Dijual Keluarga Pada Mafia Kejam

Lima tahun kemudian

seorang anak laki-laki berusia lima tahun berlari dihalaman rumah besar keluarga O'reilly.rambut hitamnya berantakan,matanya tajam,dan senyumnya menampakkan lesung pipi yang begitu mirip dengan seseorang masa lalu reina.tentunya,Leonardo Dirgantara laki-laki yang menjadi ayah bocah itu.

anak kecil itu,bernama Rian Cael O'reilly.anak reina,darah campuran musuh antara neraka dan kekuatan.

reina mengawasi rian dari balkon lantai dua.kini tubuhnya ramping,wajahnya tegas,pandangan tajam.luka ditubuh dan hatinya belum sembuh sepenuhnya,tetapi dia menjadi simbol kuatan dan kebangkitan dalam dinia mafia eropa sekarang.

dengan posisi pewaris utama klan O'reilly,reina bukan lagi ketakutan yang sulu dipenjara dan dipermainkan.sekarang,ia dikenal dengan the black widow.dingin,cerdas,dan tak kenal ampun.

ditanganya,menggenggam laporan intel dari sang paman.sudah dua bulan ini pergerakan leonardo terdeteksi kembali di asia timur dan kini mulai merabah ke eropa.pria itu tidak berhenti mencari reina dan anaknya.leonardo bahkan membentuk aliansi baru dengan kartel amerika latin yang dipimpin oleh mantan kekasihnya,lucia wanita yang sama gilanya seperti leonardo.

"kita harus pindah kemarkas utama sebelum dia menemukan titik kelemahan kita."ujar sang paman memasuki ruang kerja reina.pria itu sudah mengakui sepenuhnya reina."leonardo sudah menyebarkan mata-mata diparis.munich,bahkan instanbul.dia bukan hanya ingin balas dendam,tapi untuk mengambil anak itu juga."

reina menatap poto laki laki itu,Leonardo photo yang dia cetak dalam laporan.wajah pria itu berubah:lebih kurus,lebih dingin,dengan sorot mata yang penuh obsesi."dia sudah kehilangan akal sehat! gumam reina,"tapi aku akan perlihatkan padanya...aku bukan lagi reina yanag dulu.dan rian...dia tidak akan pernah bisa menyentuhnya dia anakku,tangan iblis itu tidak boleh menyentuh anakku."

dilantai bawah,rian duduk bersama maeve yang kini jadi pengasuh sekaligus pelatih pribadinya."kalau sudah besar nanti,aku ingin seperti maeve.aku ingin jadi pelindung untuk ibuku."ucap bocah itu penuh semangat.maeve hanya tersenyum tipis.ia tahu,anak ini bukan anak biasa.dalam diriny mengalir dua darah mafia,dua dunia.dan suatu hari nanti,dan takdirnya pasti jauh lebih besar jauh dari yang dibayangkan siapapun.

malam harinya,Reina menatap langit. Lima tahun telah ia habiskan dalam pelarian, pertempuran, dan pelatihan. Tapi satu hal yang belum selesai: balas dendam. Dan ia tahu, waktunya hampir tiba. Leonardo tak akan berhenti memburunya dan anakny.tapi kali ini, Reina juga tidak akan lari.

Ia akan menghancurkannya. Dengan tangannya sendiri.

Davin, yang kini menjadi komandan keamanan pribadi Reina. Ia berdiri di sudut ruangan, mengenakan setelan hitam dan membawa tablet berisi data intelijen. “Dia menyuap aparat di Asia Timur. Salah satu posko kita hampir dibakar.”

reina mengangguk,matanya tak lepas dari titik merah dipeta istanbul.

“Dia bergerak menuju Turki. Kita pernah sembunyi di sana,” gumamnya. “Dia sedang mencari jejak.”

“Dan jika dia menemukan jejak itu, dia akan menyeretnya sampai ke sini,” balas Davin. “Sudah waktunya kau membuat langkah lebih dulu, Reina.”

Namun Reina diam. Pikirannya tak hanya tentang perang. Tapi juga tentang anaknya.

Anak itu tumbuh cepat. Terlalu cepat. Punya naluri yang tajam seperti ayahnya, tapi hati yang kuat seperti dirinya. Reina melatihnya dalam diam, membiarkan Maeve mengajarkan teknik bela diri dasar, taktik, bahkan bahasa Latin kuno. Bukan untuk menjadikan Rian seorang pembunuh tetapi seorang pewaris. Seorang pemimpin.

Rian.

Namun beban masa lalu terlalu berat. Reina tahu suatu hari Rian akan bertanya. Siapa ayahnya. Kenapa mereka selalu berpindah. Kenapa ia tak bisa bebas seperti anak-anak lainnya. Dan saat hari itu tiba… Reina harus punya jawaban.

Di tengah kesunyian malam, Reina melangkah masuk ke kamar Rian. Bocah itu sudah tertidur pulas, memeluk boneka serigala kecil hadiah dari Maeve waktu ulang tahunnya yang keempat. Di dahi anak itu, Reina mengecup perlahan.

“Aku janji, Nak… Kau tidak akan hidup dalam bayang-bayang kegelapan ayahmu,” bisiknya lirih. “Aku akan melindungimu. Sampai akhir ibu tidak akan membiarkan dia mengambilmu bahkan sampai nyawa ibu pun taruhannya.”

Namun jauh di sebuah tempat lain, di tengah villa mewah tersembunyi di pegunungan Balkan, Leonardo duduk di ruangan penuh layar monitor. Matanya merah, penuh amarah, dan pikirannya terus dihantui satu nama:

Reina.

Tangan kanannya mengepal. Di layar, rekaman wajah seorang bocah kecil muncul rekaman tersembunyi yang diambil dari pasar kota Dublin sebulan lalu.

“Dia anakku… Tak mungkin salah,” gumam Leonardo dingin. “Dia… anakku. Dan Reina… telah mencurinya dariku.”

Dia berdiri, melempar kursi hingga terjatuh. Napasnya memburu, suara di pikirannya berisik, tak terkontrol.

“Kalau aku tak bisa memilikinya… tak ada yang boleh. Tidak Reina, tidak siapa pun!”

Leonardo kini tak lagi berpikir sebagai mafia. Dia bergerak seperti binatang terluka obsesif, gelap, dan penuh dendam.

Perang besar akan segera dimulai.

Dan Reina tahu, saat musim semi berikutnya datang… darah akan mengalir.