NovelToon NovelToon
Terpaksa Menjebaknya Karena Cinta

Terpaksa Menjebaknya Karena Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Cengzz

"Aku nggak punya pilihan lain." ucap adel
"Jadi kamu memang sengaja menjebakku?" tanya bima dengan nada meninggi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cengzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

22

Dikamar Adel, gadis itu duduk dikasur menangis, memeluk kedua lututnya, hatinya sakit dan kecewa dengan bima yang menolaknya, bahkan memarahinya tanpa segan lagi. Ia masih tidak menyangka jika bima yang dikenal ramah, baik dan humoris itu. bisa menyakiti perasaannya. baru kali ini ia melihat bima benar-benar marah. Seperti orang kesetanan yang tidak memikirkan perasaannya sebagai seorang wanita, bagaimanapun juga wanita itu sifatnya pengingat dan pengungkit. Sesuatu yang menyakitinya akan terngiang-ngiang dan tertanam dibenaknya dalam waktu yang sangat lama.

"Kamu jahat mas! Kamu jahat! Hiks....." Adel meringkuk, mengambil gulingnya, dadanya sesak seakan dihantam duri yang sangat tajam.

"Kalau kamu tidak menyukaiku, jangan pernah menghardik dan membentakku." Isak Adel.

"Cukup hargai perasaanku dan biarkan saja! Aku tau kamu tidak menerimaku, karena status kita kan? Iya kan!! Seandainya kamu tau! Bahwa aku sudah mengetahui fakta itu dari lama..... Pasti kamu akan...." Nafas Adel tercekat, air mata terus mengucur bersamaan dengan ingusnya yang menerobos keluar.

Adel merasakan patah hati yang luar biasa malam ini, seandainya ia tidak mengungkapkan perasaannya pada bima tadi. Mungkin ayahnya itu tidak akan marah-marah dan Adel juga tidak akan sakit hati. Hubungan mereka pun tidak akan renggang seperti ini.

Saat Adel menyusul dan berpapasan dengannya pun. Tidak ada tegur sapa sama sekali, biasanya bima akan tersenyum dan menyapanya. Tapi tidak dengan tadi, ayahnya itu terlihat begitu dingin, cuek seperti orang yang berbeda. Bahkan Adel hampir tidak mengenalinya.

Bima mengurung diri di kamar malam ini, pikirannya kalut setelah berenang tadi. Air yang semula menenangkan justru tak mampu meredakan gejolak di dadanya. Ia masih tak habis pikir dengan Adel yang benar-benar mencintainya.

Selama ini, ia selalu menganggap perasaan gadis itu hanya sebatas kekaguman sesaat, mungkin sekadar rasa hormat seorang anak kepada ayah angkatnya. Tapi kenyataan yang terungkap malam ini mengubah segalanya. Adel tidak main-main, bahkan anaknya itu tidak pernah menggangapnya ayahnya, melainkan seorang pria dewasa yang dicintai pada umumnya. Bima bisa melihatnya di mata gadis itu, di caranya berbicara, di ketulusan yang tak bisa lagi ia sangkal.

"Kenapa bisa! Kenapa bisa!" Teriak bima meninju-ninju tembok, rahangnya mengeras.

Bima meninju tembok dengan keras, namun rasa sakit itu seolah tak berarti dibanding kekacauan di dalam kepalanya. Dadanya sesak, pikirannya berantakan. Ia menghela napas berat, menatap kepalan tangannya yang mulai memerah—tapi tetap saja, itu tak cukup untuk meredakan gejolak yang menghantamnya malam ini.

"Astaga! Gue gak nyangka! Kalo dia selama ini, punya perasaan lebih sama gue!" Mata bima memerah, menahan amarahnya yang menggebu-gebu di dalam dadanya.

Ia menarik napas panjang, menatap langit-langit kamar dengan perasaan bercampur aduk. Jika saja ini semua hanyalah kebohongan, mungkin lebih mudah baginya. Tapi sekarang? Bima tidak tahu harus bagaimana lagi? Ini sebuah kenyataan aneh yang harus ia terima dengan sangat pahit. Benar kata orang, kenyataan itu memang sangat pahit dan sulit untuk diterima.

Bima lemas, perlahan duduk ditepi ranjang menundukkan kepalanya sedalam mungkin, menatap lantai kamar dengan perasaan campur aduk.

"Arghhhh! Setan lah! Kenapa gue jadi dilema gini!" Bima mengusap wajahnya berulang kali, bingung sama keadaaan ini.

