Zainna Keisha Nugraha, seorang Mahasiswi kampus ternama di Jakarta harus menerima pernikahannya dengan seorang Profesor yang merupakan salah satu dosennya yang berstatus sebagai duda beranak satu. Inna menerima pernikahan ini karena sudah terlanjur sayang pada Putri kecil yang sangat manis dengan nasib yang sama dengannya yaitu ditinggalkan oleh ibu kandungnya. Namun Inna juga harus menelan pahit bahwa suaminya masih sangat mencintai istri pertamanya dan sangat sulit untuk Inna dapat menggantikannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon desih nurani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Satu
Samuel kembali membuka matanya. Ia melihat Inna terus menggerakkan mulutnya, tetapi matanya masih tertutup. Inna terlihat gelisah dalam tidurnya. Mencengkram erat baju suaminya. Bahkan buliran keringat mulai membasahi wajah cantiknya.
"Ma, jangan pergi. Inna mohon... Mama...." Inna semakin gelisah. Bahkan sebulir air bening menetes diujung matanya. Samuel mulai cemas, menghapus jejak air mata itu dengan lembut.
"Inna bangun...." Samuel menepuk pipi istrinya pelan. Tetapi itu sama sekali tak membangunkan istrinya. Apa dia mimpi buruk? Pikir Samuel.
"Mama... Mama Inna ikut."
Samuel semakin panik karena Inna terus merancau tak jelas.
"Inna bangun." Kali ini Samuel menggoyangkan istrinya. Namun, Inna semakin gelisah dalam tidurnya, keringat semakin bercucuran di keningnya.
"Inna... Hey bangun." Samuel mengusap keringat di kening istrinya dengan lembut. Inna pun mulia sadar dan mengerjapkan matanya beberapa kali.
Samuel bernapas lega dan langsung mengambil air minum di atas nakas. "Minum," perintah Samuel membantu Inna bangun. Inna meneguk air itu perlahan.
"Sudah?" Tanya Samuel yang dijawab anggukkan oleh Inna.
Samuel meletakkan gelas di atas nakas, lalu menatap istrinya yang terus menunduk. "Mimpi buruk huh?"
Inna mengangkat kepalanya, menatap netra biru suaminya begitu dalam. Lalu memeluk Samuel dan tangisannya kembali pecah. Samuel terkejut karena ulahnya.
"Hey, kenapa manangis?" tannya Samuel yang sama sekali tidak ditanggapi oleh Inna. Gadis itu terus menangis dan semakin mengeratkan pelukannya. Spontan Samuel pun membalas pelukan itu dan memberikan kecupan hangat di pucuk kepala istrinya. Dan itu berhasil membuat tangisan Inna meredam.
"Tidur lagi ya?" Pinta Samuel yang dijawab anggukan oleh Inna. Ia membantu istrinya berbaring, meminta Inna untuk menutup matanya. Gadis itu pun menurut patuh. Tetapi tak berniat untuk melepaskan pelukannya pada Samuel. Inna membenamkan wajahnya di dada bidang Samuel. Samuel sama sekali tidak keberatan, bahkan ia balas memeluk istrinya posesif. Hingga ikut menyusul sang istri ke alam mimpi.
***
"Mas bangun sudah mau subuh." Perintah Inna membangunkan Samuel yang masih terlelap. Tetapi lelaki itu sama sekali tidak bergerak.
"Mas bangun." Inna menggoyangakan tubuh Samuel karena lelaki itu tak kunjung bangun.
"Sebentar lagi." Sahut Samuel semakin membenamkan diri dalam selimut.
Inna menghela napas panjang. Dan menyadari sesuatu, ternyata sifat Elya yang susah bangun itu diturunkan dari Samuel. Dengan kesal Inna menarik selimut Samuel dengan kasar.
"Mas bangun, Papa menunggu di luar." Ujar Inna kesal.
Malam tadi Inna dan Samuel memutuskan untuk menginap di rumah orangtuanya. Karena terlalu larut malam untuk pulang ke rumah mereka.
Samuel membuka matanya dengan malas. Ia masih sangat mengantuk. Samuel menatap Inna tajam, sedangkan yang di tatap cuma bisa menaikkan sebelah alisnya.
"Bangun, Mas. Papa udah nunggu buat salat ke masjid."
