NovelToon NovelToon
KU HARAMKAN AIR SUSUKU

KU HARAMKAN AIR SUSUKU

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / Balas Dendam / CEO / One Night Stand / Anak Kembar / Dokter
Popularitas:6.2k
Nilai: 5
Nama Author: akos

Rindi, seorang perempuan berusia 40 tahun, harus menelan pahitnya kehidupan setelah menjual seluruh hartanya di kampung demi membiayai pendidikan dua anaknya, Rudy (21 tahun) dan Melda (18 tahun), yang menempuh pendidikan di kota.

Sejak kepergian mereka, Rindi dan suaminya, Tony, berjuang keras demi memenuhi kebutuhan kedua anaknya agar mereka bisa menggapai cita-cita. Setiap bulan, Rindi dan Tony mengirimkan uang tanpa mempedulikan kondisi mereka sendiri. Harta telah habis—hanya tersisa sebuah rumah sederhana tempat mereka berteduh.

Hari demi hari berlalu. Tony mulai jatuh sakit, namun sayangnya, Rudy dan Melda sama sekali tidak peduli dengan kondisi ayah mereka. Hingga akhirnya, Tony menghembuskan napas terakhirnya dalam kesedihan yang dalam.

Di tengah duka dan kesepian, Rindi yang kini tak punya siapa-siapa di kampung memutuskan untuk pergi ke kota. Ia ingin bertemu kedua anaknya, melepas rindu, dan menanyakan kabar mereka. Namun sayang… apa yang dia temukan di sana.........

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon akos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

21. SUJUD DAN JILAT SEPATU KAMI.

Rindi mendorong troli yang penuh dengan hidangan dan minuman. Setiap langkahnya begitu hati-hati. Sesekali ia menunduk, memastikan semuanya tetap tertata rapi di atas troli, sesuai pesan Nora — jangan sampai ada satu pun yang tumpah atau rusak sebelum sampai di meja tamu.

Dewi, yang kebetulan sedang kosong sehabis membersihkan meja segera membantu Rindi yang kelihatan kewalahan membawa makanan sebanyak itu.

“Pelan-pelan, Rin. Makanannya kelihatan berat,” ucap Dewi sambil menggeser piring besar ke posisi yang lebih pas.

"Terima kasih Dewi, untung kamu datang." Rindi menarik nafas lega sambil menyapu keringan di dahinya.

Sementara itu, Melda tak melepaskan pandangannya dari Rindi. Ia yakin Rindi belum menyadari bahwa orang yang sedang ia layani adalah dirinya dan Rudy. Rindi tampak terlalu sibuk dan berhati-hati menata hidangan serta minuman di atas meja, hingga tak menyadari kehadiran mereka berdua.

Ada beberapa menit mereka berdua menata hidangan diatas meja hingga akhirnya keduanya menunduk dan mohon diri.

“Tunggu dulu! Beginikah cara kalian menjamu tamu?” cegah Melda ketika keduanya sudah bersiap mendorong troli.

Mendengar suara itu, Rindi mengangkat kepalanya. Kedua matanya melebar saat melihat siapa saja yang duduk di meja itu. Bukan hanya Rindi yang terkejut, Arman, Marta, dan Rika pun menunjukkan reaksi yang sama.

“Rupanya kamu bekerja di sini! Dasar perempuan menjijikkan! Cucuku hampir mati gara-gara ulahmu!” bentak Marta sambil berusaha berdiri, namun segera dicegah oleh Arman.

“Tenang, jaga emosimu. Ini tempat umum. Jika kamu membuat onar di sini, bukan hanya nama baik kita yang tercoreng, tapi juga nama perusahaan,” ujar Arman menahan istrinya.

Marta kembali duduk, meski hatinya masih membara oleh amarah.

Mau tak mau, Rindi dan Dewi membatalkan niat mereka untuk pergi. Keduanya tetap melayani dengan sikap profesional.

“Pelayan, tuangkan air untukku,” perintah Rudy kepada Rindi yang berdiri tepat di sampingnya.

“Baik, Nak.”

Ucapan itu begitu saja keluar dari mulut Rindi. Seketika, wajah Rudy memerah. Tanpa dapat menahan diri, amarah yang selama ini ia pendam akhirnya meledak.

Plak!

Tamparan keras mendarat di pipi Rindi. Suasana di ruang restoran mendadak hening. Semua mata tertuju pada meja itu. Beberapa pengunjung terkejut, sementara yang lain hanya berbisik-bisik, tak berani berbuat banyak setelah melihat sosok Arman duduk di sana.

