NovelToon NovelToon
JENDELA TERBUKA YANG LUPA DITUTUP

JENDELA TERBUKA YANG LUPA DITUTUP

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Suami Tak Berguna / Hamil di luar nikah / Cinta Terlarang / Harem / Cintapertama
Popularitas:449
Nilai: 5
Nama Author: Siti Zuliyana

Rina menemukan pesan mesra dari Siti di ponsel Adi, tapi yang lebih mengejutkan: pesan dari bank tentang utang besar yang Adi punya. Dia bertanya pada Adi, dan Adi mengakui bahwa dia meminjam uang untuk bisnis rekan kerjanya yang gagal—dan Siti adalah yang menolong dia bayar sebagian. "Dia hanyut dalam utang dan rasa bersalah pada Siti," pikir Rina.
Kini, masalah bukan cuma perselingkuhan, tapi juga keuangan yang terancam—rumah mereka bahkan berisiko disita jika utang tidak dibayar. Rina merasa lebih tertekan: dia harus bekerja tambahan di les setelah mengajar, sambil mengurus Lila dan menyembunyikan masalah dari keluarga.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Zuliyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

RumahBagi Semua

Setelah 3 bulan Cinta mulai SMA, dia cepat membuat teman baru—semua teman yang juga suka seni. Dia mengajak mereka ke galeri rumah tua untuk melihat jendela asli, dan mereka semua terinspirasi. "Kita harus membuat karya seni kolaboratif untuk acara seni sekolah," kata salah satu teman, "dengan tema 'Rumah Kita'—dan jendela ini bisa jadi pusatnya!"

Cinta senang banget dan memberitahu keluarga. Lila berkata: "Itu ide hebat! Kita akan membantu kamu semua—memberikan cat, kertas, dan tempat untuk bekerja." Arif menambahkan: "Aku akan membuat aplikasi untuk membagikan ide dan melacak kemajuan karya kalian."

Selama 2 bulan, Cinta dan teman-temannya datang ke galeri setiap hari setelah sekolah. Mereka membuat karya besar—sebuah patung gabungan dari kayu, kain, dan cat—yang menggambarkan jendela asli sebagai "pintu ke rumah bagi semua orang". Di sekitar jendela, mereka menggambar wajah orang-orang dari berbagai latar belakang—yang mewakili bahwa rumah tidak hanya untuk keluarga, tapi untuk semua yang membutuhkan tempat berteduh.

Namun, seminggu sebelum acara seni sekolah, ada badai besar yang melanda daerah. Angin kencang memecah salah satu bagian patung, dan hujan membasahi sebagian kain yang digunakan. Semua teman Cinta sedih dan berkata: "Kita tidak cukup waktu untuk memperbaikinya!"

Tetapi keluarga tidak mau mereka menyerah. Adi membantu memperbaiki bagian patung dengan kayu baru. Rina membantu mengeringkan kain dan menambahkan jahitan batik. Ayu membantu menambahkan bunga melati kering untuk mempercantik. Rafi, Luna, dan Mimpi—yang sudah berusia 1 tahun 4 bulan dan mulai jalan-jalan—membantu menempelkan kertas warna-warni. Dalam sehari, patung itu sembuh dan bahkan lebih indah dari sebelumnya. "Ini bukti bahwa rumah itu bukan cuma bangunan—itu orang yang ada di dalamnya!" kata Cinta.

Sementara itu, Mimpi mulai jalan-jalan dengan lancar. Dia suka jalan-jalan ke depan jendela asli, menunjuk ke luar dan berkata: "Matahari! Bintang! Rumah!" Dia juga suka mengikuti Rafi belajar menyebut nama bunga melati, dan selalu mencium bunga yang diletakkan di depan jendela. Suatu hari, dia membawa bunga melati ke seorang nenek tua yang datang ke galeri sendirian, dan nenek itu menangis senang: "Anak kecil ini membuat hatiku hangat. Tempat ini benar-benar rumah bagi semua orang."

Galeri rumah tua juga mendapatkan kabar besar—lembaga budaya nasional mengundang mereka untuk mengadakan lokakarya seni nasional selama seminggu, dengan tema "Jendela Terbuka Bagi Dunia". Ribuan peserta dari seluruh Indonesia akan datang untuk belajar melukis, menulis, dan membuat patung—semua dengan inspirasi jendela asli.

Persiapan lokakarya berlangsung selama sebulan. Lila menjadi instruktur melukis. Rina menjadi instruktur penulisan. Ayu menjadi instruktur tari. Arif menjadi instruktur membuat aplikasi sederhana tentang seni. Adi membantu mengatur tempat dan bahan. Rafi, Luna, dan Mimpi menjadi "pembantu instruktur"—mereka membantu memberitahu peserta tentang cerita jendela asli dan membawa bunga melati untuk semua orang.

Hari lokakarya tiba. Galeri dipenuhi peserta dari berbagai daerah—dari Sabang sampai Merauke. Acara dimulai dengan pidato dari Adi: "Jendela asli ini pernah hanya jendela di rumah kecil. Tapi sekarang, dia menjadi jendela yang menghubungkan semua orang di Indonesia. Mari kita gunakan seni untuk membuka lebih banyak jendela di hati kita."

