-alat fotografi di depan tenda. Setelah semua siap, mereka berjalan ke arah selatan untuk mendekati puncak sikunir sebelah timur. Jalannya memang terjal dan harus mengikuti jalur pendakian yang jarang di jamah pendaki.

"Sebenarnya ada jalur yang lebih mudah dan banyak di lalui orang kenapa malah nyari yang susah," gerutu Dea.

"Aku tidak ingin menjawab sekarang, lebih baik kamu diam dan nikmati perjalanan. Jawabannya ada di atas sana." Akbar menunjuk ujung bukit yang akan mereka tuju dengan tongkatnya.

"De, udah ikutin aja," bisik Laras.

"Mbak kenapa percaya aja sih sama orang-orang ini. Kita ngga tau maksud mereka mengajak kita ke sini karena apa. Kita perempuan cuma berdua lho mba. Gimana kalau— " balas Dea.

"Eheem ... Aku dengar suaramu!" Akbar berdehem keras dan memukul pelan bahu Dea dengan tongkat.

"Ngga usah pake mukul kali, bisa kan!" bentak Dea dengan mata mendelik.

"Bisaaaa ... " ketiga lelaki itu serempak menjawab sambil terkekeh, Dea semakin merengut dan memberikan bombastic side eyes.

Akbar tersenyum lebar sambil mengedipkan matanya ke arah Dea.

Pukul 03.05 mereka sudah menginjakkan kaki di puncak bukit. Akbar dan satu orang temannya segera memposisikan perlengkapan kamera canggih mereka di sudut pengambilan gambar bird's eye view. Satu kamera di posisikan eye level. Drone juga sudah disiapkan. Katanya untuk video tambahan keperluan pembuatan film di kantor mereka, entah film apa yang akan mereka buat.

Salah satu rekan kerja Akbar yang bertugas sebagai 'penanting' (bagian perbekalan) sudah menyalakan kompor portable khusus untuk kegiatan lapangan dengan bahan bakar parafin, lalu memasak air untuk membuat kopi dan membuka ransum makanan. Eprokal dan biskuit profortis B berbagai macam varian.

"Gadis-gadis mau pilih rasa apa, silahkan di pilih nanti aku buatkan," ucap sertu Deden

"Yang enak yang mana mas?" tanya Laras.

"Selera sih, kalau aku suka yang macha," jawab Deden.

Laras mendekat, memilih minuman imukal dari kotak hitam dengan berbagai varian. Laras memang mudah dekat dengan orang baru, obrolan mereka mengalir begitu saja seperti sudah kenal lama. Sementara, Dea seperti orang asing diantara mereka.

Dea memisahkan diri, jauh dari keempat orang teman perjalanannya.

Ia berjongkok menyendiri sambil melukis abstrak tanah bebatuan dengan arang bekas sisa api unggun para mendaki menghangatkan tubuh mereka. Sesekali ia menggosok telapak tangan di kedua pahanya karena udara dingin yang menusuk. Lalu ia kembali menggoreskan sesuatu di tanah.

Langkah ringan Akbar penuh perhitungan dan waspada saat mendekati Dea, ia sudah berdiri di belakangnya. Sinar rembulan yang masih mengintip memudahkan Akbar membaca tulisan di tanah yang baru saja Dea gores.

"Kita tidak pernah memulai tapi juga tidak pernah ada kata selesai. Dasar penjajah! Kamu masih saja menguasai hati dan pikiranku."

"Rugi banget kamu masih mikiran mantan, siapa tahu dia sudah bahagia dengan kekasihnya," ejek Akbar.

Dea kaget bukan kepalang, ia sontak berdiri. "Ngapain sih pedulikan aku, udah sana cepet selesaikan tugas kamu abis itu kita pulang ke tenda!" bentak Dea.

Tidak terima dibentak, Akbar menaikan nada bicaranya. "Kita di sini sampe sore, kamu harus kendalikan emosi dan menjaga mood semua orang. Jangan memancing emosiku." Akbar melangkah mendekat hingga tubuh mereka tidak berjarak. "Kalau tidak ... " ancamnya dengan napas memburu dan detak jantungnya tidak beraturan.

"Ka-kalau tidak ap—"

Akbar mendorong bahu kiri Dea dengan bahunya yang kekar, sedikit saja dorongan itu. Karena Dea tidak siap, ia nyaris jatuh ke bidang yang lebih rendah. Namun, tangan kanan Akbar sigap memegang pinggang ramping Dea, dan tangan kiri menahan punggungnya, posisi mereka terlalu dekat.

"Aku nggak suka kamu marah-marah terus sama Abang, salah Abang apa? Jangan karena mantan kamu dari militer, kamu samakan kelakuan kami seperti mantan kamu," serang Akbar. Suaranya rendah penuh penekanan dan menguasai situasi.