"Tidak seharusnya dia menyukai gue! Sialan lah!" Bima memejamkan matanya, nafasnya memburu, pelan-pelan membuka matanya, mengangkat kepalanya.

Bima terdiam menatap tembok didepannya. Ingatannya kembali ke malam itu, dimana Adel melakukan hal tidak senonoh sambil menyebut namanya. Suara Adel menggema, berputar-putar ditelinganya membuatnya semakin sesak dan kecewa.

"Jadi itu alasan dia? Selama ini dia self service sambil berfantasi liar tentang gue? Shit!! Ini gak bisa dibiarin! Gue gak mau lagi tinggal dirumah ini! Dia mengecewakan dan gue mau ngejauhin dia, gak peduli lagi sama cewek yang udah ngebuat hati gue kecewa dan sakit!" Bima turun dari ranjang, menyambar jaketnya dan memakai celana panjang. Bergegas dia keluar kamar, mengendap-endap sambil celingak-celinguk kekanan dan kekiri, memastikan bahwa Adel tidak melihatnya.

Bima menghembuskan nafas lega, buru-buru keluar dari rumah ini, rasanya tidak nyaman lagi tinggal bersama Adel.

Ia menaiki motornya, melakukannya keluar dari perkembangan rumah. Diperjalanan ia menepi sejenak,

Bima: bas! Gue mau ngomong sesuatu sama Lo!

Bastian mengetik......

Bastian: mau ngapain Bim? Udah malem gila! Jangan ganggu gue!

Bima: ini penting! Bentar aja! Bantuin gue! Oke?

Bastian: bantu apa njir? Bantu doa gitu?

Bima: gak usah bercanda dulu! Gue lagi gak mood buat bercanda! Jangan sampe Lo gue tonjok malem ini! (Emote ngamuk)

Bastian: ngeri kali! Yaudah kesini aja Bim! Pintu rumah terbuka lebar! Temuin gue diteras!

Segera bima memacu kendaraan roda duanya menuju rumah sahabatnya itu, malam ini adalah malam yang buruk baginya seumur-umur ia hidup.

Tak lama ia sampai dirumah Bastian, dengan langkah cepat, berjalan menghampiri sahabatnya yang tersenyum kearahnya.

"Sini duduk bro! Minum dulu kita! Biar enjoy!" Kata Bastian meletakkan gelas berisi minuman keras dimeja.

"Tinggi atau rendah?" Tanya bima duduk dikursi.

"Rendah! Aman bro! Gak bikin nge-fly!" Katanya, menyesap minumannya.

Bima menatap gelas tersebut, kemudian menengaknya secara pelan-pelan. Disetiap tengakannya seolah melepas beban pikiran yang memenuhi kepalanya.

"Lo mau ngomong apa Bim?" Tanya Bastian, meliriknya dengan ekor mata.

Bima meletakkan gelasnya, tampak ragu untuk mengatakan kenyataan ini, alhasil ia memilih untuk diam, bingung mau memulai dari mana.

"Oi! Mau ngomong apaan kocak! Katanya tadi mau ngomong sesuatu! Terus ngapa diem aja bengkak!" Desak Bastian kesal dengan bima yang diam saja.

Pria itu menghela nafas berat, memijat pelipisnya. "Yan! Ternyata omongan Lo bener!"

"Hah? Apanya yang bener? Coba ngomong yang jelas! Jangan ambigu gitu Napa!"

Bima mengeluarkan sebatang rokoknya, menyesap dalam-dalam setelah membakarnya. Asapnya mengepul keatas, segera menoleh kearah Bastian. "Adel bas! Ade ternyata, suka sama gue selama ini!" Ucap bima membuat Bastian terkejut.

"Serius Lo? Gak ngarang kan?" Tanyanya tak langsung percaya.

"Gue serius bas! Demi apapun! Dia suka sama gue. Bahkan cinta sama gue. Barusan dia sendiri yang ngomong gitu. Bukan cuman sekali dia ngungkapin perasaannya sama gue. Udah 4 kali keknya, yang pertama, kedua dan ketiga, gue masih nggangepnya bercanda. Tapi yang kali ini nih....."

"Apa?" Bastian berjongkok diatas kursi, serius sekaligus ingin tahu.

