Bagi Dira pernikahan adalah sebuah mimpi indah. Dira tak menyangka pria yang tiba-tiba mau menikahinya di hari pernikahan, disaat calon suaminya menghilang tanpa jejak, ternyata menyimpan dendam masa lalu yang membara.
Denzo tak menikahinya karena cinta melainkan untuk balas dendam.
Namun, Dira tidak tahu apa dosanya hingga setiap hari yang ia lalui bersama suaminya hanya penuh luka, tanya dan rahasia yang perlahan terungkap.
Dan bagaimana jika dalam kebencian Denzo, perlahan tumbuh perasaan yang tidak ia duga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ars Asta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Denzo menatap layar ponselnya cukup lama. Pesan dari Dira terpampang jelas. Wanita itu mengabarinya kemana dia akan pergi. Ia hanya membaca tapi tak membalasnya.
Dia juga mendapat informasi dari sopirnya. Dan tetap menyuruhnya memberikan info jika wanita itu bertemu orang lain. Jadi sopir itu harus mengikuti Dira diam-diam.
Suara ketukan terdengar dari luar.
"Tuan, Saya Rei."
"Masuk." Ia berbicara dari dalam.
Sekretaris Rei masuk membawa dokumen di tangannya.
"Ini Tuan, perlu tanda tangan Anda." ucap Sekretaris Rei memberikan dokumen itu.
Laki-laki itu tidak langsung menandatangani, ia membuka halaman dan membacanya terlebih dahulu.
"Ada lagi?" tanyanya setelah menandatangani Dokumen itu.
"Jam 1 siang, kita ada pertemuan dengan client di Restoran, Tuan." Sekretaris Rei memberikan dokumen lain.
Denzo mengangguk. "Siapkan dokumen meeting kita."
Sekretaris Rei menunduk singkat lalu undur diri meninggalkan Denzo sendirian di ruangannya.
Ceo Gritama itu melihat arloji di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul sebelas siang.
"Masih ada 1 jam lebih," gumamnya pelan.
Ia kembali menatap layar laptopnya, menyelesaikan pekerjaannya yang lain.
***
Mall siang itu cukup ramai, suara musik dari setiap toko bercampur dengan langkah orang-orang yang berlalu-lalang. Dira menggandeng lengan ibunya sambil tersenyum kecil.
"Ma, kita masuk toko baju dulu yuk," ucap Dira sambil menunjuk etalase salah satu toko baju.
Lena mengangguk. "Boleh, habis itu kita ke toko tas ya, mama mau beli tas baru juga."
Mereka pun masuk mencoba beberapa baju dan saling memberi komentar kecil. Dari toko baju mereka lalu masuk ke toko Tas.
Lena memilih beberapa tas berwarna coklat. Pilihan jatuh pada tas coklat, yang terlihat elegan sesuai keinginannya.
Sesudah membeli barang yang mereka inginkan, perlahan langkah kaki mereka kembali membawa mereka mengelilingi mall.
Setelah puas berjalan dan berkeliling. Lena menarik putrinya naik menuju lantai atas.
"Sekarang kita ke salon, mama mau potong rambut mama agak pendek." Kata Lena sambil memegang rambutnya.
Dira tersenyum. "Iya Ma, aku juga pengen creambath."
Di salon, mereka duduk berdampingan. Lena sedang dipotong rambutnya karena merasa rambutnya sudah cukup panjang. Sedangkan Dira menikmati pijatan lembut terapis di kepalanya.
"Gimana rambut mama udah lebih bagus kan? tanya Lena pada putrinya setelah rambutnya selesai dipotong.
"Bagus ma, mama jadi keliatan lebih muda," jawab Dira sambil tersenyum kecil.
"Kamu ini." Lena mencubit pipi anaknya pelan.
Dira menggandeng tangan ibunya. "Ma, kita makan siang sekarang yuk, aku udah lapar."
"Mau makan dimana?" tanya Lena.
Dira berpikir sejenak. "Makan di Restoran samping mall aja, Ma. Disana enak makanannya."
"Oke, kita makan disana."
Mereka akhirnya memutuskan makan di Restoran samping Mall.
***
Restoran yang mereka datangi cukup ramai, banyak pekerja kantoran yang datang di jam istirahat. Juga terlihat beberapa keluarga yang menikmati makan siang.
Dira dan ibunya duduk di salah satu meja. Disamping dinding kaca yang membuat pemandangan luar terlihat jelas.
"Enak ya tempatnya," ujar Lena sambil membuka buku menu.
Dira mengangguk tanda setuju. "Iya Ma, suasananya nyaman."
"Kamu mau makan apa?" tanya Lena menatap Dira.
"Hmm apa ya... " Dira melihat makanan di buku menu, membalikkan halamannya.
"Aku steak aja deh, Ma." ucapnya setelah melihat menu makanannya.
"Kalau mama mau pesan apa?" tanya Dira.
"Semua keliatannya enak, mama jadi bingung," kata Lena sambil mengerutkan keningnya.
Dira terkekeh. "Pesan dia menu aja Ma, nanti aku bantu habisin."
"Bener ya? Kalau gitu Mama pesan pasta dan chicken curry." ucap Lena akhirnya.
"Minum?"
"Aku jus alpukat aja ma."
Seorang pelayan mendatangi meja mereka. Ia mencatat pesanan mereka lalu pergi menyiapkannya.
Sambil menunggu makanan, ibu dan anak itu mengobrol, bahkan bercanda hingga tertawa kecil.
Di lain sisi, ada seseorang yang melihatnya dari balik dinding kayu yang berlubang. Ia dapat melihat dengan jelas Dira dan Ibunya di meja itu.
Dia Denzo, setelah meeting dengan Client, ia melanjutkan makan siang nya di restoran yang ternyata Restoran yang sama dengan Dira dan ibunya datangi.
Suara tawa terdengar renyah dari seberang. Mata Denzo juga tak lepas dari Dira yang tertawa lepas itu.
Dia tertawa? Aku tak pernah melihatnya tertawa sebelumnya. Dia terlihat lucu.
Denzo tak sadar perlakuan nya selama ini yang membuat Dira bahkan tak pernah tertawa di depan nya.
"Tuan?" Sekretaris Rei menatap Denzo intens.
"Tuan tidak menemui Nona?" tanya sekretaris Rei melirik ke arah meja Dira.
"Tidak."
"Kenapa Tuan?" Sekretaris Rei merasa bingung. Ia menyeruput minumannya.
Denzo menatap Rei tajam. "Diam. Makan saja!"
Mendengar itu Sekretaris Rei mengangguk pelan, ia kembali menyuapkan makanan ke mulutnya. Ia mencoba mengabaikan Tuannya itu yang masih terus melihat Nonanya di meja samping.
"Diamlah Rei, bahaya kalau dia marah," pikir sekretaris Rei.