"Berisik." Dengan malas Samuel bangun dan langsung beranjak kekamar mandi. Inna yang melihat itu cuma bisa menggeleng.
"Lihat, mereka begitu mirip." Inna tidak habis pikir, Elya benar-benar mewarisi sifat Samuel sepenuhnya.
Setelah kepergian Samuel, Inna pun membereskan tempat tidurnya. Lalu menyiapkan pakaian suaminya untuk ke masjid dan ke kampus. Setelah semua urusan di kamar selesai, Inna langsung beranjak menuju kamar putri kecilnya.
Inna menyiapkan semua keperluan sekolah Elya tanpa ada yang terlewatkan. Setelah itu menghampiri Elya yang masih terlelap, membuatnya sendikit ragu untuk membangunkan Elya. Karena ini masih terlalu gelap untuk gadis itu bangun. Akhirnya Inna memutuskan untuk pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Karena sedang kedatangan tamu bulanan, ia memiki banyak waktu untuk menyiapkan sarapan.
Inna memang sudah terbiasa dengan semua pekerjaan dapur, karena di rumahnya ia tidak memakai jasa pembantu.
"Hai sayang masak apa?" tanya Diana mengejutkan Inna.
"Ya ampun Ma, Inna terkejut." Ucap Inna mengusap dadanya.
"Mama minta maaf, Sayang." Diana merasa bersalah sudah membuat menantunya terkejut.
"Tidak apa Ma." ucap Inna tersenyum tulus.
"Masak apa?" Tanya Diana saat melihat Inna tengah memotong bawang.
"Sepertinya Inna masak nasi goreng aja deh." Jawab Inna mengambil telur dari kulkas.
"Buatkan suami kamu telur mata sapi setengah matang. El sangat menyukai telur setengah matang saat makan nasi goreng."
"Benarkah? Kalau begitu nanti Inna buatkan Ma." Sahut Inna bersemangat.
"Iya, Sayang. Sejak kecil itu makanan favoritnya. Setiap pagi wajib ada." Jelas Diana. Inna pun mengangguk tanda setuju. Lalu keduanya terhanyut dalam rangka masak memasak.
Setelah urusan dapur selesai, Inna kembali ke kamar Elya untuk membangunkanya.
"Elya bangun sayang." Inna menepuk Pipi Elya seperti biasa.
"Emmm... Elya masih ngantuk Ma." Rengek Elya mengerjapkan matanya beberapa kali.
"Bangun Elya, kamu harus sekolah. Mandi yuk, pasti nangantuknya hilang." Inna mencubit hidung Elya yang menjadi pavoritnya.
"Gendong." Elya mengangkat kedua tangannya begitu manja.
"Manja banget sih anak Mama. Ya ampun beratnya," ujar Inna menggendong Elya dan membawanya ke kamar mandi.
***
"Selamat pagi semuanya." Sapa Inna dan Elya bersamaan. Saat ini semua penghuni rumah sudah berkumpul di meja makan.
Inna menarik kursi dan membantu Elya duduk. Lalu ia pun duduk di sebelah suaminya.
"Pagi sayang, wah cucu Oma sudah cantik. Biasanya juga susah banget dibangunin." Diana melihat heran ke arah cucunya. Saat ini Elya memang sudah rapi dengan seragam sekolah. Gadis kecil itu juga terlihat cantik dengan rambut kucir kuda. Memperlihatkan pipinya yang bulat.
"Kan sekarang Elya udah punya Mama, Oma." Jawab Elya dengan semangat. Semua orang hanya tersenyum senang mendengar jawaban Elya. Kecuali Samuel dan Gina yang memasang wajah datar. Jika diperhatikan mereka sangat cocok.
"Inna kamu terlihat pucat sayang, apa kamu sakit?" tanya Diana yang berhasil membuat semua orang menatap Inna.
"Ah enggak kok Ma, mungkin karena efek tamu bulanan." Jawab Inna tersenyum ramah.
"Oh, Mama kira kamu sakit."
Samuel menatap wajah Inna yang memang sedikit pucat. Ia juga kembali mengingat kejadian malam tadi, di mana Inna begitu ketakutan.
"Tidak perlu kekampus hari ini." Ujar Samuel pada Inna. Inna yang mendengar itu langsung memberikan tatapan tak terima.
