Kumpulan Cerita Pendek Horor
Tidak terlihat bukan berarti tidak ada. Mereka selalu memperhatikan kita, setiap waktunya. Tidak peduli itu pagi, siang, sore, atau malam. Selama 24 jam kita hidup bersama mereka.
Jangan merasa tenang ketika matahari masih muncul di hadapan kita. Mereka tetap akan memberitahu jika mereka ada, walaupun ketika matahari masih bertugas di langit atas. Bukan hanya malam, mereka ada setiap waktunya. 24 jam hidup berdampingan bersama kita.
Mereka ada, melakukan kegiatan layaknya manusia. Mereka bisa melihat kita, tetapi kita belum tentu bisa melihat mereka. Hanya ada beberapa yang bisa merasakan kehadiran mereka, tanpa bisa melihatnya.
Apa yang akan kamu lakukan, jika kamu bersama mereka tanpa sadar. Apa yang akan kamu lakukan, jika mereka menampakkan dirinya di depan kamu. Mereka hanya ingin memberitahu jika mereka ada, bukan hanya kita yang ada di dunia ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ashputri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Sendirian di Rumah
"Kamu beneran gak mau ikut?" Sarah selaku Ibu dari Aulia menatap putrinya untuk memastikan.
Aulia menghela napas lelah saat melihat teriknya sinar matahari siang hari ini. Rasanya sangat malas untuk pergi ke luar rumah. Ia sangat menghindari teriknya sinar matahari yang bisa membakar kulitnya.
"Gak ah," balas Aulia tanpa minat.
"Beneran?"
Aulia menganggukkan kepalanya dengan cepat, "gak Bu, aku di rumah aja. Panas banget."
Sarah menghela napas pelan mendengar jawaban Aulia, "kan kita pergi pakai mobil."
"Tetep aja, aku gak suka."
"Adik kamu aja ikut," ucap Sarah masih bersikeras.
Aulia menghela napas pelan seraya menatap Sarah dengan tatapan malas, "Bu... Hari ini keliatan panas banget. Aku males kalau panas begini, lagian kan Ibu cuman mau jenguk Kakak doang."
"Kan di sana kita bisa kumpul bareng lagi, makan bareng," ujar Sarah mencoba untuk membujuk Aulia
Aulia tersenyum tipis, mencoba untuk menenangkan ibunya, "minggu ini gak dulu."
"Beneran?"
"Hm." Aulia menganggukkan kepalanya dengan cepat, "iya bener."
"Kalau kamu dicariin Kakak gimana?" tanya Sarah mencoba untuk memancing Aulia.
"Bilang aja aku sibuk," jawab Aulia tak acuh.
"Pasti Kakak kamu bakal respon 'sesibuk apa sih Aulia'," ujar Bram seraya menghampiri Istri dan anaknya.
Aulia meniup poninya dengan kesal karena kedua orang tuanya masih terus bersikeras mengajaknya untuk pergi, "Kakak kan sering begitu, makannya kadang suka males. Iseng banget, minggu kemaren hape aku disembunyiin sama dia. Anggap aja aku masih marah sama Kakak," ujarnya dengan kesal.
"Kak Aul gak ikut?" tanya Naura yang muncul dari dalam kamar.
Aulia menggelengkan kepalanya dengan cepat, "gak."
"Kenapa?" Naura menatap Aulia dengan tatapan polos.
"Males sama kamu," balas Aulia tak acuh.
"Kenapa?"
"Ya males aja."
"Kenapa?" tanya Naura yang masih tidak puas dengan jawaban kakaknya.
Aulia menghela napas kesal karena adiknya yang terus bertanya, "panas, udah ya jangan tanya lagi. Dasar anak kecil."
Naura mendengus saat Aulia menyebutnya anak kecil, ia selalu menganggap jika dirinya sudah dewasa. Bukan anak-anak lagi.
"Ya udah kamu hati-hati deh ya," ujar Sarah memilih untuk mengalah.
Aulia menganggukkan kepalanya dengan cepat, "kaya baru pertama kali aja ninggalin aku sendirian di rumah."
"Bukan gitu, Ibu sama Ayah sampai malem di sana," ucap Sarah memberitahu.
"Oke."