"I-iya... Iya... Aku, aku ngga akan marah lagi." Dea memejamkan matanya takut, karena wajah Akbar sangat dekat dan terlihat tidak bersahabat.

"Minta maaf yang benar," tuntut Akbar dengan suara datar.

"Abang, aku minta maaf... " lirih Dea dengan suara pelan, matanya terpejam tidak berani menatap wajah Akbar.

Akbar memperhatikan wajah Dea dari dekat, dibawah sinar rembulan yang sedikit meredup, mata gadis itu tertutup rapat, bulu matanya yang tebal bergerak gemetar, wajahnya pias menandakan ia benar-benar takut dengan ekspresi yang Akbar berikan. Padahal Akbar hanya menggertak. Dalam hati ia menahan tawa dan gemas.

"Bulu hidungmu gerak-gerak, De," bisik Akbar menahan tawa.

Mata Dea membelalak. Kini keningnya perlahan berkerut melihat ekspresi Akbar yang sedang menahan tawa. Pipinya mulai menggelembung dan bibirnya mengerucut.

"Abang!" Dea mendorong tubuh Akbar dengan keras hingga lelaki itu terjungkal dan jatuh terlentang.

"Hahaha... " Tawa Akbar pecah, lelaki itu memegang perutnya yang mulas menahan tawa sejak tadi. Wajah Dea masih menegang.

"Hey, kalian ngapain di situ. Ayo sini... Langit mulai berubah warna!" seru Laras.

Akbar menarik tangan Dea untuk mendekati Laras, "Ayo!" ajaknya.

Garis tipis di cakrawala berwarna keemasan merangkak naik perlahan di pagi yang berkabut, menciptakan fenomena visual yang menakjubkan, cahaya menembus kabut menelusup ke sela-sela pepohonan dan membuat siluet dedaunan bagai lukisan abstrak tercantik ciptaan sang Pencipta.

Perpaduan aroma kelembaban, cahaya dan pola pepohonan yang rumit menciptakan suasana yang halus dan magis. Semua terdiam dengan pikirannya masing-masing, rasa syukur tiada henti saat menikmati perubahan lukisan langit yang kian menghangat dan cantik.

Sinar krepuskular menerpa wajah Dea, kulit kuning Langsat semakin terlihat bersinar dibawah sinar mentari yang unik itu. Sinar yang berlangsung beberapa menit menerpa wajah Dea, hal itu sempat diabadikan Akbar di kamera ponselnya. Lelaki itu tersenyum puas.

Ia memperhatikan Dea sedang menikmati kehangatan yang perlahan menyapa wajahnya dengan mata tertutup.

"Apa yang Dea bayangkan disaat matanya terpejam seperti itu? Apa ada wajahku di sana?" gumam Akbar

Sementara yang ada dalam bayangan Dea adalah saat-saat terindahnya bersama sang papa di setiap pagi, di hutan Kalimantan. Sinar Sunray yang terjadi hanya sekian menit itu seringkali membuat Dea seperti seorang peri yang sedang menari riang menghibur sang papa.

"Apa yang kamu pikirkan?" bisik Akbar tiba-tiba.

"Papa. Biasanya dibawah sorot cahaya Sunray yang membentuk garis-garis tipis ini, ia sedang menikmati kopi paginya sambil memasang sepatu PDL sebelum berangkat ke hutan." Dea mengambil napas sebanyak-banyaknya.

"Dan aku menari di depannya sambil menghalangi cahaya itu menerpa wajahnya," lanjutnya.

"Hutan? Kamu pernah menginap di hutan?" tanya Akbar.

"Bukan hanya menginap, kami memang tinggal di hutan lindung Kalimantan," ungkap Dea.

"Uhuukk... Uhuukk... " Akbar tersedak kenangan buruknya sendiri. Mendengar kata 'hutan Kalimantan' di sebut, tenggorokannya terasa tercekat. Dosa masa lalu menyumbat kerongkongannya. Sebuah tempat yang tidak ingin ia singgahi lagi karena sebuah kenangan yang kelam.

"Owh... " jawab Akbar dengan suara pelan nyaris tidak terdengar.

Setelah itu, Akbar lebih banyak diam. Ia menjauhi dea. Berdiri di dekat pohon randu, tangannya bergetar dengan sendirinya saat ia sedang memegang kamera. Ia kesulitan mencari titik focus subjek utama pada perpotongan garis imajiner. Pikirannya sudah terdistraksi dengan ungkapan Dea.

Ia mendesah kasar, wajahnya menatap langit dengan gurat kesedihan yang mendalam. Masih menggenggam erat kamera Mirrorless miliknya, tangannya berada di sisi tubuh, bahunya merosot tak berdaya melawan bayangan kelam yang sesekali merenggut kebahagiaannya.