"Dia ngomong gini, aku sebenarnya suka sama kamu mas bima, dia gak manggil gue ayah bas! Dia manggilnya mas, pas gue tanya kenapa manggil mas? Dia bilang gini, aku selama ini gak pernah nggangep kamu itu ayahku! Aku udah suka sama kamu dari lama. Bukan suka sebagai ayah! Tapi sebagai pria dewasa. Cuman kamunya aja yang gak pernah peka dan nggangep perasaan aku ini candaan! Bahkan dia ngomong gini, 'aku benci sama siapapun wanita yang mendekati kamu! Kecuali aku sendiri' gila gak bas! Pantesan dia gak pernah mau ngerelain punya istri! Alasannya karena dia cemburu dan suka sama gue!" Jelas bima menceritakan kepada Bastian, antusias.

Bastian tampak syok, tak bisa menyembunyikan raut wajah kagetnya lagi.

"Jadi itu alasan gue kesini yan! Gue kecewa sama dia! Gak nyangka aja anak yang gue besarin, ternyata suka sama gue!" Lanjut bima, menghembuskan asapnya keatas.

"Bentar! Bentar! Ada yang aneh nih!" Bastian menyela.

Bima menautkan kedua alisnya, bertanya maksudnya.

Bastian berdehem, "berarti Adel tau dong Lo itu bukan ayah kandungnya? Sejak kapan dia tau Bim? Kok gue ngerasa aneh ya? Tau darimana dia tentang itu? Siapa yang ngasih tau?"

Bima terbelalak. "Lah, iya juga ya? Tau darimana dia? Kita aja gak pernah cerita apapun sama dia? Terus kenapa dia bisa ngomong gitu? Kok gue bingung ya? Kalo dia tau, sejak kapan dia tau fakta ini?" Tanya bima, menggaruk kepalanya bingung dengan semua ini.

"Loh! Mana gue tau! Harusnya gue yang nanya gitu sama Lo Bim!"

"Gue aja gak tau apa-apa!"

Kedua orang itu terdiam, sibuk menerka-nerka dari mana Adel tahu fakta ini? Sejak kapan? Dimana? Itulah isi pertanyaan didalam benaknya.

"Udah jangan dipikirin!" Celetuk Bastian membuat bima yang sedang terhanyut, seketika sadar.

"Jadi gimana? Lo mau bales perasaan dia? Lumayan Bim! Disukain cewek cantik kayak Adel! Mana masih muda lagi!" Kata Bastian tersenyum, menaik turunkan alisnya menggoda bima.

"Gak! Gue gak mau bales perasaan dia! Sampe kapanpun dia tetap jadi anak gue! Bodo amat Walaupun dia gak nggangep gue ayahnya!" Tegas bima, mengepal erat tangannya diatas meja.

"Ye jangan ngomong gitu Bim! Kalo misal jatuh cinta gimana? Apalagi Adel itu cantik dan baik banget! Gue rasa dia tulus sama Lo Bim, dari cara natap, ngelayanin semua kebutuhan Lo dan lain-lain. Cewek kalo udah cinta sama cowok! Apapun rela dilakuin Bim, contohnya Adel tadi! Dia ngurusin semua kebutuhan Lo, nyiapin apa yang Lo butuhin! Bener-bener kek istri yang ngurusin suaminya." Cerocos Bastian mencoba memberi masukan pada temannya. Tidak ada salahnya juga bima mencintai Adel, bukan anak kandungnya.

"Gak akan! Gue gak bakalan jatuh cinta sama dia! Pegang omongan gue. Justru gue mulai jijik sama dia setelah tau semua ini, bas. Gue gak mau Deket-deket sama dia, gak mau peduli lagi sama dia, gak mau ngasih apapun lagi, biar dia gak berharap lagi sama gue! Bodoamat kalo dia nggangep gue jahat. Gue gak peduli! Yang terpenting dia bisa lupain gue dan buang jauh-jauh perasaanya!" Tegas bima tak mau dibantah lagi.

'lihat aja nanti Bim, gue pastiin Lo bakalan jatuh cinta sama adel.' Batin Bastian, menghela nafas berat.

"Seriusan lo mau ngejauhin dia Bim? Apa Lo rela ngebiarin dia tinggal sendiri dirumah?" Tanya Bastian yang paham arah perkataannya.

Bima mengganguk pelan, "Bas! Bantu gue bas! Sumpah, gue gak nyaman lagi tinggal berdua sama dia! Gue mulai takut sama sikap agresif dia." Lirih bima, tatapannya berharap.

"Tapi!"

"Bas! Gue takut! Dia terlalu agresif dan b1nal!"

"Tau darimana Lo dia b1nal?" Tanya Bastian serius.

"Dari sifat dia, saat natap gue dan nyentuh gue. Jangan banyak tanya lagi, bantu gue aja, mulai malam ini gue pengen tinggal sendiri."

