NovelToon NovelToon
Rumah Tepi Sungai

Rumah Tepi Sungai

Status: tamat
Genre:Misteri / Tamat
Popularitas:3.2M
Nilai: 4.9
Nama Author: bung Kus

Sebuah surat undangan dari seorang penulis ternama di kabupaten T yang ditujukan kepada teman teman sekelasnya di masa SMA dulu.

Mereka diundang untuk berkunjung ke rumah sang penulis. Rumah unik, dua lantai, semacam villa yang terletak di tepi sungai jauh di dalam hutan di kecamatan K.

Akses ke rumah tersebut hanyalah jalan setapak, sekitar 10 kilometer dari jalan utama. Siapapun yang memenuhi undangan akan mendapatkan imbalan sebesar 300 juta rupiah.

Banyak keanehan dan misteri dibalik surat undangan tersebut. Dan semua itu terhubung dengan cerita kelam di masa lalu.

Seri ketiga dari RTS.
Setelah seri pertama Rumah di Tengah Sawah (RTS 1), kemudian disusul seri kedua Rumah Tusuk Sate (RTS 2), kini telah hadir seri ketiga Rumah Tepi Sungai (RTS 3).

Masih tetap mencoba membawa kengerian dalam setiap kata dan kalimat yang tersusun. Semoga suka, dan selamat membaca.

Follow Instagram @bung_engkus
FB Bung Kus Nul

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bung Kus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

22. Pondok Tua

Galang berjalan berjingkat, mendekati pondok tua yang dia temukan di tengah hutan. Hujan turun semakin deras, suasana sepi dan lengang bertambah pula dengan udara dingin yang menyayat kulit. 

Galang sampai di bagian teras pondok. Terlihat cukup luas, dengan debu tebal yang menempel di lantainya yang tersusun atas balok balok kayu. Atap nampak bocor, meneteskan rintik air hujan di beberapa sudutnya.

Galang mengedarkan pandangannya, memperhatikan secara seksama. Bagian teras terdapat sebuah kursi tua yang terbuat dari rotan. Sebuah pintu menganga di bagian tengah. Daun pintunya yang terbuat dari tripleks dibiarkan jatuh terjengkang begitu saja.

Galang yakin, pondok ini sudah sangat lama ditinggalkan. Dia berjalan perlahan, masuk ke dalam pondok. Langit yang kelam membuat pencahayaan temaram, meskipun sebenarnya saat ini masih tengah hari.

Kriitt kriitt kriitt

Lantai dari kayu yang menjadi pijakan terdengar berdecit setiap kali Galang melangkah melewatinya. Galang mengerjap ngerjap, pandangannya sedikit terhalang oleh gelapnya langit bulan Desember. Beberapa sarang laba laba bergelayut hampir memenuhi setiap sudut ruangan.

Di dalam pondok, ada sebuah meja berbentuk persegi terletak persis di tengah ruangan. Lemari kayu bersandar pada tembok di salah satu sudut ruangan. Kaki kaki lemari tersebut nampak lampuk digerogoti rayap.

Galang menemukan sebuah kertas usang di atas meja. Ada tulisan di kertas tersebut yang sudah luntur dan sulit terbaca. Semacam surat yang sepertinya tergeletak disana dalam kurun waktu yang lama.

Galang mengusap kertas tersebut, berusaha untuk membacanya. Beberapa kata berhasil terbaca sementara kata dan kalimat yang lain Galang hanya mampu mengira ngira.

"Aku menunggu kata maaf terucap dari mulut kotor mereka. Namun, hal itu tak pernah terjadi. Aku hanya bisa mengutuk, dan meluapkan amarahku dalam tulisan yang kusimpan rapat hingga sekarang. Aku akan menunggu," Galang membaca sepenggal paragraf yang dapat dia artikan.

Ada beberapa kata yang tidak asing bagi Galang. Seperti kata Tabur tuai, yang mengingatkan Galang pada pasword wifi di rumah Zainul. Di bagian akhir tulisan tertulis 'tali gantungan'. Galang tersentak kaget dan langsung mendongak.

Seutas tali tambang yang membentuk sebuah simpul bergelayut di atasnya. Bagian ujungnya nampak terputus. Galang buru buru melipat kertas yang ada di tangannya, kemudian memasukkannya ke saku celana.