"Tapi ada berkas yang harus Inna urus, Mas . Harus tuntas hari ini. Lagian Inna juga tidak sakit. Cuma datang bulan biasa," protes Inna.
"Terserah." Samuel tidak berniat memaksa istrinya. Inna pun tersenyum karena mendapat izin suaminya.
"Kak, Gina nebeng sama Kakak? Mau ke toko buku sebentar." Ujar Gina begitu manja. Lalu ia pun sempat sambil melirik Inna.
Inna menatap Samuel dan Gina secara bergantian.
"Ya." Jawab Samuel menyetujui.
Gina tersenyum penuh arti sambil menatap Inna. Kali ini ia merasa menang dari Inna. Sedangkan Inna, ia sama sekali tidak peduli akan hal itu.
Berbeda dengan Rey, ia tak menyukai kedekatan Samuel dan Gina. Bagaiamana pun ia tahu, Gina masih menyimpan rasa pada Kakaknya. Apa aku buat cemburu aja kali ya? Boleh deh, kita lihat gimana responnya.
"Kakak ipar, kebetulan aku berangkat jam 10, jadi Kakak bareng aku aja ke kampus. Lagian jalan kita searah." Rey menatap Inna sambil tersenyum manis.
Samuel yang mendengar itu langsung menatap Rey tak suka. Ia masih ingat ancaman adiknya kemarin.
"Boleh kalau kamu tidak keberatan. Lagian aku gak yakin bisa nyetir sendiri." Jawab Inna menyetujui ajakan Rey. Tentu saja Rey senang dan langsung menatap sang Kakak.
Samuel menatap Inna dan Rey dengan tatapan tak suka. Entahlah, hatinya mendadak panas. Apa lagi saat Inna memberikan senyuman manis pada adiknya.
Rey tersenyum penuh arti saat melihat wajah kesal kakaknya.
"Aku berangkat." Samuel beranjak dari tempat duduknya dengan tergesa.
"Tapi El, kamu belum selesai makan." Sanggah Diana.
"El sudah kenyang. Gina, cepat selesaikan makanmu, aku tunggu di mobil." Ujar Samuel yang langsung beranjak pergi.
Inna merasa aneh dengan sikap Samuel. Dan cuma bisa menghela napas sambil menatap punggung suaminya yang perlahan menghilang dari pelupuk mata.
"Gina mau nyusul Kak Sam dulu." Kali ini Gina yang pergi untuk menyusul Samuel.
Inna sama sekali tak merespons. Ia masih memikirkan sikap aneh Samuel. Sampai sakarang Inna belum bisa memahami isi hati suaminya.
Setelah selesai sarapan, Inna mengantar Elya sampai di depan rumah.
"Jangan nakal disekolah ya Sayang? Inggat, harus rajin belajar supaya Elya bisa jadi anak pintar." Inna mencium kening Elya dengan lembut.
"Iya Mama." Sahut Elya membalas ciuman Inna di pipi.
"Ya sudah, hati-hati dijalan Sayang. Rey jangan ngebut dijalan." ucap Inna yang dijawab anggukan oleh Rey. Lalu Inna pun membantu Elya masuk ke dalam mobil adik iparnya.
"Dadah sayang." Inna melambaikan tanganya saat mobil Rey meninggalkan rumah. Sebelum merasakan nyeri di bagian perutnya. Ia pun langsung bergegas menuju kamar.
"Ya ampun kenapa semakin sakit? Apa karena belum minum obat." Inna merasakan perutnya seperti sedang diperas. Ia menggigit bibirnya untuk menahan rasa sakit itu. Inna merogoh tasnya untuk mengambil obat pereda sakit. Setelah itu ia berbaring, berharap rasa sakit itu segara hilang.
***
"Terima kasih Rey, sudah mau antar sampai depan kampus." Ucap Inna sebelum turun dari mobil Rey.
"Ok sama-sama, kakak Ipar. Jika perlu jemputan langsung hubungi aja, jangan ragu." Balas Rey sambil tersenyum. Inna pun tertawa ringan mendengar tawaran Rey.
"Sudah, sana pergi." Usir Inna. Rey yang mendengar itu tertawa renyah dan langsung melajukan mobilnya. Inna menggelengkan kepalanya, lalu bergegas pergi.
