WARNING!!
Kita akan berkelana ke Dunia Fantasi, Karena itu, ada beberapa lagu yang akan di rekomendasikan di awal cerita untuk membawamu ke sana. Putarlah dan dengarkan sembari kamu membaca >>
___
Di sebuah kerajaan, lahirlah dua putri kembar dengan takdir bertolak belakang. Satu berambut putih bercahaya, Putri Alourra Naleamora, lambang darah murni kerajaan, dan satu lagi berambut hitam legam, Putri Althea Neramora, tanda kutukan yang tak pernah disebutkan dalam sejarah mereka. kedua putri itu diurus oleh Grand Duke Aelion Garamosador setelah Sang Raja meninggal.
Saat semua orang mengutuk dan menganggapnya berbeda, Althea mulai mempertanyakan asal-usulnya. hingga di tengah hasrat ingun dicintai dan diterima sang penyihir jahat memanfaatkannya dan membawanya ke hutan kegelapan. Sementara itu, Alourra yang juga berusaha mencari tahu kebenaran, tersesat di tanah terkutuk dan menemukan cinta tak terduga dalam diri Raja Kegelapan, makhluk yang menyimpan rahasia kelam masa lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lirien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melihat Althea
‧₊˚♪ 𝄞 :
...ᝰ.ᐟ...
Beberapa jam sebelum acara berlangsung.
Di Hutan Kabut Peri
Aroma bunga liar dan cahaya keemasan dari daun-daun bercahaya menyelimuti tempat itu. Di antara pepohonan raksasa, Alourra berdiri di hadapan Graclle.
“Graclle, aku tahu aku belum menyelesaikan pelajaran Sihir Jiwa darimu… tapi, apa aku boleh menemui Althea hari ini?” Suaranya bergetar, memohon.
Graclle menatapnya lama, sorot matanya seperti menimbang sesuatu yang tak terucap. “Kau belum bisa kembali, Alourra.”
“Tapi, Graclle… aku sangat merindukannya. Malam ini adalah hari pengumuman perangkingan. Aku ingin melihat bagaimana keadaanya.” Alourra melangkah setengah maju.
Namun Graclle menghela napas, menunduk sedikit. “Bukan karena aku tak mengizinkanmu… tapi karena kau memang tak bisa meninggalkan tempat ini sekarang."
"Tidak bisa? Apa maksudmu, Graclle? Mengapa aku tak bisa keluar sekarang?" tanya Alourra, matanya menatap penuh cemas.
Graclle menatapnya dalam, suaranya lembut namun sarat makna. "Alourra… apa kau masih ingat yang pernah kukatakan padamu?"
Alourra mengernyit, mencoba mengingat.
"Dua hari di sini sama dengan satu hari di dunia luar," lanjut Graclle. "Jika satu hari di luar berdurasi dua puluh empat jam, maka di dalam Hutan Kegelapan waktu hanya berjalan dua belas jam, terbagi menjadi dua putaran. Dari jam satu malam hingga dua belas siang, lalu dari jam satu siang hingga dua belas malam. Jalan keluar hanya terbuka di awal setiap putaran malam."
Mata Alourra meredup. "Jadi… maksudmu aku tak bisa melihat Althea malam ini?" tanyanya, suaranya nyaris berbisik.
Alih-alih memberi jawaban yang menambah kecewa, Graclle tersenyum samar. "Jika kau ingin melihatnya malam ini… tentu saja kau bisa, Alourra."
Alourra menatapnya terkejut. "Bagaimana caranya? Aku bahkan tak bisa menjejakkan kaki keluar dari hutan ini."
"Gunakan elemen air sebagai cermin," jelas Graclle, "dan padukan dengan Elemen Jiwa yang baru saja kuajarkan padamu tadi."
"Elemen air… Elemen jiwa?" gumam Alourra, merenung sejenak, sebelum tatapannya berbinar. "Aku mengerti."
Ia mengangkat telapak tangannya. Butiran air perlahan muncul dari udara, berkumpul hingga membentuk lingkaran jernih yang berputar pelan. Ia memfokuskan sihirnya, membuat permukaan air itu setenang kaca. Pantulan wajahnya mulai terlihat di sana.
Dari telapak tangannya yang lain, cahaya perak berkilau keluar, bagaikan debu bintang, menari-nari sebelum masuk ke lingkaran air itu. Suara Alourra terdengar lirih namun penuh kekuatan.
"Jiwa yang menyatu bersama waktu… tunjukkan padaku keajaibanmu. Jiwaku yang terbelah… perlihatkan padaku, di mana Althea berada, dan apa yang ia lakukan."
Permukaan air beriak halus, lalu perlahan menampakkan bayangan Althea, duduk anggun di kursi penonton di aula utama Akademi Stevia.
Beberapa peri mendekat, matanya berbinar penasaran.
"Siapa itu, Alourra?" tanya peri Twingki. "Dia… hampir mirip denganmu."