Dewi, yang semula sibuk melayani Rika, segera berlari menghampiri dan menahan tubuh Rindi yang hampir terjatuh saking kerasnya tamparan Rudy.

Rindi memegangi pipinya yang mulai memerah, matanya berkaca-kaca. Bukan raganya yang sakit kala itu, melainkan hatinya—seolah dirajam berkeping-keping.

Rudi, anak yang ia kandung dan rawat sejak kecil hingga dewasa, tega menamparnya seolah seluruh pengorbanannya selama ini tak pernah berarti apa-apa.

"Apa salahku, Tuan?” tanya Rindi dengan suara bergetar. Wajahnya berusaha tetap tegar, meski hatinya terasa remuk.

“Kamu masih berani bertanya apa salahmu? Dasar perempuan kampung!” seru Melda dengan nada menghina. Ia melangkah maju dan mendorong tubuh Rindi hingga hampir terjatuh. Untung saja Dewi sigap menopang tubuh Rindi agar tetap berdiri.

“Nona, jaga sikapmu! Dia ini lebih tua darimu—Seharusnya kamu menghormatinya seperti ibumu,” tegur Dewi dengan nada tegas.

“Cih… mana mungkin aku punya ibu sepertinya,” ejek Melda sambil menatap Rindi dari ujung kepala hingga kaki dengan tatapan jijik.

“Perempuan seperti dia hanya pantas berdiri di emperan kota jadi pengemis, bukan di depan orang-orang terhormat seperti kami. Dan satu lagi—kau dulu hanyalah pembantu kami, bukan ibu kami! Jadi jangan bermimpi terlalu tinggi. Ibu dan ayah kami sudah meninggal, dan kau tidak akan pernah bisa menggantikan mereka. Paham?” suaranya meninggi, penuh kesombongan.

Plak!

Tamparan keras mendarat di pipi Melda hingga membuat gadis itu terhuyung. Rudy dengan cepat menangkap tubuh adiknya sebelum terjatuh. Suasana di restoran kembali tegang, bahkan denting sendok pun tak lagi terdengar.

“Kurang ajar! Berani-beraninya kau menampar adikku!” bentak Rudy, rahangnya mengeras, urat di pelipisnya menegang. Tatapan matanya menusuk tajam ke arah Rindi.

“Itu pantas dia terima,” jawab Dewi, melangkah maju dan berdiri di depan Rindi seperti perisai.

“Dia sudah melewati batas! Tak seharusnya bicara seperti itu pada orang yang pernah merawat kalian!”

“Diam kamu!” bentak Rudy.

“Kau pikir siapa kau berani ikut campur urusan kami?”

Dewi tak bergeming.

“Aku orang yang masih tahu mana benar dan mana salah,” katanya dingin.

Rudi menggertakkan giginya, sebelum sempat ia melangkah, Arman menepuk meja keras hingga semua terperanjat.

Ctak!

“Kalian berdua, sudah kelewat batas, apa kalian tahu siapa aku. Aku bisa menghancurkan kalian berdua hanya dengan hitungan menit saja. Pelayan panggil manager mu kemari." teriak Arman yang kini sudah tersulut emosinya.

Dewi mundur beberapa langkah ke belakang. Nyalinya seketika menciut saat mendengar gertakan Arman. Ia yakin keluarga itu bukanlah keluarga sembarangan.

“Rasakan kalian berdua. Aku tak perlu repot mengotori tanganku untuk mengusir kalian dari restoran ini,” ucap Nora dengan senyum tipis, menatap mereka dari kejauhan.

Pandangan matanya tajam, sesekali melirik ke arah para pengunjung untuk memastikan tak ada satu pun yang diam-diam merekam kejadian itu dan menyebarkannya ke dunia maya—sesuai perintah Melda.

Tak lama kemudian, Pak Anton datang dan langsung menghampiri Arman sambil memberi hormat, sebelum akhirnya berbalik menuju Rindi dan Dewi.

“Rindi, Dewi, kalian berdua bisa jelaskan apa yang terjadi?” bentak Pak Anton.

Pria yang selama ini dikenal sering membela karyawan itu kini terlihat berbeda—suaranya tegas dan nada bicaranya berubah, terutama setelah menyadari siapa yang sedang mereka hadapi saat ini.