"Zainna." Panggil seseorang yang berhasil menahan langkah Inna. Inna pun menoleh pada pemilik suara.
"Marcel? Kok kamu bisa ada di sini?" tanya Inna bingung. Karena Marcel bukanlah mahasiswa kampusnya.
"Aku sengaja ke sini buat ketemu kamu. Ada sesuatu yang mau aku sampaikan," jawab Marcel membuat Inna semakin bingung.
"Ada apa ya?" Tanya Inna penasaran.
"Boleh ikut aku sebentar," ajak Marcel.
Inna melihat jam ditangannya. Dan sebentar lagi mata pelajaran akan segera di mulai. "Aduh maaf Cel, tapi aku ada jam kuliah. Jadi lain kali aja ya kita ngobrolnya." Jawab Inna yang hendak pergi, tetapi Marcel langsung menahannya.
"Sebentar," ucap Marcel memohon.
"Please Marcel, aku bisa terlambat masuk kelas." Jawab Inna mulai panik.
"Aku mau nomer telpon kamu."
Inna menatap Marcel penuh selidik. Karena takut terlambat, ia pun tidak bisa banyak berpikir. "Mana ponsel kamu?"
"Ini." Marcel langsung memberikan ponselnya pada Inna. Dengan cepat Inna mengetik nomornya, lalu mengembalikan ponsel itu pada Marcel. "Ini, sudah aku simpan dihp kamu."
"Ok, thanks." Ucap Marcel dengan senyumam yang mengembang. Inna pun mengangguk dan langsung bergegas ke kelasnya. Beruntug dosen yang mengajar belum datang. Jadi Inna bisa bernapas lega.
"Hai beib." Sapa Dita saat Inna masuk kelas.
"Hai." Jawab Inna malas. Saat ini ia sedang bad mood, mungkin efek haid. Ia pun langsung duduk di sebelah Dita.
"Ih cuek banget sih hari ini," protes Dita sambil mengerucutkan bibirnya.
"Muka jelek jangan dibuat jelek." Ledek Inna.
"Ih jahat banget sih, muka cantik kok dibilang jelek." Protes Dita sambil menangkup kedua pipinya.
"Ih, kepedean bange sih." Ucap Inna jutek. Lalu tak lama Juju pun masuk ke kelas dengan wajah murung.
"Ju, kenapa muka Lo kusut gitu?" tanya Inna merasa heran pada sahabatnya yang satu itu.
"Ketemu alien kali di jalan." Ketus Dita.
Juju yang mendengar itu mendengus kesal, lalu duduk di sebelah Inna. "Tadi gw ketemu nabrak motor cowok, lumayan ganteng sih dianya. Tapi galak banget, terus dia marahin gw di jalan. Kam malu banget di liatin banyak orang."
"Hah! Kok bisa sih?" seru Inna dan Dita bersamaan.
Juju menghela napas berat. "Abis dia ngerem mendadak." Jawab Juju mengerucutkan bibirnya.
"Terus?" tanya Dita yang mulai kepo.
"Terus dia marahin gw, dia bilang gw ceroboh karena bawa mobil gak pake mata. Padahal dia kan yang salah? Tapi... dia ganteng banget, tinggi, putih dan aaah... gw gak bisa ngungkapin deh. Calon imam able." Jawab Juju dengan wajah yang memerah.
Tawa Inna dan Dita pun pecah seketika. "Jadi ceritanya Ratu Lola udah ketemu pangeran kodok ni ye," ledek Dita tak dapat menahan tawanya. Bahkan Inna sampai mengeluarkan air mata. Juju memang selalu membawa perubahan.
"Ih gw serius." Juju pun mulai kesal karena ditertawakan.
"Ok. Terus apa lagi yang Lo lakuin setelah itu?" Tanya Inna yang ikut kepo.
"Kabur. Tadi gw bilang ama dia ada uvo. Eh dia malah percaya, ya udah kesempatan gw buat kabur." Jelas Juju yang kembali membuat Dita tertawa.
"Cocok banget tu cowok ama lu Ju. Sama-sama dodol," ledek Dita sambil memegang perutnya yang sakit karena terus tertawa.