"Pakaian yang dibutuhin Rino udah semua?" tanya Bram pada Sarah.
Sarah menganggukkan kepalanya dengan pelan, "udah kok, tadi dibantu sama Aulia setrika baju yang mau dibawa." Ia menoleh ke arah Aulia yang memainkan ponselnya, "udah kan?"
Aulia mengalihkan tatapannya ke arah Sarah, "apa?"
"Makanya jangan main hape dulu, dengerin Ibu sama Ayah kalau ngomong," ujar Sarah seraya menggelengkan kepalanya dengan heran melihat tingkah anaknya.
"Iya kenapa Bu?" tanya Aulia dengan malas.
"Baju buat Kakak gak ada yang ketinggalan kan?" tanya Sarah lagi.
Aulia menggelengkan kepalanya dengan cepat, "aman."
"Ya udah, mana tasnya," ucap Bram pada Sarah.
"Tuh di sofa," tunjuk Sarah ke arah sofa.
Bram melangkah mendekati sofa untuk membawa tas biru berisi baju, "Ayah tunggu di mobil ya."
Sarah menganggukkan kepalanya mengerti mendengar perkataan Bram. Ia kembali mengalihkan tatapannya ke arah Aulia yang masih memainkan ponselnya, "kayanya nanti Tante mau ke sini," ucapnya memberitahu.
"Ngapain?" tanya Aulia ingin tau.
"Nganterin kue doang, abis itu dia jalan lagi buat liat kontrakan," jawab Sarah.
Aulia menganggukkan kepalanya mengerti, "oke."
"Kamu di kamar Ibu aja, biar kalau ada tamu atau apa denger. Kebiasaan kamu telinga selalu dipakai earphone," ujar Sarah mengingatkan.
"Iya Bu."
"Jangan iya-iya aja, lakuin," ucap Sarah dengan tajam.
"Hm."
"Ya udah, jangan lupa dikunci. Kalau ada orang yang nanya aneh-aneh jangan ditanggepin. Terus kalau ada orang yang gak kamu kenal jangan dibuka," ujar Sarah kembali mengingatkan anaknya yang pelupa.
Aulia menganggukkan kepalanya dengan pelan, "iya Bu."
"Jangan lupa beresin rumah juga."
"Iya."
"Disapu, dipel, nyuci piring, jemur baju, lipet baju, biar nanti malem di setrika sama Ibu," ujar Sarah dengan tegas.
Aulia menghela napas lelah mendengar perkataan ibunya, "iya Bu."
"Awas kalau lupa."
"Iya Bu."
Sarah menoleh ke arah Naura yang sibuk dengan bonekanya, "ayo Dek, ke mobil."
Naura menganggukkan kepalanya mengerti dan langsung berlari meninggalkan Sarah menuju mobil.
"Jangan lupa yang tadi Ibu bilang," ucap Sarah mengingatkan.
Aulia menganggukkan kepalanya dengan malas, "iya Bu."
"Ya udah, Ibu berangkat."
"Hm."
Sarah melangkah masuk ke dalam mobil saat suaminya sudah bersiap untuk segera berangkat. Ia menoleh sekilas ke arah Aulia yang sedang berdiri di depan pintu. Klakson mobil berbunyi, tanda berpamitan pada Aulia yang masih menunggu mereka untuk segera berangkat.
Melihat mobil yang sudah tidak terlihat, Aulia langsung masuk ke dalam rumah untuk bersantai. Tak lupa ia mengunci pintu rumahnya agar dirinya bisa bersantai dengan tenang.
Aulia mengambil ponsel, earphone, dan juga kabel chargernya untuk dibawa ke kamar orang tuanya. Ketiga benda tersebut sangatlah penting untuk ia bisa menikmati waktu santainya.
Dari kamar orang tuanya, ia bisa melihat siapa saja yang bertamu. Jendela kamar mereka menghadap langsung ke arah pintu utama rumah mereka.
Aulia menggelengkan kepalanya dengan pelan saat cuaca di luar sangatlah panas. Keputusannya sudah tepat untuk tidak ikut keluar bersama kedua orang tuanya.
Ia melirik ke arah jam dingin yang menunjukkan pukul satu siang. Waktu yang tepat untuk bisa tidur siang dan menikmati waktu bersantai tanpa beban.
