RINJANI (Cinta sejati yang menemukannya)
jani seorang gadis yang terlahir dari keluarga yang berantakan, dirinya berubah menjadi sosok pendiam. berbanding terbalik dari sikap aslinya yang ceria dan penuh tawa.
hingga jani bertemu dengan seorang pria yang merubah hidupnya, jani di perkenalkan dengan dunia yang sama sekali belum pernah jani ketahui,jani juga menjalin sebuah hubungan yang sangat toxic dengan pria itu.
Dapatkah Jani terlepas dari hubungan toxic yang dia jalani? atau Jani akan selamanya terjebak dalam hubungan toxic nya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AUTHORSESAD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CEMBURU
"Mas, gimana? udah ada balesan dari mereka?" Ucap seorang wanita paruh baya yang duduk di sisi suaminya.
"Belum sayang, mungkin mereka sibuk" Jawab suaminya yang sedang membaca koran.
Mereka adalah Risma wulandari dan Arnoldus Bramasta, Ya–kedua orang dewasa itu adalah orang tua dari Erlan dan juga Ezra,Arnold adalah seorang pengusaha sukses, banyak anak cabang dari perusahaan nya yang bergerak di bidang perdagangan dan pertambangan, maka bukan hal yang aneh jika hidup Ezra begitu mewah. Berbeda dengan Ezra yang memilih jauh dari orang tuanya dan lebih suka tinggal di apartement yang juga tidak terlalu luas.
"Semakin mereka besar, aku jadi semakin nggak mengenali anak-anak aku sendiri mas"Risma mengambil cangkir teh Chamomile yang sudah setengah dingin.
" Biarkan saja, yang penting mereka tau batas" Jawab Arnold santai.
Tiba-tiba Arnold melipat korannya dan melihat ke sisi halaman, di mana di sana dulu terdapat kandang kelinci, namun sekarang sudah tak ada lagi. Arnold menghela nafasnya, dirinya menoleh menatap Risma istrinya yang sedang meminum Teh dengan tenang.
"Sayang.... Apa kamu sudah bicara sama Erlan?"
Risma menoleh pada Arnold dan meletakkan cangkir Tehnya, Namun Risma langsung mengalihkan pandangannya,Wajahnya berubah sendu.
"Rasanya Erlan semakin menjaga jarak mas" Ucapnya lirih.
"Bahkan kalau aku kirim chat, dia cuma membacanya saja" Imbuh Risma sedikit kecewa.
Arnold mengangguk kecil, dia sangat paham sikap Erlan. Meskipun Erlan bukan anak kandungnya namun Arnold sangat menyayangi Erlan seperti Arnold menyayangi Ezra.
"Aku hanya belum tau lagi, bagaimana cara ngomong ke mas Ethan" Arnold kembali menatap lurus pada taman belakang rumahnya
Mendengar nama Ethan, Risma langsung berdiri dan menatap suaminya kesal, dia sangat tidak suka jika Erlan di kaitkan dengan kakak suaminya.
"Mas!!!!" Nafasnya mulai tersengal "Aku nggak suka kalau Erlan akan tinggal bersama Mas Ethan"
"Tapi Ris–bagaimanapun dia anaknya, darah dagingnya. Ikatan darah sangat kental Risma" Arnold menatap sendu pada istrinya yang mulai meneteskan airmata.
"Bahkan kita juga tau, jika Erlan sudah mulai mengikuti jejak Mas Ethan" Imbuh Arnold dengan suara parau.
Arnold kecewa dengan dirinya sendiri yang gagal mendidik Erlan dengan baik. Bahkan harapan jika Erlan tidak mengikuti jejak Daddy nya pupus sudah, saat anak buahnya mengatakan jika Erlan menjalankan bisnis jual beli senjata ilegal. Bahkan sakit mental yang Erlan derita, entah Erlan masih rajin konsultasi dan meminum obatnya atau—
Entahlah.... Rasanya memang benar apa yang di katakan oleh istrinya, jika kini Erlan seperti menjaga jarak dengannya, apalagi setelah mengetahui kenyataan sebenarnya tentang kepergian Mommy nya.
