Inikah rasanya kesucian wanita? (Jamal)
Inikah rasanya jadi simpanan wanita? (Rizal)
Inikah rasanya diperebutkan wanita? (Iqbal)
Kisah tiga pria muda tanpa pengalaman dan berpendidikan rendah, pergi merantau untuk memperbaiki dan mengubah nasib hidupnya. Namun siapa sangka, dalam perjalanannya, Mereka justru terlibat kisah cinta yang tak biasa dan untuk pertama kalinya mereka mencicipi manisnya dosa. Kisah seperti apakah yang mereka jalani? Dapatkah mereka bertahan dalam kisah yang tak sengaja menjerat hidup mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TPDD 22 (Iqbal)
Di hari pertama kerja, begitu banyak kejadian yang membuat iqbal sangat heran. Kejadian kejadian yang dia alami selama beberapa jam bekerja sebagai supir pribad, sungguh kejadian kejadian itu membuat pikirannya terganggu. Namun Iqbal hanya mampu memikirkan tanpa mau mengutarakan karena dia tahu diri dan tahu posisi.
Dari pengakuan Karin tentang kakaknya, sungguh hal itu membuat Iqbal terkejut bukan main. Bagaimana mungkin tiga perempuan yang lahir dari satu ibu, bermusuhan. Lebih tepatnya si bungsu di musuhi oleh kakak kakaknya.
Iqbal akui, ketiga anak majikannya memang cantik cantik. Namun diantara mereka, Karin lah yang menurut Iqbal lebih unggul dari kedua kakaknya. Menurut pemikiran Iqbal, mungkin mereka iri dengan kecantikan Karin. Itu baru dugaan, karena Karin belum cerita banyak tentang masalah pribadinya.
Kini keduanya masih di taman. Setelah Karin memceritakan alasan orang tua tidak percaya kepadanya, keduanya saling terdiam. Karin memilih tidak menceritakan semuanya dan Iqbal memilih tidak pertanya kenapa kakaknya begitu tega. Biarlah pertanyaan itu Iqbal simpan. Dia yakin suatu saat juga pasti dia akan mengetahui cerita yang sebenarnya. Karena Iqbal tahu, setiap kejadian pasti ada alasan yang mendukungnya.
"Non Karin masih betah disini?" tanya Iqbal mencoba mengusir keheningan.
Karin pun sekilas menoleh dan menatap supirnya beberapa detik, kemudian berpaling kembali menatap lurus ke arah jalan raya. "Aku selalu betah jika berada diluar rumah, Bal."
Jawaban Karin menambah daftar rasa penasaran Iqbal muncul. Dahinya berkerut dengan tatapan penuh tanya kepada anak majikannya. Apakah kedua kakaknya benar benar membuat hidup Karin tertekan? Sungguh Iqbal merasa miris mendengarnya. Padahal pria penggila soto ayam kuah santan itu saat di kampung, meski tiap hari ribut sama kakak perempuannya, namun tak pernah ada dendam. Malah kadang mereka juga kompak.
"Kalau Non Karin masih betah disini ya biar aku temenin, asal Non nggak malu aja duduk bareng sama supir."
Mendengar apa yang diucapkan Iqbal, seketika Karin menoleh dan menatap tak percaya dengan apa yang dia dengar. Kemudian beberapa detik selanjutnya, Karin tertawa kecil hingga membuat dahi Iqbal kembali berkerut.
"Kamu pikir aku suka membeda bedakan manusia, Bal?" tanya Karin setelah tawanya menghilang.
Iqbal pun cengengesan dan mencari alasan untuk membela diri. "Ya maaf, tapi kan dari yang aku dengar kebanyakan begitu, Non."
Senyum Karin kembali merekah ketika dia beralih pandangan ke arah semula dia memandang. "Kalau duduk sama kamu seperti ini, kayaknya nggak bakalan ada yang nyangka kalau kamu supir aku deh, Bal? Mungkin karena kamu masih muda kali yah. Usia kamu berapa sih, Bal?"
"Dua puluh tiga, Non." balas Iqbal cepat.
"Nah kan, aku aja baru dua puluh satu kemarin, jadi mereka pasti mikirnya kalau kita itu teman." ucap Karin yakin. "Lagian ya, Bal, kalau diperhatikan, kamu tuh tampan loh."
Ucapan terakhir Karin seketika membuat senyum Iqbal terkembang. "Ya, itu memang pesonaku sih, Non."
Mata Karin melotot tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Karin pikir Iqbal pemalu. Tapi nyatanya, Iqbal rasa percaya dirinya terlalu tinggi. Meski pada kenyataannya Iqbal memang tampan.
"Percaya diri amat kamu, Bal?" cibir Karin.
Namun Iqbal malah tergelak. "Loh kenyataannya memang begitu, Non. Nih di kampung saja, penggemar wanita ku banyak, Non."
Karin semakin terperangah mendengarnya. Iqbal terlalu percaya diri menurutnya. "Oh ya?"
"Yah, nggak percaya." keluh Iqbal.
"Jangan kepedeann deh, Bal! Astaga!" tuduh Karin.
"Loh! Siapa yang kepedean, Non? Orang itu kenyataan. Kalau nggak percaya, Non nanti main deh ke kampung saya. Pasti Non Karin akan dibuat kagum dan ucapanku terbukti." kilah Iqbal. Dengan yakin dia bicara kebohongan seperti itu karena Iqbal yakin, anak majikannya tidak mungkin akan menyambangi kampungnya, jadi tidak salah jika Iqbal berbohong sedikit.
"Dihh! Ngapain jauh jauh datang kesana kalau dari sini aja sudah ketahuan kamu dusta apa engga," ucap Karin.
"Astaga! Ya udah deh kalau nggak percaya. Yang penting aku udah bicara apa adanya." ucap Iqbal pasrah. Namun ucapan dan raut wajah yang ditunjukkan iqbal membuat Karin terbahak seketika. Sungguh tingkah Iqbal saat itu benar benar sangat menggemaskan.
"Ya deh, aku percaya. Tapi, aku boleh tanya nggak?" ucap Karin beberapa detik kemudian setelah tawa kecilnya menghilang.
"Tanya apaan?"
"Kalau memang kamu jadi rebutan banyak wanita, berarti kamu sudah ahli dong, Bal?"
Kening Iqbal berkerut, "Ahli apa, Non?"
"Ahli main di ranjang?"
"waduh."
...@@@@@...
Iqbal dan Karin