Ia menyalakan pending ruangan denga suhu yang rendah. Lalu ia langsung merebahkan tubuhnya pada kasur empuk seraya menyalakan televisi agar suasana tidak terlalu sepi.
"Gue kan ada cemilan," gumamnya seraya beranjak dari tempatnya.
Ia melangkah menuju ruang makan untuk mengambil cemilan yang ia simpan. Ia menghembuskan napasnya lega saat cemilan miliknya masih terlihat penuh, tanda jika Naura belum menyadari jika ia sedang menyimpan makanan.
Wush
Aulia membalikkan tubuhnya saat merasakan sesuatu melewati dirinya. Ia menatap sekitar ruang makan dengan tatapan was-was, takut jika itu kecoa terbang ataupun tikus yang tiba-tiba muncul.
"Kok ngerasa ada yang lewat ya tadi," gumamnya dengan bingung.
Ia mengedikkan bahunya tak acuh, mencoba untuk tidak peduli apa yang ia rasakan. Ia melangkah kembali menuju kamar kedua orang tuanya dengan membawa cemilan yang ia simpan.
Wush
Langkah Aulia terhenti di depan pintu kamar saat ia kembali merasakan sesuatu. Ia membalikkan tubuhnya seraya menatap sekitar ruang keluarga dengan tatapan selidik.
"Perasaan gue doang kayanya," gumamnya mencoba berpikir positif.
Ia menaruh cemilan yang ia bawa pada meja kecil di samping kasur. Ia memilih untuk menonton televisi terlebih dahulu yang menayangkan suatu berita mengenai pembunuhan.
Saat ini posisinya sedang bersandar pada tumpukan bantal di belakangnya. Ia menghadap langsung ke arah ruang keluarga yang terlihat gelap. Di samping kirinya terdapat jendela kamar orang tuanya yang menghadap langsung ke arah pintu utama rumahnya.
Aulia terdiam dengan perasaan tidak menentu saat ekor matanya menangkap sesuatu yang terus berada di depan kamar. Ia mencoba menoleh secara perlahan, memastikan apa yang ia lihat hanyalah halusinasinya.
Tidak ada siapa-siapa, depa kamar kedua orang tuanya tampak kosong. Ia memang sengaja membuka lebar pintu kamar agar dirinya tidak perlu repot-repot saat ingin pergi ke area belakang dengan membawa cemilan.
Ia mengedikkan bahunya tak acuh, mencoba untuk tidak peduli dengan apa yang ia lihat. Ia kembali menatap layar televisinya dengan tatapan malas, berharap rasa kantuknya datang.
Ia kembali terdiam saat ekor matanya kembali menangkap sosok bayangan hitam yang terus mondar-mandir di depan kamar kedua orang tuanya. Dari posisinya saat ini ia bisa melihat dengan jelas bayangan tersebut. Tapi perasaannya sangat yakin, jika ia menoleh pasti bayangan tersebut tidak ada.
Ia tidak beranjak dari posisinya saat bayangan hitam itu berhenti mondar-mandir di depan kamar. ia terdiam sambil menunggu bayangan tersebut kembali sibuk d depan kamar kedua orang tuanya.
Aulia tersentak kaget saat ekor matanya menangkap jika bayangan tersebut sedang mengintip ke arahnya. Ia hanya melihat sebuah kepala tanpa tubuh. Wajah bayangan tersebut pun tidak terlihat, wajahnya ditutupi oleh rambutnya yang panjang menjuntai ke bawah.
Aulia memeluk bantalnya dengan erat, mencoba untuk menutupi wajahnya dengan bantal. Ia tidak ingin terus berlama-lama melihat ke arah bayangan tersebut.
Ia mencoba untuk memejamkan matanya agar bisa tertidur nyenyak siang hari ini. Dirinya sudah tidak berani untuk menoleh ke arah pintu kamar, takut jika apa yang ia lihat dari ekor matanya benar adanya.
Karena sampai saat ia mencoba untuk mengintip dari balik banyak, bayangan tersebut masih ada. Masih mengintip dirinya dengan wajah yang tertutupi oleh rambut panjangnya yang menjuntai ke bawah.
•••