Hari dimana Santi merayakan ulang tahun pernikahannya yang ke 25, semuanya tampak berjalan dengan baik. Tapi itu hanyalah awal dari bencana besar yang akan dia hadapi. Tanpa diduga, hal yang tidak pernah disangka oleh Santi adalah, Dani suami yang selama ini dicintainya itu akan meminta cerai padanya, karena dia telah menjalin hubungan terlarang dengan seorang wanita berusia 20 tahun dibelakangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon La-Rayya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Guntur Lagi
"Aku sayang Mama," kata Aleya sambil memeluk Santi.
Setelah itu Santi masuk ke dalam taksi setelah mencium kening putrinya itu.
Disisi lain, Aldi Yunanda tampak membayar sopir taksi tepat saat Santi masuk ke dalam taksi dan mulai menjauh dari tempat Aleya bekerja.
Aldi keluar dari dalam mobil dan melihat Aleya melambaikan tangannya seolah mengucapkan selamat tinggal kepada seseorang.
"Selamat datang, Pak Aldi," sapa Aleya.
"Terima kasih, Aleya. Bagaimana kabarmu? Apakah perjalananmu di Bandung menyenangkan?" Tanya Aldi.
"Tidak bisa dilupakan," jawab Aleya dengan senyum penuh arti.
"Sama seperti kepulanganku ke Jakarta," kata Aldi. "Apakah kau siap bekerja?" Tanya Aldi pada Aleya.
"Tentu saja Pak," jawabnya. "Kita mulai sekarang." Ucap Aleya.
Aldi mengangguk. Dia menyukai Aleya, karena Aleya tidak pernah mengeluh akan pekerjaannya. Aleya selalu terlihat bersemangat dalam bekerja.
Mereka berdua lalu memasuki studio tempat segala sesuatunya dipersiapkan untuk syuting.
Aldi mengamati semuanya bersama Aleya. Dia memegang naskah di tangannya, memastikan semua orang mengikuti instruksi darinya.
"Di mana Mamamu yang cantik, Aleya?" Tanya salah satu juru kamera.
Aldi menatap Aleya.
"Mamaku sudah pergi," desah Aleya.
"Sayang sekali," jawab juru kamera sambil tersenyum nakal.
"Mama saya tadi ada di sini Pak. Saya mengajak Mama saya berkeliling studio. Saya harap Bapak tidak keberatan," jelas Aleya.
"Tentu saja tidak, Aleya. Aku ingin sekali bertemu dengannya," Aldi mendekati Aleya. "Tapi lain kali saat dia berkunjung, pastikan dia tidak mendekati Toni. Pria itu punya pesona yang sangat menawan, tapi dia sudah punya empat mantan istri. Kau tidak ingin Mamamu menjadi yang kelima bukan," ucap Aldi memperingatkan.
Aleya mulai tertawa.
...----------------...
Santi sudah kembali ke Surabaya. Saat itu sekitar tengah hari ketika dia tiba disana. Cuaca di Surabaya saat ini mendung dan hujan.
Sesampainya di rumah, Santi melihat seseorang duduk di teras rumahnya. Ketika dia keluar dari taksi, dia menyadari bahwa itu adalah Guntur.
"Halo, Santi," sapa Guntur.
"Halo, Guntur. Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Santi yang terkejut melihat Guntur yang sudah ada di rumahnya.
"Aku harap kau tidak keberatan dengan kunjunganku. Aku akan pergi ke Italia besok, dan aku ingin memberikan sesuatu kepadamu," kata Guntur.
"Tentu saja aku tidak keberatan. Sebaliknya, aku ingin minta maaf karena tidak mengucapkan selamat tinggal padamu waktu itu," jawab Santi.
"Jangan khawatir. Julia sudah menceritakan semuanya padaku. Oh ya, bagaimana kabar putrimu?" Tanya Guntur.
"Kondisinya membaik, lebih tenang. Aku baru saja kembali setelah mengantarnya ke Bali kemarin. Oh ya, silakan masuk," kata Santi sambil membuka pintu.
"Julia yang memberitahuku tentang hal itu. Dia bilang kau akan segera tiba dari Bali." Kata Guntur.
"Silakan duduk. Apa kau ingin minum sesuatu?" Tawar Santi.
"Aku membawakan ini untukmu. Kuharap kau menyukainya," kata Guntur, sedikit gugup.
Santi lalu mengambil bungkusan besar yang diberikan Guntur padanya itu dan merobek kertas pembungkusnya. Dia tampak terkesima dengan apa yang dilihatnya.
"Aku melukisnya khusus untukmu. Jika kau tidak menyukai bingkainya, kau bisa menggantinya. Itu adalah bingkai terbaik yang bisa aku temukan di Jakarta," jelas Guntur.
Lukisan itu menggambarkan seorang wanita berambut panjang yang seluruhnya terbuat dari api yang tampaknya akan melahapnya. Lekuk tubuh wanita itu memancarkan kekuatan yang luar biasa.
"Aku mulai melukisnya segera setelah aku bertemu denganmu," kata Guntur.