"Inna lo liat Dita, dia ngejek gw terus." Rengek Juju mengadu pada Inna. Inna yang mendengar itu tertawa renyah.
"Biar aja Ju, dia begitu karena iri sama Lo. Soalnya pangeran dia belum muncul-muncul ke muka bumi." Jawab Inna yang disambut tawa oleh Juju.
"Iww... Siapa juga yang iri, lagian gw sebenarnyaudah punya pangeran. Tapi kan lo yang ambil Na. Sedih gw." Sahut Dita memulai drama queennya.
"Itu mah sih dl, derita lo." Balas Inna dan Juju kompak. Dita yang mendengar itu cuma bisa mengerucutkan bibirnya.
Tak berapa lama, dosen pun masuk dan langsung memulai pelajaran.
***
Setelah mata kuliah usai, Inna dan kedua sahabatnya beranjak menuju ruang Dosen untuk mengantar berkas proposal penelitian mereka.
Sesampainya di ruang dosen, tanpa sengaja Inna bertemu dengan Samuel.
"Inna, bisa keruangan saya sebentar?" Pinta Samuel.
"Bisa Prof." Jawan Inna.
Samuel mengangguk dan langsung bergegas pergi menuju ruangannya yang terletak di lantai atas.
Setelah menyerahkan berkas penting ke prodi. Inna pun langsung bergegas menuju ruangan suaminya. "Gw tinggal dulu ya?" Pamit Inna pada kedua sahabatnya.
"Semangat beib." Ucap Dita sebelum Inna benar-benar menghilang di balik tembok.
"Permisi." Ucap Inna memasuki ruangan Samuel. Dan di sana Samuel sudah duduk di kursi kebesarannya sambil membuka beberapa berkas.
"Silakan duduk." Perintah Samuel tanpa melihat lawan bicaranya. Inna pun menurut dan langsung duduk. Bahkan mereka benar-benar terlihat seperti mahasiwa dan dosen.
Inna meneliti ruangan suaminya sambil menunggu lelaki itu bicara.
"Bagimana dengan Proposal kamu?" tanya Samuel mengalihkan perhatiannya pada Inna.
Inna pun langsung menoleh dan menatap Samuel. "Sedang saya susun Prof. Kebetulan tinggal bagian penutup," jawab Inna.
"Ok bagus, minggu depan saya mau lihat proposal kamu. Jadi tolong segera diselesaikan karena kedepannya mungkin saya akan keluar kota." Perintah Samuel menunggu reaksi dan jawaban istrinya.
"Baik Prof, akan saya usahakan minggu depan sudah selesai." Jawab Inna dengan nada santai. Entah kenapa jawaban yang Inna berikan sedikit mengecewakan Samuel.
Cih, memangnya apa yang kamu harapkan? Pikir Samuel menepis semua pikiran buruknya.
"Ok, hanya itu saja." Ucap Samuel sambil memperhatikan wajah istrinya yang masih pucat.
"Baik Prof. terima kasih atas waktunya. Saya permisi dulu," ucap Inna yang dijawab anggukan oleh Samuel. Lalu Inna langsung beranjak dari tempat duduknya dan hendak keluar.
"Tunggu Inna." Panggil Samuel yang berhasil menghentikan langkah istrinya.
Inna pun menoleh dan mentapa Samuel heran. "Iya Prof?" tanya Inna bingung.
"Jam berapa kamu pulang?"
Sial! Pertanyaan apa itu? Samuel mengumpat dalam hati. Ada apa dengannya akhir-akhir ini?
Inna menatap Samuel bingung. Pasalnya ini pertama kalinya Samuel bertanya layaknya suami pada istrinya.
"Pukul dua belas, Mas. Eh maaf, maksud saya Prof." Jawab Inna gugup.
"Pulang dengan siapa?" Tanya Samuel lagi. Inna yang mendengar menjerit senang dalam hati. Untuk pertama kalinya Samuel perhatian padanya.
"Mungkin pulang dengan Rey, Inna tidak membawa mobil. Sekalian jemput Elya juga." Tanpa sadar Inna pun tersenyum.
"Tidak, kamu pulang dengan saya. Kita akan jemput Elya sama-sama." Ujar Samuel yang berhasil membuat Inna terkejut. Lagi-lagi Inna menjerit senang dalam hatinya. Kesempatan langka bukan?