"Aku nggak perduli Mas, yang aku tau–Erlan itu tetap anak ku" Ucap Risma sambil berlalu meninggalkan Arnold.
Arnold memijit pangkal hidungnya, kenapa istrinya begitu sangat keras kepala dengan tidak mau menyerahkan Erlan pada Daddy kandungnya, sedangkan Ethan Daddy kandung Erlan sangat ingin agar Erlan ikut dengannya, Ethan menganggap Arnold sudah gagal mendidik Erlan hingga membuat Ethan harus mengambil Erlan.
━━━━━━♡♥♡━━━━━━
Motor sport putih milik Erlan melaju membelah jalanan, Erlan melajukan motornya dengan kecepatan sedang, rasanya Erlan tidak ingin jika mereka cepat sampai, tangan Erlan terus mengusap punggung tangan Jani yang melingkar di perutnya.
"Mau mampir makan dulu?"
"Apa?" Jawab Jani sedikit keras, Jani tidak terlalu dengar dengan apa yang di ucapkan Erlan.
"Mau makan bakso dulu?" Ucap Erlan sedikit keras.
Mesin motor milik Erlan memang sedikit bising, dengan suara yang menggaum, di tambah suara kendaraan yang berlalu lalang.
"Hah–Oyo?"
Seketika Erlan menghentikan motornya, nggak mungkin dia akan terus bertanya sambil berkendara, apalagi apa yang Jani dengar sudah membuat pikiran Erlan travelling. Erlan sedikit menoleh dengan tangannya yang masih berada di punggung tangan Jani.
"Mau makan bakso dulu?" Ucap Erlan lembut.
Wajah Jani memerah, sial–kenapa harus dia sampai salah dengar sih, tutuk Jani pada dirinya sendiri. Nanti apa yang akan Erlan pikir mendengar jawaban Jani.
"O-ooohhh..... Bakso" Jawab Jani sedikit salah tingkah.
Di balik helmnya Erlan menggigit bibir bawahnya, Erlan merasa sangat gemas dengan sikap Jani. Jika bisa Erlan sungguh ingin mengurung Jani untuk dirinya saja.
"Mau?" Ucap Erlan lagi.
"Seblak aja gimana? aku lagi pengen nyeblak" Ucap Jani dengan suara manjanya.
Erlan menusukkan lidahnya di pipi dalamnya, sungguh Jani membuat dirinya semakin tidak karuan, namun Erlan masih bisa mengontrol dirinya.
"Ya udah kita cari warung seblak ya" Erlan mengusap punggung tangan Jani dan mulai menjalankan kembali motornya.
Tiga puluh menit akhirnya mereka menemukan warung seblak, Erlan memarkirkan motornya, Erlan mengulurkan tangannya untuk Pegangan Jani saat turun dari motor, Erlan ikut turun dari motornya dan membuka helm full facenya, kembali Erlan juga ikut membantu Jani melepaskan helmnya, tangan Erlan merapikan rambut Jani yang sedikit berantakan.
"Ayok" Erlan menggandeng tangan Jani
Jani tersenyum dan menggandeng tangan Erlan, dengan senyum yang mengembang Erlan terus masuk ke dalam warung seblak yang agak ramai oleh para ciwi-ciwi. Kedatangan Erlan membuat para ciwi-ciwi yang sedang makan seblak di situ langsung fokus menatap pada Erlan, bagaimana tidak jika saat ini mereka di suguhi pemandangan seorang pria tampan dengan wajahnya yang bak pahatan dewa Apollo.
Jani yang sadar jika saat ini kekasihnya sedang menjadi pusat perhatian para ciwi-ciwi langsung melingkarkan tangannya di lengan Erlan, Jani berubah menjadi manja dengan kepala yang dia sandarkan di bahu Erlan.
"Sayang–aku mau duduk di situ" Ucap Jani dengan suara manja dan tangannya menunjuk ke tempat yang ada di sudut.