"Terima kasih, Guntur. Ini indah sekali," kata Santi.
Dia tak henti-hentinya menatap lukisan itu.
"Begitulah caraku melihatmu," kata Guntur sambil tersenyum pada Santi.
Santi menoleh untuk menatap matanya.
"Aku tidak akan berbohong padamu. Aku menyukaimu Santi. Tapi, tidak akan ada pernikahan atau masa depan yang bisa aku janjikan padamu, tapi aku ingin kau mengunjungiku di Bali suatu saat. Jujur saja, aku bukan tipe pria yang suka berkomitmen. Tapi aku bisa memberimu momen indah dalam hidupmu," kata Guntur.
Santi menatap Guntur dengan rasa terima kasih. Bagi Santi, Guntur adalah pria yang sangat tulus.
"Terimakasih karena sudah menjadi teman yang baik Guntur." Ucap Santi.
Guntur hanya tersenyum. Santi lalu berpamitan sebentar untuk mengganti pakaiannya.
Ketika dia kembali ke bawah, dia melihat Guntur sedang berdiri, melihat foto-foto keluarga. Foto-foto David sudah tidak ada lagi, hanya satu foto saat mereka berempat berada di pantai ketika anak-anak perempuannya masih kecil.
"Aku sedang berpikir untuk makan di luar. Bagaimana menurutmu?" Tanya Guntur.
Santi melihat ke luar jendela, hujan masih turun.
"Aku bisa masak sesuatu. Diluar masih hujan, aku malas keluar rumah dengan cuaca seperti ini." Ucap Santi.
"Apa kau tidak keberatan memasak?" Tanya Guntur.
"Tentu saja tidak, aku senang melakukannya. Ayo, kita ke dapur sementara aku mencari tahu apa yang akan dimasak. Kenapa kau tidak minum kopi saja?" Kata Santi sambil menunjuk ke arah mesin pembuat kopi.
"Ide bagus." Ucap Guntur.
Guntur lalu mulai minum kopi, sambil mengamati keterampilan memasak Santi di dapur.
40 menit kemudian, Guntur menikmati makan siang yang lezat.
"Pernahkah kau berpikir untuk mencoba membuka usaha kuliner? Percayalah, kau punya bakat," kata Guntur.
"Sebenarnya tidak. Aku senang memasak. Aku selalu memasak setiap hari, tapi hanya untuk dinikmati oleh keluargaku. Aku tidak pernah memikirkan bahwa aku akan memulai bisnis di usiaku seperti saat ini," jawab Santi.
"Tidak ada kata terlambat untuk memulai, tapi kau harus melakukannya karena kau mau dan karena kau menikmatinya." Ujar Guntur.
"Itulah alasannya, kurasa. Aku tidak punya dan sepertinya tidak akan punya masalah keuangan. Tapi mungkin aku butuh sesuatu hal untuk mengisi waktuku," kata Santi.
"Mari kita bersulang untuk hal itu, agar Santi Amalia ini bisa menemukan sesuatu yang membuatnya bahagia," kata Guntur.
Mereka berdua saling berdentingan gelas berisi air putih. Setelah makan siang, Santi membereskan piring-piring untuk dicuci ketika dia melirik ke arah Guntur yang tengah menatap hujan melalui dinding kaca yang langsung berhadapan dengan taman.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" Tanya Santi.
"Hujan ini akan berlangsung lama. Bahkan sepertinya akan ada badai. Aku sudah mencoba mencari taksi untuk kembali ke hotel, tapi belum ada. Mungkin karena cuaca ini." Jawab Guntur lalu melihat ke arah ponselnya.
"Kau bisa tetap disini sampai badainya reda. Berbahaya bepergian dicuaca seperti ini." Ujar Santi.
"Tapi, apa tidak masalah jika kita hanya berdua?" Tanya Guntur dengan nada menggoda.
"Tenang saja, aku tidak akan tergoda oleh senyumanmu itu. Lagipula aku bisa meminta Bi Desi untuk datang kemari bersama suaminya bila perlu." Ucap Santi tersenyum.
Guntur hanya menggelengkan kepalanya.
"Kita sudah sama-sama dewasa dan tahu mana yang salah dan benar. Kau pasti paham maksudku." Ucap Santi.
"Tentu saja." Balas Guntur tersenyum.
...----------------...
Saat itu hari sudah menjelang sore ketika langit Surabaya disinari petir. Desi sudah datang bersama dengan suaminya ke rumah Santi untuk menemaninya.
Mendengar suara petir yang menggelar, Santi tampak begitu terkejut.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Guntur yang duduk berhadapan dengan Santi di ruang tamu.
"Ya, aku tidak apa-apa. Hanya sedikit terkejut karena suara petirnya," jawab Santi.
Hari sudah gelap ketika Santi mengucapkan selamat tinggal kepada Guntur karena badai sudah reda.
"Tetap hubungi aku dan datanglah untuk mengunjungiku di Bali," kata Guntur sambil menjabat tangan Santi sebelum masuk ke dalam taksi yang sudah menunggunya.
Bersambung....
🖕(dani aki2🤮clara cabe2an)