"Tinggal dimana pea? Mau tinggal dirumah gue? Nginep gimana?" Tawar Bastian sumringah.

Bima menggeleng cepat, "Kalo gue tinggal dirumah Lo, pasti dia bisa nyariin gue bas! Gue gak mau tinggal dirumah lo! Ibaratnya percuma aja tinggal disini, ujung-ujungnya dia tau! Gue pengennya tinggal disuatu tempat yang gak bisa dia temuin!" Ujar bima, menghela nafas berat.

Bastian garuk-garuk kening. "Tinggal dimana? Lo mau tinggal dikontrakan? Tapi jauh dari sini, letaknya diperkampungan? Betah emangnya tinggal disana? Mau gak?" Tawar Bastian ragu, tak terlalu yakin dengan sahabatnya ini yang mau tinggal dikontrakkan sana.

"Bebas! Yang penting jauh! Mau diplosok pun gue jabanin! Asal gak ketemu dia aja!" Kata bima menyugar rambutnya kebelakang. "Bas! Untuk beberapa hari ini, gue gak ngantor dulu. Gue pengen ngehilang dulu semetara waktu. Ini semua gue lakuin biar Adel gak tau dimana gue!"

"Gue ngehandle gitu?" Tanya Bastian menunjuk dirinya sendiri, melongo.

Bima mengganguk, menatap lurus kedepan, memerhatikan langit malam, dipenuhi bintang-bintang, "bas! Tolong rahasian ini dari siapapun! Cukup Lo aja yang tau! Jangan sampe ada yang tau! Oke?" Pinta bima, Bastian menggangukan kepalanya saja.

"Jadi pindah gak Bim? Ada duit? Kalo gak ada biar gue bayarin dulu!" Kata Bastian bangkit dari duduknya.

"Gak usah! Gue punya duit. Anterin aja, gue pengen tau lokasinya!" Kata bima menepuk-nepuk bagian belakang celananya.

"Oke! Gas! Lo naik motor?" Tanya Bastian disela melangkah.

"Iya!" Jawabnya singkat.

Bastian memimpin laju mobilnya di jalanan sempit yang semakin gelap seiring perjalanan mereka menuju kampung terpencil. Di belakangnya, Bima mengendarai motor, mengikuti dengan penuh kewaspadaan. Udara malam terasa dingin, ditemani suara serangga yang bersahutan di antara pepohonan. Semakin jauh mereka melaju, semakin lebat hutan di sekitar. Pohon-pohon pisang tumbuh liar di tepi jalan, ranting-rantingnya sesekali tertiup angin dan menciptakan bayangan menyeramkan di bawah cahaya lampu kendaraan. Jalanan berbatu dan tak beraspal membuat perjalanan terasa semakin menantang.

Di kejauhan, samar-samar terlihat lampu redup dari kontrakan yang menjadi tujuan mereka. Tempat itu berdiri di tengah kesunyian, dikelilingi kegelapan yang seakan menyimpan misteri. Bastian memperlambat laju mobilnya, sementara Bima menepikan motornya. Mereka saling bertukar pandang sebelum melangkah lebih jauh. Malam ini, perjalanan mereka belum berakhir

"Ini kontrakan atau tempat uji nyali bas! Yang benar aja kalo nyari tempat! Plosok bener!" Gerutu bima mengedarkan pandangannya, menatap pohon pisang didepan sana, saling berdempetan. Bulu kuduknya seketika berdiri.

"Ye Lo yang mau juga!" Ucap Bastian geleng-geleng kepala.

"Tapi gak disini juga gila! Ini mah serem banget! Nyet! Gimana kalo ada pocong dipohon pisang. Kata orang-orang mitosnya, pohon pisang itu tempatnya setan ngumpul!" Ujar bima, mengusap tengkuknya merinding.

Bastian berdecak pelan. "Lebay bet Bim! Hantu doang takut! Laki bukan?"

Setelah Bastian mengatakan itu, tiba-tiba terdengar suara cekikikan halus, melayang di antara hembusan angin malam. Sumbernya tak jelas, seakan datang dari segala arah. Bima dan Bastian sontak tersentak, saling menatap dengan ekspresi tegang.

"Hihihihihi!!"

Bima menelan ludahnya susah payah, begitupun dengan Bastian.

"Itu suara apa Bim?" Tanya bima pelan, deg-degan. Hampir kencing dicelana.

"Gak tau Bim! Tapi suaranya jauh! Berarti kalo suaranya jauh, dia ada dideket kita Bim!" Bastian panik.