Erlan menoleh pada Jani yang kini sudah bergelayut manja padanya, Tidak– Erlan bukannya tidak tau jika saat ini Jani sedang cemburu karena dirinya yang menjadi pusat perhatian para ciwi-ciwi di situ.Erlan tersenyum sangat tipis melihat tingkah Jani, dengan langkah cool dan tangannya yang di gandeng oleh Jani Erlan berjalan melewati para ciwi-ciwi yang sedang heboh menceritakan dirinya.
"Di sini? nggak ngap Yang?" Erlan melihat pada tempat yang Jani inginkan.
Menurut Erlan tempat itu terlalu masuk dan agak panas.
Mendengar perkataan Erlan Jani langsung membulatkan matanya dan mengerucutkan bibir nya, Jani langsung melepaskan tangannya dari lengan Erlan, dengan sedikit menghentakkan kakinya Jani duduk di atas tikar. Tempat warung seblak yang mereka datangi memiliki tempat duduk lesehan.
"Kenapa? kecewa karena nggak jadi bahan perhatian cewek-cewek lagi kalau duduk di sini?" Ucap Jani ketus.
Erlan tersenyum sambil ikut duduk di sisi Jani, Erlan sengaja duduk membelakangi para cewek-cewek tadi yang heboh menatapnya. Tangan Erlan merangkul pundak Jani, namun–karena kesal Jani melepaskan tangan Erlan kasar.
"Cemburu?" Erlan mendekat kan wajahnya dan melihat wajah Jani dari samping.
"Minggir sana" Jani mendorong bahu Erlan "Siapa yang cemburu" Jawab Jani sembari memilih menu seblak.
"Ooh" Jawab Erlan singkat.
Memang Erlan sangat suka meledak kekasihnya ini, hingga kini Erlan pindah tempat duduk, Erlan kini duduk di depan Jani. Dengan begitu par cewek-cewek tadi bisa dengan mudah melihat ketampanan Erlan.
Jani menatap Erlan kesal, bibirnya terus mengerucut, tangannya terus membolak-balikan menu seblak.
Dan dengan kesal Jani meletakkan menu itu ke atas meja.
"Nggak jadi makan seblak akun mau pulang" Ucap Jani.
Jani hendak bangun namun tangannya di tarik oleh Erlan, hingga Jani kembali duduk. Wajahnya masih kesal hingga dia lebih memilih memalingkan wajahnya dari Erlan, Erlan dia langsung pindah tempat duduk di samping Jani lagi, dengan lembut tanpa ngomong apapun Erlan meraih tangan Jani untuk di genggamnya, dan Erlan memilih menu seblak itu dan memesan seblak dengan level sedang.
Jani masih gengsi, hingga meski dirinya ingin sekali menatap Erlan dan bersandar di bahu Erlan namun–Jani sedang ngambek sama Erlan, jadi Jani hanya diam dan masih memalingkan wajahnya.
"Udah nggak usah ngambek gitu" Erlan menarik kepala Jani lembut. Dan menyandarkan kepala Jani di bahu Erlan.
"Mau secantik apapun cewek yang liatin aku, cinta aku dan sayang aku udah mentok di kamu" Ucap Erlan mengecup puncak kepala Jani.
"Bohong" Jani mengangkat wajahnya dan melihat wajah tampan Erlan dari bawah.
Erlan ikut menatap wajah Jani yang nampak begitu menggemaskan hari ini, Erlan sudah mati-matian menahan dirinya namun kali ini dia tidak bisa menahan nya lagi.
Tangan Erlan mengangkat dagu Jani, Erlan mendekatkan wajahnya pada Jani dan menempelkan bibirnya pada bibir Jani. Hanya menempel tidak lebih, Erlan hanya ingin menunjukkan pada Jani jika tidak ada yang bisa mengalihkan perhatiannya pada Jani.
Mungkin Jani hanya belum tau bagaimana Erlan, dia baru mencintai wanita selayaknya pria lain saat bertemu Jani, dan dalam kamus Erlan mencintai sorang gadis hanya ada satu kali dalam hidupnya, tidak akan ada cinta lainya.