Susah payah Bellinda Baldwig mengubur cintanya pada mantan suami yang sudah menceraikan enam tahun silam. Di saat ia benar-benar sudah hidup tenang, pria itu justru muncul lagi dalam hidupnya.
Arsen Alka, berusaha mendekati mantan istri lagi saat mengetahui ada seorang anak yang mirip dengannya. Padahal, dahulu dirinya yang menyia-nyiakan wanita itu dan mengakhiri semuanya karena tidak bisa menumbuhkan cinta dalam hatinya.
Haruskah mereka kembali menjalin kisah? Atau justru lebih baik tetap berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NuKha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 21
Berharap dengan mengancam anaknya bisa membuat Colvert memanggil dan mengakuinya sebagai Daddy, ternyata salah. Bocah itu justru mencibir.
“Sana ambil kalau mommyku mau denganmu, wle ....” Tidak lupa juluran lidah Colvert layangkan.
“Mommymu tentu saja mau. Iya, kan?” tanya Arsen. Kepalanya meneleng hingga bisa menatap wajah tegang mantan istri yang masih berada dalam pelukannya.
Bellinda menjawab berupa gelengan. “Maaf, sepertinya tidak.” Senyumnya begitu manis dan memikat. Dia berusaha mengurai tangan kekar yang merengkuh tanpa permisi. Tidak mau terlalu lama berada dalam dekapan mantan suami. Susah payah mengubur perasaan, sia-sia jika gagal menjaga hati.
Colvert langsung menertawakan tetangga baru yang terlalu percaya diri. “Kasihan ... gagal merebut Mommy dariku.”
Arsen menghela napas, susah sekali hanya menginginkan diakui menjadi Daddy. Tapi, entah kenapa penolakan dari mantan istri juga membuatnya seakan tidak terima. Jadi, dibanding kembali duduk bersama Colvert dan berakhir adu mulut dengan anak sendiri, ia tetap di dapur.
Arsen berdiri menatap Bellinda yang melanjutkan untuk menempatkan adonan di loyang. “Kenapa kau tidak bisa diajak kerjasama?”
“Maksudnya?” tanya Bellinda tanpa menatap. Dia lebih baik melanjutkan membuat apple pie pesanan Colvert.
“Untuk membuat Colvert mau mengakui dan memanggilku Daddy. Seharusnya, tadi saat ku tanya, kau jawab mau, jangan tidak,” protes Arsen, tapi suaranya tidak lantang, supaya cukup didengar oleh mereka berdua.
“Namanya aku berbohong pada anak sendiri,” balas Bellinda. Dia sibuk memasukkan buah apel yang sudah dimasak untuk dijadikan isian pie.
“Kau benar-benar sudah tidak ada rasa sedikit pun padaku?” tanya Arsen. Sengaja berdiri di belakang mantan istri dan menggenggam dua tangan hingga ia bisa mengikuti gerakan tangan wanita itu yang tengah menganyam adonan untuk penutup pie.
Bellinda perlu menahan diri dan tetap santai. Kepalanya menggeleng dengan yakin. “Sudah ku kubur semua setelah kita bercerai.” Selesai, tinggal sisa langkah terakhir, dimasukkan ke oven. “Bisa lepaskan tanganmu? Aku kesulitan bergerak,” pintanya seraya menggoyangkan lengan.
Arsen melepaskan mantan istri, membiarkan sosok itu menyelesaikan membuat camilan. “Benarkah? Kenapa aku tidak percaya dengan jawabanmu?” sindirnya.
Si duda itu melangkah, kembali mendekat saat Bellinda sudah selesai memasukkan loyang ke oven. Dia mendorong tubuh wanita itu hingga terpentok ke kulkas, dan menghimpit supaya jarak sangat tipis.
Sedikit membungkuk, kini wajah Arsen berada di depan mata Bellinda. “Aku ingat bagaimana kau berusaha mengambil hatiku saat itu. Kenapa tak coba lakukan lagi?”
Bellinda tidak mau menunjukkan getar ragu dalam diri. Enam tahun hidup sendiri sudah cukup membentuknya supaya tidak seperti dahulu. “Karena tidak ada alasan untukku melakukan itu. Dahulu statusku sebagai istri yang berusaha memikat hati suaminya. Tapi, sekarang tujuan hidupku bukan kau lagi.” Dia melirik Colvert yang asyik bermain dengan mobil-mobilan baru. “Anakku sudah menggantikan posisimu.”
“Oh, ya? Biar ku pastikan.” Arsen memegang dada Bellinda, merasakan detak jantung wanita itu, siapa tahu berdebar dengan ritme tidak normal. Sembari bibir terus maju untuk memberikan pancingan. Tapi, nihil, tidak ada adrenalin yang berbeda.
Bellinda lekas memalingkan wajah sebelum berhasil dicium. “Jika ingin diakui oleh Colvert, jangan seperti ini caranya. Dekati dia dan ambil hati juga kepercayaannya. Anak itu persis seperti sifatmu. Ikuti apa kemauannya, maka perlahan pasti luluh.”
Arsen meraih dagu mantan istri, diarahkan kembali wajah itu supaya menatapnya. “Kau tahu kenapa Colvert membenciku?”
“Bukan benci, belum sepenuhnya bisa menerima kenyataan,” sanggah Bellinda. Ia tak pernah mengajarkan anaknya untuk menaruh benci pada siapa pun.
“Terserah, apa pun istilahmu.” Kepala Arsen kian mendekat lagi, tapi sekarang ada di telinga Bellinda untuk berbisik. “Colvert tidak suka padaku karena aku tidak mencintaimu. Itu yang dia katakan.” Lalu, berpindah untuk kembali saling tatap. Kali ini tidak ada jarak satu jengkal. Hembusan napas pria itu juga langsung menerpa wajah Bellinda. “Bagaimana kalau kau dan aku, bersandiwara saling mencintai di depan anak kita?”
🤣🤣🤣🤣🤣🤣