Galang beranjak, kali ini menuju ke lemari usang di sudut ruangan. Dia membuka lemari itu, ternyata bagian atas kosong. Hanya ada debu tebal yang menempel di sudut sudutnya.

Galang membuka laci bagian bawah, dan akhirnya dia menemukan sebuah buku usang bersampul merah maroon. Galang membuka buku tersebut. Di halaman pertama tertulis sebuah nama dengan tinta warna biru yang sudah luntur sebagian. Zainul Rikhman.

Galang hendak membuka dan membaca buku tersebut, saat terdengar suara langkah kaki di kejauhan.

"Mungkinkah Bayu?" Galang bergumam. 

Segera dia mengintip melalui celah tembok kayu yang ada di hadapannya. Nyatanya bukan Bayu yang datang. Di antara derasnya air hujan, dengan pakaian basah kuyup, Pak Mardoyo nampak berlari lari kecil mendekati pondok tempat Galang berteduh.

Galang panik, instingnya mengatakan untuk segera lari dari pondok tersebut. Entah mengapa dia ketakutan melihat kedatangan Pak Mardoyo. Secepat kilat Galang memasukkan buku usang ke balik bajunya, menggamit buku dengan ketiaknya.

Galang buru buru keluar ruangan dan melompat ke semak semak di samping pondok tua tersebut. Galang mengintip dari balik dedaunan, memperhatikan kedatangan Pak Mardoyo. 

Pak Mardoyo berjalan tergesa gesa menuju pondok tua. Dia berhenti sejenak di teras pondok. Dia mengedarkan pandangannya ke sekitar. Kemudian masuk ke dalam pondok. Entah apa yang dilakukannya di dalam pondok. Beberapa menit berikutnya Pak Mardoyo nampak keluar dari pondok dan sekali lagi memperhatikan sekelilingnya. Sepertinya dia tahu, ada orang yang baru memasuki pondok tua tersebut.

Galang tak bergerak dan tak berkedip memperhatikan gerak gerik Pak Mardoyo. Beberapa saat lamanya Pak Mardoyo berdiam diri memperhatikan sekelilingnya. Hingga akhirnya, penjaga rumah yang aneh itu berjalan pergi meninggalkan pondok tersebut.

Galang menghela nafas, sedikit merasa lega. Galang keluar dari tempat persembunyiannya. Dia kembali berteduh di teras pondok. 

Galang membuka kembali buku bersampul merah maroon yang ada di balik bajunya. Sambil sesekali mengawasi sekeliling, khawatir tiba tiba Pak Mardoyo kembali lagi ke tempat itu.

Galang membolak balik buku tersebut, membaca isinya sekilas. Sebuah catatan semacam buku harian milik Zainul Rikhman. Hampir seluruh isinya berisi keluh kesah Zainul atas perlakuan teman teman di kelasnya yang telah merundungnya.

Hingga akhirnya sampailah Galang pada lembaran tepat di bagian tengah buku. Ada sebuah foto tertempel disana. Foto club drama semasa SMA dulu. Foto yang serupa dengan yang dikirim Zainul bersama surat undangan beberapa waktu yang lalu.

Galang memperhatikan foto itu dengan seksama. Entah kenapa Galang merasa ada yang aneh dan kurang dalam foto tersebut. 

"Aneh," Galang bergumam sendirian. Kemudian dia menghitung jumlah siswa yang ada di dalam foto.

"Sembilan?" Galang memijat mijat keningnya.

Ada ketidakcocokan antara jumlah orang yang ada dalam foto dengan tamu undangan yang datang ke rumah Zainul. Galang mencoba mengingat ingat kembali kejadian di masa lalu. Hingga akhirnya dia sampai pada sebuah kesimpulan, ada orang yang saat ini berada di rumah Zainul namun dia tidak ada hubungannya dengan club drama dan masa lalu kelam Zainul.

"Untuk apa Zainul mengundang orang itu?" Galang semakin penasaran.

Kini Galang ragu, harus bertindak seperti apa. Pikirannya goyah, tidak ada lagi yang bisa dia percaya. Orang orang yang saat ini berada di rumah Zainul bisa saja dalam bahaya.

"Yodi. . .aku tahu sekarang, dia dimana. Kalau dugaanku benar berarti laki laki itu. . ." Galang menopang dagunya. Dia terlihat menguras energinya untuk berpikir.

