Karena sebuah kecelakaan yang di sebabkan oleh Nayra, Naura yang merupakan suadara kembar Nayra harus kehilangan janin dalam kandungannya. Tak hanya itu, rahim Naura juga terpaksa di angkat sehingga ia tak mungkin lagi mengandung. Sedangkan suami Naura yang bernama Raka sangat mendambakan lahirnya seorang anak dari sang istri, karena Raka adalah anak tunggal dan ia butuh pewaris dalam keluarganya yang merupakan pengusaha kaya raya.
Naura yang tak mau kehilangan posisi sebagai menantu dan istri yang sempurna memaksa Nayra untuk bertukar peran dengannya sampai Nayra hamil dan melahirkan anak Raka. Namun, tentu saja tak boleh ada yang mengetahui hal itu. Jika Nayra menolak, Nuara mengancam akan bunuh diri.
Namun, apakah Nayra akan setuju berperan sebagai saudara kembarnya sementara Nayra sendiri sudah memiliki tunangan?
Sanggupkah Nayra menjalankan perannya sebagai istri Raka bahkan harus melayani Raka di ranjang demi lahirnya anak impian Nuara dan Raka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SkySal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 - Permintaan Maaf Nayra
"Jangan pergi, Sayang."
Deg
Hati Nayra terkesiap saat mendengar suara pilu Bian yang memintanya agar tak pergi, bahkan pelukan pria itu begitu erat membuat air mata Nayra semakin deras mengalir di pipinya. Nayra mencoba melepaskan tangan Bian yang melingkar di perutnya, tetapi pria itu justru semakin mengeratkan pelukannya.
"Bi, jangan begini, aku mohon," lirih Nayra dengan suara yang semakin gemetar.
"Jangan pergi, jangan tinggalin aku," lirih Bian dengan linangan air mata di pipinya.
"Bi, aku nggak pantas buat kamu. Aku bukan Nayra yang dulu lagi." Nayra berkata dengan kesal, ia sungguh tak mengerti apa yang ada dalam benak tunangannya ini sehingga dia meminta Nayra agar tak pergi.
"Kamu masih sama, kamu Nayra-ku," lirih Bian di ceruk leher Nayra. "Silakan lahirkan anak itu untuk Raka dan Naura, setelah itu kita pergi ke tempat yang jauh, jauh dari semua orang yang jahat di sini." Bian semakin mengeratkan pelukannya, dia tahu apa yang dilakukan Nayra memang sangat menyakitkan. Tapi Bian juga mengenal siapa Nayra, tunangannya itu tak melakukan ini karena mengikuti hasrat nya. Dia terpaksa, sangat terpaksa.
"Bian!" geram Nayra, sekuat tenaga dia mencoba melepaskan tangan Bian darinya.
"Kenapa?" Bentang Bian dengan suara lantang yang membuat Nayra terperanjat, ini pertama kalinya ada yang membentaknya seperti ini.
Amarah dan kecewa menyebabkan luka mendalam dalam jiwa Bian, membuat hatinya merasa begitu sesak dan dia ingin melampiaskan semua itu.
"Kenapa, Sayang?" Kini suara Bian melembut. "Aku masih mencintaimu, aku mau menerima kamu apa adanya, aku mohon."
Nayra menggengam tangan Bian dengan lembut, kemudian dia mengecupnya untuk terkahir kalinya. "Ini yang terakhir," kata Nayra dengan suara rendah, ia mencoba menegarkan hatinya yang benar-benar remuk sekarang.
"Di luar sana masih ada banyak gadis yang jauh lebih baik dari aku, Bi. Yang masih suci, yang pantas bersanding dengan pria sebaik kamu," ujar Nayra.
"Nggak ada yang lebih baik dari kamu, Nayra, nggak ada," tegas Bian sembari mengusap air mata dengan punggung tangannya.
"Ada!" balas Nayra. "Pasti ada," imbuhnya dan sekali lagi ia menitikan air matanya.
"Bian?" Nayra menatap pria itu dengan nanar. "Terima kasih atas segala nya, dan maaf karena aku nggak sudah merusak segalanya." Bian menggeleng, memberi isyarat dia tak mau Nayra pergi. Namum, Nayra segera berlari keluar tanpa perduli Bian yang berteriak sambil Mengejarnya. Nayra masuk ke dalam lift dan menutupnya dengan cepat sebelum Bian berhasil Mengejarnya.
Bian jatuh lemas di depan lift, ia pun berteriak sekuat tenaga untuk meluapkan segala rasa sakit yang ia rasakan.
...🦋...
Raka duduk di depan rumah sendirian, ia menunggu Nayra pulang.
"Tuan?" panggil Bi Jum. "Sudah malam, sebaiknya Tuan masuk, nanti masuk angin," tambah wanita lansia itu.
"Aku mau nunggu Nayra pulang, Bi," jawab Raka.
Bi Jum pun hanya bisa menghela napas berat, karena secara logika tentu Nayra takkan pulang setelah ia berhasil keluar dari rumah Raka. Kini semua orang pasti membencinya dan menganggap wanita itu telah merebut suami saudaranya sendiri.
