Nusantara Alam Lestari, seorang wanita yang tak percaya cinta sejati. Suatu ketika, ia tak sengaja bertemu dengan seorang pria bernama Langit di Kala Sore di sebuah pinggir pantai di pulau Dewata.
Mereka berkenalan dan terlibat obrolan seru. Namun siapa sangka alkohol yang menemani obrolan mereka, membuat mereka hilang kendali dan membuat mereka terlibat cinta satu malam.
Keesokan paginya mereka terbangun oleh ketukan kencang di kaca mobil Kala, para nelayan setempat memergoki mereka berduaan di mobil tanpa busana. Di tengah kepanikan karena penggerbegan itu, Tari berhasil melarikan diri dari amukan para nelayan. Ia bisa kembali ke hotelnya dengan selamat dan terbang ke Jakarta meninggalkan Kala yang harus menghadapi amukan masa seorang diri.
Selang lima tahun kemudian Kala bertemu dengan dua anak kembar yang begitu mirip dengan dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21
Wajah Tari memerah, amarah pada dirinya mengalir dalam pembuluh darahnya. "Beraninya kau menginginkan mereka! Sampai mati pun aku tidak akan menyerahkan mereka pada dirimu meski kau ayah kandungnya. Aku tidak...."
Kala menarik Tari dalam pelukannya, ia mendekap erat tubuh wanita itu hingga Tari tak bisa bergerak. "Jadi benar mereka adalah anakku?" bisiknya.
"Lepaskan aku, pria brengsek!" Tari mencoba melepaskan diri dari pelukan Kala, namun pria itu semakin erat memeluk tubuh Tari. "Lepaskan!"
"Aku tidak akan melepaskanmu, sebelum kau mengakui bahwa Lingga dan Lintang adalah putra kita berdua," ucap Kala dengan lembut, hingga menembus ke hati Tari dan wanita itu sedikit lebih tenang.
"Jadi benar, mereka berdua adalah anak-anak kita?" ulang Kala, seraya mengelus punggung Tari.
Tari tidak lagi berontak, ia membiarkan Kala mendekapnya. Namun buliran-buliran bening jatuh di wajah cantiknya, isak tangis mulai terdengar dari mulut Tari. "Tapi tolong... Jangan bawa mereka! Jangan pisahkan aku dengan anak-anakku," suara Tari terdengar begitu gemetar.
"Aku tahu kau punya banyak uang untuk menyewa pengacara terkenal agar kau bisa mengambil mereka dariku, tapi demi Tuhan sampai aku mati pun aku tidak akan membiarkan kau melakukan itu. Aku akan berbuat apa pun untuk mempertahankan mereka."
Kini Kala mengerti mengapa Tari tak mau mengakui bahwa mereka adalah anak-anaknya, dan Tari pun berupaya untuk menjauhkannya dari mereka. "Percayalah, aku tidak akan mengambil mereka darimu. Aku menginginkan..."
Kalimat Kala terputus oleh suara wanita di belakang Tari. "Tari, apa-apaan kau ini!!" seru Elok terkejut melihat putrinya berpelukan dengan seorang pria di depan rumahnya pada pukul 22.30 malam.
Seketika Kala melepaskan tubuh Tari, keduanya menoleh ke arah Elok. Elok membekap mulutnya dengan kedua tangannya ketika wanita itu melihat Kala. "Ha.. Hantu..." Elok tergagap menatap Kala yang wajahnya mirip sekali dengan cucunya, beberapa detik kemudian ia jatuh tidak sadarkan diri.
"Ibu...."
"Tante..."
Kala dan Tari berhambur menghampiri Elok, dengan sigap Kala membopong tubuh Elok. "Di bawa ke sini saja." Tari mengarahkan Kala menuju kamar Elok yang tak jauh dari ruang tamu.
Keduanya bahu membahu menyadarkan Elok dari pingsannya, Kala mengolesi kening Elok dengan minyak angin sementara Tari ke dapur membuatkan teh manis hangat. "Bagaimana apa ibuku sudah sadar?" tanya Tari ketika ia kembali ke kamar.
Kala menatap Elok, ia melihat kening Elok berkerut dan mengeluarkan tanda-tanda wanita itu akan segera siuman. Akhirnya Elok mengangkat tangannya, ia memijat kepalanya yang masih terasa pusing sembari mencoba membuka matanya.
"Ibu..." Tari duduk di atas tempat tidur mendekat ke arah ibundanya. "Ibu... Apa ibu baik-baik saja?" tanyanya begitu khawatir.
Elok melihat sekeliling sembari mengingat kejadian sebelum dirinya pingsan, kemudian tatapannya terhenti pada wajah Kala. "Kau..." ia merubah posisinya menjadi duduk kemudian mengulurkan tangannya ke wajah Kala. "Kau bukan hantu?"