Ada dua pilihan bagi Galang saat ini, pertama mencoba mencari jalan pulang dengan konsekuensi meninggalkan semua teman temannya yang ada di rumah aneh Zainul. Dan yang kedua, dia kembali ke rumah Zainul kemudian mengajak semua orang untuk segera keluar dari rumah itu dan pulang.

Galang menimbang nimbang, keputusan mana yang lebih tepat. Hatinya ragu dan bimbang. Beberapa saat lamanya dia termenung. Sementara hujan dan kabut semakin tak bersahabat. 

Galang akhirnya memutuskan untuk mencari jalan pulang. Dia akan menuju kampung terdekat, dan meminta pertolongan. Mungkin itulah keputusan terbaik untuk saat ini, begitu pikirnya.

Namun Galang juga belum bisa beranjak dari tempat duduknya. Hujan benar benar semakin deras dengan kabut yang jua bertambah semakin tebal. Jarak pandang semakin terbatas, bisa berbahaya untuk siapapun jika berjalan di tengah kondisi seperti ini. 

Galang mengusap usap telapak tangannya yang mengkerut kedinginan. Tubuhnya menggigil, bibirnya pucat membiru. Sedari tadi dia terlupa dan tak merasakan hawa dingin menyelimutinya karena terlalu fokus dengan pikirannya. Kini barulah terasa, tubuhnya meriang serta nafasnya sedikit sesak.

Bersambung___

1
Reksa Nanta
terima kasih banyak atas karyanya.

semoga karya ini hanya akan dipandang sebagai cerita semata. jujur saja saya pribadi agak khawatir karena mungkin bagi sebagian orang yang terganggu mentalnya dan membaca novel ini, akan ada kecenderungan untuk mengidolakan tokoh Bayu lalu membenarkan segala tindakannya.
Reksa Nanta
seharusnya Bayu bisa saja dicurigai karena dia tidak melapor mengenai kerusuhan di rumah itu. dan lagi dia bergerak sendiri tanpa surat perintah. sengaja menyimpan mayat korban dan tidak segera mengevakuasi orang yang ada di rumah itu setelah jatuh korban pertama.
Reksa Nanta
kalau sudah sampai desa sebaiknya telepon ke kantor dan minta bantuan.
Reksa Nanta
sebenarnya tidak ada rumah pembawa sial atau rumah terkutuk, yang bermasalah adalah penghuninya.
Reksa Nanta
akhirnya dikembalikan.
Reksa Nanta
Mella diselamatkan Mak Ijah dari kebakaran di rumah Zainul.
Reksa Nanta
terlalu gegabah kalau langsung menyimpulkan begitu.
Reksa Nanta
dua kali ditusuk Erwin, Inge masih hidup lalu ditemukan Ferry dan dieksekusi.
Reksa Nanta
kebenaran bahwa pembunuhnya adalah Ferry Lawanto ?
Reksa Nanta
bukan seperti keponakan. Erwin memang keponakan Bu Rofida.
Reksa Nanta
berarti Erwin adalah adik sepupu Ferry, bukan keponakan. Anaknya Erwin nanti yang jadi keponakannya Ferry.
Reksa Nanta
kurang tepat menggunakan kata menyingsing karena arti kata menyingsing adalah muncul ke permukaan.

lebih tepat menggunakan kata terbenam atau turun atau menghilang.

Matahari mulai terbenam ke arah barat daya.
Matahari mulai turun ke arah barat daya.
Matahari mulai menghilang ke arah barat daya.
Reksa Nanta
jadi dari ketiga temen perempuan Anggun, Andewilah yang suaminya baru naik pangkat ?
Reksa Nanta
secara prosedur seharusnya memang begini. karena perlu juga dilakukan autopsi terhadap korban dan keluarga korban harus diberi kabar.
Reksa Nanta
tidak berambisi bukan berarti tidak punya tujuan hidup. hanya saja orang seperti Adi mungkin lebih memilih hidup tenang .
Reksa Nanta
kenapa langsung bisa menyimpulkan kalau Ali tewas bunuh diri ?
Reksa Nanta
benang kawat itu seperti apa bentuknya ? 🤔
Reksa Nanta
apakah selama ini Anggun jarang dibelai oleh suaminya ?
Reksa Nanta
tampaknya kali ini Bayu yang membuat skenarionya.
Reksa Nanta
Mella. dia selamat dari kebakaran tapi cacat ?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!