Sementara Raka juga berfikir demikian, tak mungkin Nayra kembali padanya. Namum, hati Raka mengatakan sebaliknya. Dia sangat yakin Nayra akan kembali padanya, entah karena Nayra sudah mencintai Raka ataukah karena Nayra tahu bayi dalam kandungannya berhak bersama ayahnya.
Sementara di sisi lain, Naura pun hanya duduk merenung dengan tatapan yang kosong. Ia tak mau bercerai dengan Raka, ia harus memikirkan cara bagaimana mendapatkan Raka kembali.
Terbersit penyesalan dalam benak Naura karena dia sudah merencanakan hal gila ini, hidup sempurna dan penuh kebahagiaan yang ia impikan kini musnah hanya dalam satu hari.
"Nggak, ini belum musnah. Aku masih istri sah Raka," seru Naura pada dirinya sendiri, dia menarik rambutnya dengan frustasi.
"Ra?" Terdengar suara sang ibu bersamaan dengan pintu yang terbuka. "Ra, makan dulu, ya. Dari siang kamu belum makan," kata Bu Irna.
"Aku nggak lapar," jawab Naura singkat, dia langsung merebahkan dirinya ke ranjang kemudian menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Sekarang Naura sudah kembali ke kamarnya sendiri, ia tak perlu lagi tinggal di kamar Nayra apalagi berpura-pura menjadi adiknya itu.
"Jangan gitu, Ra, nanti kamu sakit," kata Bu Irna dengan lembut.
"Biarin aja, biar mati sekalian," ketus Naura yang membuat sang ibu menghela napas berat.
"Nggak boleh seperti itu, Ra," tegurnya. Bersamaan dengan itu, ayahnya datang dan ikut membujuk Naura untuk makan.
"Kamu harus makan, Ra, kamu mau mati kelaparan," seru sang ayah yang justru terlihat kesal dengan Naura. Sementara anak perempuannya itu tak menjawab ucapan ayahnya, dia menulikan telinganya hingga tiba-tiba Pak Desta menarik selimut Naura dengan paksa.
"Apa sih, Pa?" teriak Naura marah.
"Kamu marah sama siapa, huh?" Ayahnya justru balas berteriak, dia terlihat sangat marah dan kecewa pada Naura yang ia nilai telah mencoreng nama baik keluarganya. "Kamu tahu semua ini karena siapa? Karena kamu sendiri, Ra! Kamu sudah melempar kotoran ke wajah orang tua kamu!"
"Pa?" tegur Bu Irna tak suka dengan tindakan suaminya. "Naura terpaksa melakukan itu, tolong ngertiin situasi dong."
"Aku nggak tahu bagaimana cara mengerti situasi dia, Ma," desis Pak Desta. "Dia menyuruh adiknya tidur dengan suaminya sendiri supaya hamil, bagaimana aku bisa mengerti hal di luar nalar ini, Ma? Apa dia fikir adiknya itu pelacur? Huh? Kalian sama-sama anak perempuanku, kehormatan kalian adalah kehormatanku!"
Pak Desta menatap Naura dengan tajam, sementara putrinya itu hanya menunduk dalam dan air mata kembali berlinang di pipinya. Bu Irna pun tak bisa berkata-kata, karena dia juga tahu apa yang dilakukan Naura adalah kesalahan yang sangat fatal. Namun, ia tak tega jika harus menyalahkan putrinya itu.
Pak Desta meninggalkan kamar Naura dengan amarah yang membuncah, bahkan dia membanting pintu yang membuat kedua wanita di dalam kamar tersebut terperangah.
Bu Irna langsung mengejar suaminya itu untuk memberikan sedikit penjelasan agar tak emosi pada Naura. Namun, saat mereka turun ke bawah, mereka dikejutkan dengan kehadiran Nayra. Wajah wanita itu terlihat sembab, matanya sudah bengkak karena dia tak berhenti menangis.
"Pa?" panggil Nayra dengan suara yang bergetar dan seketika air mata kembali banjir di pipinya.
Pak Desta merasa tak tega melihat putri bungsunya itu. Namun, ia juga kecewa karena Naura yang mau saja menggantikan posisi Naura sebagai istri Raka.
"Apa?" ketus Pak Desta memperlihatkan kemarahanya, padahal dalam hatinya dia sungguh merasa kasihan pada Nayra. Ingin sekali dia menarik putrinya itu ke dalam dekapannya.
"Aku minta maaf," lirih Nayra.
"Minta maaf kenapa? Karena sudah merebut suami kakakmu?" desis Bu Irna yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari sang suami.
"Kalian tahu aku sangat terpaksa melakukan ini," lirih Nayra. "Naura mengancam akan bunuh diri saat itu," imbuh Nayra sembari mengelap air matanya dengan punggung tangannya.
"Kamu mau Papa maafin kamu?" tanya Pak Desta dan Nayra langsung mengangguk cepat.
"Gugurkan kandungan kamu!"
situ pernah gak mikirin perasaan Nayra dari sejak kecil hingga detik ini