Kala menggeleng bingung, baru kali ini ada yang mengiranya hantu.
"Kau mirip sekali dengan cucuku." Elok menarik kembali tangannya, lalu membekap mulutnya. "Ya Tuhan, apa jangan-jangan kau ini.... Bapak kandung cucuku?" Elok nyaris pingsan kembali namun dengan sigap Tari menahan ibundanya. "Ibu... Sebaiknya ibu istirahat saja. Jangan pikirkan hal yang macam-macam," ucap Tari sembari membatu ibundanya membaringkan tubuh.
"Tapi Nak.."
"Sudahlah Bu, ini sudah malam. Sudah waktunya Ibu istirahat," Tari menyelimuti ibundanya, kemudian ia menarik Kala keluar. "Kau juga sebaiknya pulang, ini sudah tengah malam."
Kala menuruti Tari keluar dari kamar Elok, namun langkah Kala terhenti ketika Tari menutup pintu kamar ibunya. Kala berbalik menghadap Tari. "Bolehkah aku melihat kedua jagoanku?"pintanya.
Tari menggeleng. "Tidak!" ucapnya dengan tegas.
"Aku mohon, aku hanya ingin melihat mereka," Kala memohon, wajahnya terlihat memelas hingga Tari tak kuasa menolak permintaan pria itu.
"Baiklah, tapi hanya sebentar saja dan jangan mengganggu istirahat mereka."
"Siap, ratu!" dengan langkah riang Kala mengikuti Tari menuju lantai dua kediamannya, hatinya begitu damai saat melihat dua jagoan kecilnya tertidur pulas di atas tempat tidur tingkat.
Yang di mana Lingga tidur di atas sementara Lintang di bawah. Kala memperhatikan tema laut pada kamar kedua bocah itu, ia semakin yakin jika mereka adalah putranya sebab ia juga memiliki kecintaan terhadap laut.
Kala melangkah mendekat ke arah mereka, namun Tari menahannya. "Waktumu sudah habis! Ayo keluar!" wanita itu menarik paksa Kala keluar dari kamar putranya.
Kala tak ingin memkasa, ia tidak ingin kedua putranya terbangun karena suara berisik yang di timbulkan oleh perdebatannya dengan Tari. Kala bahkan pasrah menuruti Tari ketika wanita itu menariknya keluar rumah.
"Terima kasih telah mengizinkan aku bertemu dengan putraku, kau sungguh ibu yang sangat hebat." Kala mengecup pipi Tari dengan cepat, sebelum wanita itu marah kepadanya ia bergegas pergi dari kediaman Tari.
"Dasar pria brengsek!" gerutu Tari, ia mengunci pintu rumahnya setelah mobil Kala sudah pergi dari halamannya.
Begitu Tari berbalik, ia terkejut dengan keberadaan ibunya yang berdiri di belakangnya. "Jadi benar pria itu bapaknya anak-anakmu?" tanya Elok memastikan.
Tari mengangguk, di depan ibunya ia mengakui bahwa Kala adalah pria yang tidur dengannya di pinggir pantai saat ia ke Bali lima tahun yang lalu.
"Keliatannya dia pria yang baik," komentar Elok. "Dia terlihat menyayangimu dan juga anak-anak. Apa kalian berencana menikah?"
Menikah? Tak pernah terbayangkan dalam benak Tari untuk menikah dengan pria mana pun termasuk Kala, baginya pernikahan hanya membawa kesengsaraan seperti yang ibunya alami. Terlebih pria seperti Kala tentu pria itu sering tidur dengan banyak wanita.
"Tidak, kami tidak ada hubungan apa pun."
"Tapi bagaimana jika dia menginginkan anak-anak dan menginginkan dirimu untuk menjadi istrinya? Bukankah anak-anak membutuhkan figur ayahnya?"
"Tidak! Tidak akan pernah terjadi pernikahan! Anak-anakku baik-baik saja tanpa sosok ayahnya..." Tari tak kuasa menahan emosinya, ia semakin menaikan nada bicaranya. "Aku lebih tahu apa yang anak-anakku butuhkan ketimbang Ibu, sebaiknya ibu mengurus masalah ibu sendiri ketimbang ikut campur dalam masalahku!"
Dengan deraian air mata Tari berlari menuju kamar buah hatinya, ia memeluk Lintang dengan erat. Sejak pertemuannya dengan Kala di Be Bread! Hati Tari semakin tidak karuan, ia takut Kala mengambil kedua anak-anaknya, tapi di sisi lain ia pun menyadari jika ke dua buah hatinya membutuhkan figur seorang ayah. "Tuhan, bantu aku menghadapi ini semua."
rumput cari kuda.