"Ya, Inna akan hubungi Rey."
"Tidak perlu, aku yang akan hubungi dia."
Inna mengangguk pelan dan langsung berpamitan pada suaminya. Ia pun berggas keluar dari ruangan suaminya. Senyuman Inna pun mengembang. Hari ini ia benar-benar senang.
Sedangkan di dalam ruangan, Samuel terus mengutuk dirinya sendiri. "Apa yang kamu pikirkan El?" Ia terlihat mengusap wajahnya frustasi. Ada apa denganya? Kenapa ia begitu terpengaruh dengan kata-kata sang adik. Samuel juga mulai takut, jika Rey benar-benar merebut Inna dari hidupnya. Bahkan pernikahan mereka baru berusia satu bulan. Mungkinkah ia mulai menyukai istri kecilnya? Ah, Samuel benar-benar frustasi sekarang.
Setelah semua urusan di kampus selesai, Inna merogoh ponselnya karena sedari tadi terus berdering. Ia membuka sebuah pesan masuk dari suaminya. Bahwa Samuel sudah menunggunya di mobil.
"Guys gw duluan ya, suami gw udah nunggu." Pamit Inna pada kedua sahabatnya.
"Iya deh yang udah punya suami." Sahut Dita memutar kedua matanya jengah. Sedangkan Inna hanya tersenyum mendengar nada syirik sahabatnya.
"Hati-hati, Na." Ucap Juju. Inna pun mengangguk.
"Dah my best friend." ucap Inna yang langsung pergi meninggalkan Dita dan Juju. Inna langsung menuju parkiran khusus dosen. Ia menghampiri mobil BMW merah milik suaminya. Dengan perasaan senang, Inna hendak membuka pintu. Namun, tiba-tiba seseorang menariknya dan menjauh dari mobil Samuel.
ceritanya keren,bagus
dan mantap
sukses
semangat
mksh
Ini kata Jidan pada Samuel
"Lepaskan dia kalau lo tdk bisa balas cintanya, karena gue yang akan mencintai dia, biarin dia bahagia, sudah cukup selama ini dia menderita"
Tau tidak Jidan itu kekasihnya didi dan di episode 28 dia melamar didi. Ini keistimewaan pebinor di novel2 egois, apapun kelakuannya selalu dibenarkan,
Kenapa novel harus egois dan tidak adil, pelakor dilakanat dibuat hina dan dihancurkan sedangkan pebinor begitu dipuja2, diistimewakan, dispesialkan, apapun salahnya selalu dibenarkan
Simple pertanyaan untuk author
Jika suami atau kekasihmu sangat perhatian dan membela mati matian istri orang lain, dan suami mengatakan seperti Jidan katakan pada samuel, (ini kata Jidan pada samuel "Lepaskan dia kalau lo tdk bisa balas cintanya, karena gue yang akan mencintai dia, biarin dia bahagia, sudah cukup selama ini dia menderita"). Apa kau akan bilang suamiku hebat karena perhatian dan mau merebut istri orang dan mencintai istri orang ituu
Ini kata Jidan pada Samuel
"Lepaskan dia kalau lo tdk bisa balas cintanya, karena gue yang akan mencintai dia, biarin dia bahagia, sudah cukup selama ini dia menderita"
Tau tidak Jidan itu kekasihnya didi dan di episode 28 dia melamar didi. Ini keistimewaan pebinor di novel2 egois, apapun kelakuannya selalu dibenarkan,
Kenapa novel harus egois dan tidak adil, pelakor dilakanat dibuat hina dan dihancurkan sedangkan pebinor begitu dipuja2, diistimewakan, dispesialkan, apapun salahnya selalu dibenarkan
Simple pertanyaan untuk author
Jika suami atau kekasihmu sangat perhatian dan membela mati matian istri orang lain, dan suami mengatakan seperti Jidan katakan pada samuel, (ini kata Jidan pada samuel "Lepaskan dia kalau lo tdk bisa balas cintanya, karena gue yang akan mencintai dia, biarin dia bahagia, sudah cukup selama ini dia menderita"). Apa kau akan bilang suamiku hebat karena perhatian dan mau merebut istri orang dan mencintai istri orang itu