Zelfi, sahabat Akbar. Sangat paham trauma yang sahabatnya miliki. Ia merangkul bahu Akbar dengan hangat, lalu membisikkan kata-kata ajaib untuknya. "Tidak sepenuhnya salahmu, saat itu nyawamu pun sedang diujung tanduk. Sadarlah Akbar!"

Kata mujarab itu perlahan masuk dalam alam bawah sadarnya. Ia kembali menegakkan punggung. Menatap langit dengan wajah sedih, "maafkan aku, maafkan aku yang tidak cepat membawamu ke rumah sakit," rintih Akbar dalam hatinya.

Akun Medsos Pengabdi Alam

Dua hari setelah kepulangan mereka dari bukit sikunir, Dea heboh sendiri di dalam kamar kostnya yang baru. Postingan dari akun 'Pengabdi Alam' membuat ia menjerit kaget karena dirinya menjadi objek fotografi si pemilik akun. Beberapa foto dirinya diambil dari berbagai sisi dengan caption menarik dan dibubuhi kata-kata diksi mengandung pujian akan alam semesta.

Salahsatu caption yang membuat Dea tercengang di salahsatu foto saat ia memeluk cangkir kopi.

"Kesederhanaannya membuatku ingin menikmati malam yang lebih lambat dan sinar rembulan mengalir indah di wajahnya. Siangku adalah api, dan malamku bersamamu adalah embun yang menyejukkan. Kau adalah aroma kopi yang membangunkan ku dari mimpi, kau memaksaku merindukanmu dalam kenyataan."

1
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
akbar sangat perlu penanganan serius, banyak luka & trauma ditambah amnesia. begitu banyak kebohongan yang harus dia cari kebenarannya. ntah otaknya sanggup nerima atau tidak.
kasihan bara juga. semakin banyak yang sayang semakin bingung dia.
Elisabeth Ratna Susanti
like plus iklan.
Elisabeth Ratna Susanti
iya janinnya harus dijaga
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
hidup tapi mati. donna hanya bisa mencintai akbar dari jauh.
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ: salahnya sendiri juga bapaknya salah ambil langkah. andai diadili & menerima hukumannya, mungkin bisa bertemu akbar walau tidak menyentuh.
total 1 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
lihat dulu tamunya, akbar.
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ: cool nya bikin apes🤣🤣
total 1 replies
Mom Young
kataka katanya mendayu kak bikin mewek😓
Aksara_Dee: memang kisah sedih ini ka, single mom
total 1 replies
Aksara_Dee
di episode 61 ada part ttg adila
Aksara_Dee: tetap di akui anak Akbar, keluarga Akbar sangat terbuka dan legowo menerima penderitaan anaknya
total 1 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
btw, apa kabar putri donna?
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
semoga kebohongan inI segera terbongkar. thoriq sekeluarga akan benar-benar terbongkar segala kebusukannya, hingga menyadarkan akbar, dia mencintai wanita dari keluarga 🐍, tapi bukan anaknya Nyimas ibunya nilam.. 🤭
Aksara_Dee: dua-duanya sudah aku buat draft sampai ending ka. tapi pas baca ulang, aku nggak sreg buat di update. mau ngeditnya tuh berat banget, blm ada feelnya
total 1 replies
Dee
Kamu tuh nyadarnya telat Akbar🥲
Aksara_Dee: Akbar masih berjuang dgn ingatannya
total 1 replies
Dee
Hadeh Dona.. makin bikin emosi aja tiap baca part tentang dia 😤
Aksara_Dee: Obsesinya mencelakakan nasib orang lain
total 1 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
kebahagiaan perlahan menggenapi perjuangan dea & bara. semangat terus yaa..
sementara akbar masih tersandera dengan wanita psiko.
kasihan
Aksara_Dee: Akbar juga masih denial dengan pernikahannya dgn Dea.
total 1 replies
Dinar Almeera
Aku kirim mawar tanpa pot hihihi
Aksara_Dee: wow terima kasih kaa🥰🙏
total 1 replies
Dinar Almeera
Kaaaa akhirnya aku duluan lagiii
Aksara_Dee: juara kaka ❤️🌹
total 1 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
apa kabar akbar?
Aksara_Dee: episode selanjutnya
total 1 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
pergi untuk kembali ya, devan. semoga tak ada lagi halangan & duka ya.
Aksara_Dee: semoga happy ending
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
like plus iklan 👍
Aksara_Dee: terima kasih ka
total 1 replies
Dee
Selalu aja nyusahin😏
Aksara_Dee: nggak insyaf²
total 1 replies
Dee
Kasian Akbar, Dea... dia itu kejedot jd aja memorinya langsung ke-reset ke karakter antagonis 🥲
Aksara_Dee: kembali ke stelan pabrik ya ka 😅
total 1 replies
Hazelnutlatteice🪷
Sehat selalu buat kak Dee and para raiders
Murah rezekinya biar bisa berbagi gift
Aksara_Dee: Aamiiin... terima kasih kaka ❤️🌹
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!