"Dia adalah adikku," jawab Alourra lembut.
"Benarkah? Dia cantik sekali…" gumam Twingki takjub, menyaksikan Althea berdiri dan melangkah menuju tengah aula.
Alourra tersenyum, matanya berkilat bangga.
“Lihatlah… dia mendapatkan empat penghargaan sekaligus.”
Nada suaranya bergetar halus, lembut namun sarat emosi. “Aku bangga padanya… lebih dari yang bisa ia bayangkan.”
“Dia anak yang pintar sekali,” gumam Twingki takjub.
Graclle, yang sejak tadi hanya mengamati dari kejauhan, duduk tenang dengan senyum tipis menghiasi wajahnya.
“Graclle… apa aku bisa kembali besok? Kita selesaikan saja latihannya hari ini,” pinta Alourra penuh harap.
Graclle menggeleng perlahan. “Tidak perlu. Latihanmu cukup sampai di sini untuk saat ini. Istirahatlah.”
“Benarkah?” Alourra menatapnya tak percaya.
Graclle mengangguk mantap. "kita akan berlatih kembali saat kau sudah selesaikan pendidikan mu di akademi Stevia."
“Terima kasih, Graclle.”
“Alourra, apa kau akan pergi?” tanya Twingki, suaranya merendah, ada nada sedih di sana.
Alourra menghela napas lembut. “Ya, Twingki. Maafkan aku… aku tak bisa lama-lama di sini bersama kalian. Aku harus pulang. Ada adik yang sudah lama kurindukan.”
“Tak apa, Alourra. Besok aku akan menyiapkan bekal untukmu,” ujar Twingki dengan senyum tulus.
“Bekal? Apa ada hadiah yang bisa kubawa pulang?” mata Alourra membesar, tak menyangka.
Twingki mengangguk bersemangat. “Kalau begitu… bisakah kau membawakan minuman yang kau suguhkan padaku di hari pertama aku datang ke sini? Aku ingin Althea juga mencobanya.”
“Ah, nektar bunga Myosotis, bunga pemakan manusia,” jawab Twingki santai.
“Nama yang… mengerikan,” Alourra bergidik, merapatkan kedua tangannya.
Graclle yang mendengar itu terkekeh pelan. “Bagaimana jika kau ikut menyiapkannya, Alourra? Bukankah kau sangat menyukainya?” ucapnya dengan nada sedikit nakal.
“Boleh… aku mau ikut!” sahut Alourra polos, antusias.
“Kau yakin tidak akan menyesal?” tanya Graclle dengan senyum penuh arti.
“Tidak, aku suka jus nektarnya,” jawab Alourra sambil terkekeh ringan.
“Baiklah, kalau begitu ayo ikuti kami,” ajak Twingki.
Alourra berdiri, mengikuti langkah kecil peri itu. Perjalanan membawa mereka ke hamparan aneh, ladang bunga pemakan manusia.
“Kita sudah sampai,” kata Twingki.
Alourra terpaku, wajahnya pucat. Bunga-bunga itu memiliki wujud menyerupai manusia, tubuh hijau dengan dua tangan berdaun, dua kaki mungil, dan kepala bunga besar tanpa mata. Di tengah kelopaknya, hanya ada mulut besar yang terus menganga. Lebih mengejutkan lagi, mereka bisa berjalan seperti manusia.
Twingki menghampiri salah satunya. “Halo, Tuan Myosotis. Bolehkah aku meminta jus nektarmu?”
Bunga itu menggeleng, kelopaknya bergoyang pelan.
“Baiklah,” Twingki beralih ke bunga lain, mengajukan permintaan serupa. Hingga akhirnya, satu di antaranya mengangguk.
Namun yang membuat Alourra benar-benar terkejut bukanlah wujudnya, melainkan proses pengambilannya.
Bunga itu berkumur layaknya seseorang yang baru selesai menggosok gigi, lalu menyemburkan cairan dari mulutnya ke dalam gelas dan botol kecil sebesar genggaman tangannya yang dibawa Twingki.
Alourra membeku. Wajahnya memucat, perutnya terasa bergolak. “Aku… rasanya ingin… hueeek…” ia menutup mulut, menahan mual.
Dari belakang, Graclle melangkah mendekat, senyum penuh godaan di wajahnya. “Ada apa? Bukankah kau sangat menyukai jus itu?”
“Sekarang… tidak lagi,” jawab Alourra dengan wajah memelas.
Graclle tertawa renyah. “Sudah kuduga… kau tak akan suka melihat prosesnya.”
Malam itu, pesta perpisahan kecil-kecilan di adakan bersama para peri termasuk kelima peri yang juga ikut melatihnya selama ini, hati Alourra benar-benar di penuhi perasaan senang, tak sabar ia akan kembali dan menemui Althea esok pagi.
...· · ─ ·𖥸· ─ · ·...