Selama seminggu, galeri penuh dengan kebahagiaan dan kreativitas. Peserta membuat karya seni yang berbeda-beda—semua dengan motif jendela dan harapan. Cinta dan teman-temannya memamerkan patung kolaboratif mereka, dan banyak peserta terinspirasi untuk membuat karya serupa di daerah masing-masing. Pada hari terakhir, semua peserta mengumpulkan karya mereka di depan jendela asli, membentuk "peta seni Indonesia" yang menunjukkan bahwa jendela terbuka bisa menghubungkan semua orang.

Malam terakhir lokakarya, semua orang berkumpul di halaman galeri, di depan jendela asli yang terbuka lebar. Cahaya bulan menyinari semua karya seni yang dibuat, dan bintang-bintang bersinar terang. Rina berdiri dan berkata: "Hari ini, kita melihat bahwa jendela asli ini tidak hanya milik kita—dia milik semua orang di Indonesia. Dia adalah tempat di mana semua orang bisa menemukan rumah, harapan, dan kebahagiaan."

Adi memegang tangan Rina: "Kita tidak pernah menyangka bahwa kesalahan kecil kita dulu—lupa menutup jendela—akan menjadi keajaiban yang menghubungkan jutaan orang. Ini adalah anugerah Tuhan yang paling besar."

Cinta membawa patung kolaboratif dia dan teman-temannya, dan berkata: "Aku akan terus membuat karya kolaboratif dengan teman-teman, agar lebih banyak jendela terbuka di dunia. Jendela ini adalah bukti bahwa kita tidak sendirian dalam mengejar mimpi."

Mimpi jalan-jalan ke depan jendela, membawa bunga melati ke setiap orang yang lewat, dan berkata: "Rumah! Semua orang!" Semua orang tertawa dan menangis senang.

Angin segar bertiup melalui jendela asli, menyebarkan bau bunga melati dan kebahagiaan yang melampaui batas. Semua orang menggenggam tangan satu sama lain, menyaksikan matahari terbenam dan bulan yang terang. Jendela itu tetap terbuka—seperti janji yang abadi, menjadi rumah bagi semua orang, dan membawa harapan untuk dunia yang lebih terhubung dan penuh cinta.

Setelah lokakarya nasional berakhir, semuanya merasa seolah-olah ada energi baru yang memenuhi galeri dan jendela asli. Hanya seminggu setelah itu, seorang redaktur majalah seni nasional datang mengunjungi, terpesona dengan cerita yang tersebar melalui mulut ke mulut. Dia mengambil foto jendela, patung kolaboratif Cinta dan teman-temannya, serta "peta seni Indonesia" yang dibuat peserta lokakarya. Beberapa minggu kemudian, cerita mereka muncul di halaman depan majalah itu—dengan judul: "JENDELA YANG MENJADI RUMAH: SEBUAH KISAH KOLABORASI DARI JAWA TENGAH".

Kabar itu menyebar cepat. Dalam seminggu, galeri dikunjungi oleh ratusan orang lagi—antusias yang ingin melihat jendela yang membuat semua itu terjadi. Lila dan keluarga memutuskan untuk membuka galeri setiap hari, bukan hanya pada hari-hari tertentu seperti sebelumnya. Mereka juga membuat "meja cerita" di depan jendela, di mana siapa pun bisa duduk, minum teh, dan berbagi cerita tentang rumah mereka sendiri.

Cinta dan teman-temannya—yang sekarang dikenal sebagai "Kelompok Jendela" di sekolah—mendapatkan undangan untuk memamerkan karya mereka di pameran seni tingkat provinsi. Mereka senang banget, tapi juga sedikit gugup. "Kita harus membuat karya baru lagi, kan?" tanya salah satu teman, Dina. "Yang lebih besar, yang bisa menceritakan lebih banyak tentang bagaimana rumah itu bisa berubah."

Mereka memutuskan membuat karya kolaboratif kedua: sebuah peta 3D yang menggambarkan berbagai "rumah" di Indonesia—dari rumah panggung di Sumatera, rumah bolon di Batak, sampai rumah lumbung di Nusa Tenggara. Setiap bagian peta dibuat oleh teman yang berasal dari daerah itu, dan semuanya terhubung oleh seutas benang batik yang keluar dari jendela asli di tengah peta. "Ini menunjukkan bahwa semua rumah itu terhubung, dan jendela ini adalah titik temu," kata Cinta.

Selama satu bulan, mereka bekerja keras di galeri setelah sekolah. Mimpi—yang sekarang sudah berusia 1 tahun 7 bulan dan bisa berbicara lebih banyak—selalu ada di samping mereka, membawa kertas warna atau menunjuk ke bagian peta yang belum selesai. "Selesai! Selesai!" dia sering teriak, membuat semua orang tertawa. Kadang dia juga akan mengambil bunga melati dan menaruhnya di atas bagian peta yang baru selesai, seolah-olah memberi "doa" agar karya itu sukses.

Sementara itu, Arif selesai membuat aplikasi yang dia mulai saat pertama kali Kelompok Jendela membentuk. Aplikasi itu bernama "Jendela Kita"—tempat di mana orang bisa berbagi foto, cerita, dan karya seni tentang rumah mereka. Dalam seminggu setelah diluncurkan, aplikasi itu sudah diunduh ribuan kali dari seluruh Indonesia. Banyak orang mengirimkan cerita tentang bagaimana rumah mereka menjadi tempat berteduh, atau bagaimana mereka membuat karya seni dengan teman-teman. Arif senang banget: "Ini seperti membuka jutaan jendela sekaligus!"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!