“Maaf, Pak. Kami sama sekali tidak bersalah. Mereka yang lebih dulu menampar Rindi,” ujar Dewi gugup. Saat itu, ia hanya bisa menunduk sambil meremas jemarinya sendiri.

“Bohong!” bentak Melda.

"Merekalah yang melayani dengan tidak profesional—terutama perempuan itu! Kalau seperti ini pelayanan restoran kalian, aku yakin semua pelanggan akan muak datang ke sini. Pecat dia, kecuali…”

Melda menghentikan ucapannya, menatap raut wajah Pak Anton yang mulai panik.

“Kecuali apa, Nona?” tanya Pak Anton dengan wajah dipenuhi keringat dingin.

Melda tersenyum tipis, pandangannya beralih pada Rindi.

“Kecuali… dia sujud menjilat sepatu kami dan meminta maaf pada kami,” ucapnya dingin sambil menunjuk ke arah Rindi.

Semua orang dalam ruangan terperangah kecuali keluarga Arman. Mereka yakin Rindi akan bersujud dan meminta maaf pada mereka sesuai perintah Melda.

Pak Anton menelan ludah, wajahnya pucat. Ia menatap Rindi penuh iba, tapi ketakutan menahannya untuk bicara.

“Rindi… ”

Rindi mengangguk pelan, memahami apa yang sedang dipikirkan Pak Anton. Sebagai seorang pemimpin, pria itu tengah berada dalam dilema—antara menyelamatkan nama baik restoran atau melindungi harga diri karyawannya.

“Rindi, jangan… Aku rela dipecat, asalkan kamu tidak menjatuhkan harga dirimu di depan mereka,” cegah Dewi dengan suara bergetar ketika melihat Rindi bersiap untuk maju.

Rindi tersenyum dan mengusap lengan Dewi. Rindi melangkah perlahan dan berdiri di tempat di depan Rudy dan Melda.

1
Ayesha Almira
kalo dh sadar,Rudi cacat HBS kecelakaan
Purnama Pasedu
atas perintah pak luis
Winer Win
cerita malinkundang versi modern ya tor..🤣
Ma Em
Thor tanggung langsung habis , semoga Rindi dan Rara selamat dari niat orang2 yg akan mencelakai Rindi dan si anak durhaka Rudy dan Melda segera dapat azab yg sangat pedih .
Nurjannah Rajja
A nya ketinggalan
Purnama Pasedu
Rara mana?
Widia: tidur
total 1 replies
Ayesha Almira
semoga rindi selamat...
lin s
ckck sirudi GK tau bls budi, kpn kena krma, ibu sendiri mau dimusnahin, apa gk ada rasa ksih sayang,/Right Bah!/
Erchapram
Kak Othor, 40 tahun sudah punya anak yang menjadi pengusaha sukses dan punya bayi. Apa si Rindi menikah muda umur 15 thn, atau bagaimana? Menurutku 47 thn - 50 thn lebih ideal usia untuk Rindi.
Ma Em
Dasar anak durhaka kamu Rudy demi harta kamu malah jadi anak yg tdk akan dapat keberkahan dlm hidupmu karena kamu tdk mau mengakui ibu kandungmu sendiri pasti azab akan datang untuk menghukum mu .
Ayesha Almira
kejamnya Kamu Rudy...mata hati mu sudah tertutup
Ma Em
Semoga Rindi dan anak dlm kandungan ya baik baik saja dan selamat .
Ayesha Almira
ceritanya menarik bagus
Ayesha Almira
smga janinnya baik2 ja...
Ma Em
Tegang Thor deg degan baca bab ini , semoga Rindi bisa tertolong dan bisa sehat kembali agar bisa menyaksikan kehancuran Rudy dan Melda si anak durhaka .
Ma Em
Thor hukuman apa nanti yg akan diterima anak durhaka seperti Rudy dan Melda , jgn langsung mati Thor buat Rudy dan Melda karma yg sangat pedih .
Purnama Pasedu
tuan Luis ya
Ayesha Almira
saking udh g bisa mahn sesk di dada rindi mengeluarkan kata2 sakral.smga rindi sembuh..
Jordan Nbx
Rasakan Rudy dan melda, sudah dapat kutuk.
Ayesha Almira
smga rindi g bersujud...d bersarkan dengan kasih sayang...tp pa blsnnya...yg kuat rindi,ambaikan mereka suatu saat penyesalan dtng
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!