Bima membeku ditempat, ludahnya tercekat ditenggorokan. Kali ini ia benar-benar takut, langkah kakinya seakan tak bisa digerakkan.

"Hihihihi!" Suara cekikikan itu membuat keduanya semakin panik.

"Sini keluar Lo! Nakutin gue aja anj1ng! Sini kalo berani biar gue pukul pake kursi!" Teriak Bastian siap-siap mementung kuntilanak jika berani menampakkan wujudnya.

"Bercanda mas!" Ibu-ibu muncul dari balik tembok.

Bima dan Bastian kompak menghela nafas, mengelus-elus dadanya.

"Mas mau ngapain kesini?" Tanya ibu-ibu paruh baya, menatap bima dan Bastian dari atas sampai bawah dengan tatapan genit.

Bima menyampaikan tujuannya kepada ibu-ibu tersebut.

"Oh, masnya mau ngontrak disini? Kebetulan saya yang punya Kontrakan!" Kata ibu-ibu itu senyum-senyum sendiri.

"Saya mau ngontak malem ini Bu! Bisa?" Tanya bima yang diangguki ibu-ibu.

"Buat mas mah gratis aja! Gak usah bayar!"

"Jangan Bu, saya mau bayar aja!" Tolak bima halus, tersenyum paksa.

Ibu-ibu itu menghela nafas dan memperkenalkan diri pada bima—sumiati, Bu Sumiati membuka pintu kontrakannya, lalu melangkah masuk dengan langkah pelan, mengisyaratkan Bima dan Bastian untuk mengikutinya. Ruangan itu kecil, hanya cukup untuk beberapa perabot sederhana. Lampu remang-remang di langit-langit menciptakan bayangan samar di dinding yang mulai kusam.

Di sudut ruangan, terdapat sebuah dipan kayu tua dengan kasur tipis yang tampak sudah lama digunakan. Sebuah meja kecil berdiri di sampingnya, di atasnya terdapat termos, gelas, dan beberapa peralatan makan sederhana. Di sisi lain, ada lemari kayu dengan pintu yang sedikit terbuka, memperlihatkan lipatan pakaian di dalamnya.

Satu-satunya kamar di kontrakan itu berada di bagian belakang, dengan pintu kayu yang tampak agak reyot. Udara di dalam ruangan terasa pengap, bercampur aroma khas kayu tua dan sisa asap dari tungku di dapur kecil di sudut ruangan.

Bu Sumiati tersenyum samar. "Maaf, tempatnya sederhana, mas" katanya, suaranya lembut.

"Gak papa Bu!" Ucap bima tak mempermasalahkannya.

"Kalian ngontrak berdua? Atau gimana mas?" Tanya Bu Sumiati, Ingin tahu.

"Saya sendiri Bu, ini teman saya cuman nganter doang kok!" Kata bima, melirik Bastian sambil tersenyum.

Ibu-ibu itu mengganguk, kemudian bima membayar biaya sewa tersebut selama satu bulan full. Setelahnya Bu Sumiati pamit pergi, sebelum pamit, ia mengatakan semoga betah disini.

"Bim gue juga pamit ya! Bye kawan! Semoga betah disini! Hati-hati malem ada hiiii!" Bastian menggerakkan jari telunjuknya dileher, sengaja ingin menakuti bima.

"Monyet Lo! Gak usah nakut-nakutin Napa! Udah takut! Nyangkin takut gue! Bangke emang Lo bas! Kerjaannya nakutin orang Mulu! Giliran ditakutin balik ketar ketir!" Gerutu bima, bergidik ngeri, ia membayangkan jika malam ini disamperin oleh sosok pocong, Kunti dan mencekiknya hingga.....

"Gue pamit Bim!" Celetuk Bastian membuat bima tersadar.

Tak lama, Bastian pun ikutan pamit dan meninggalkan bima seorang diri dikontrakan ini. Bima menyusuri kontrakan ini kembali, dari raut wajahnya menggambarkan bahwa dia tak nyaman tinggal disini.

"Gak papa! Yang penting jauh dari Adel! Walaupun rumah dan tempatnya agak angker!" Bima menghela nafas panjang, berbalik badan, keluar dari rumah. Matanya terbelalak melihat seseorang yang sangat familiar, berdiri didepan Kontrakannya sambil tersenyum.

"Arhan!"

1
kalea rizuky
lanjut nanti Q kasih hadiah
kalea rizuky
pergi aja del kayaknya alex keluarga mu
Rana Syifa
/Heart/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!