Pelet Sukmo Kenongo adalah jalan ninja Lisa untuk memperbaiki hubungannya dengan sang kekasih yang sedang tak baik-baik saja.
Sayangnya, air yang menjadi media pelet, yang seharusnya diminum Reza sang kekasih, justru masuk ke perut bos besar yang terkenal dingin, garang dan garing.
Sejak hari itu, hidup Lisa berubah drastis dan semakin tragis. Lisa harus rela dikejar-kejar David, sang direktur utama perusahaan, yang adalah duda beranak satu, dengan usia lebih tua lima belas tahun.
Sial beribu sial bagi Lisa, Ajian Sukmo Kenongo yang salah sasaran, efeknya baru akan hilang dan kadaluarsa setelah seratus hari dari sejak dikidungkan.
Hal itu membuat Lisa harus bekerja ekstra keras agar tidak kehilangan Reza, sekaligus mampu bertahan dari gempuran cinta atasannya.
Di akhir masa kadaluarsa Ajian Sukmo Kenongo, Lisa malah menyadari, siapa sebenarnya yang layak ia perjuangkan!
Karya hanya terbit di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Al Orchida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kopi Sukmo Kenongo
Suasana kantor masih lengang saat Lisa tiba. Setelah absen dan menata mejanya ala kadar, Lisa membawa tasnya menuju pantry. Sebelum itu, ia sengaja lewat ruangan manager operasional untuk memastikan kekasihnya sudah ada di dalam.
Ya, Reza memang serajin dan sedisiplin itu kalau soal kerjaan. Mungkin itu juga yang membuat Reza dipercaya mengemban jabatan sebagai manager operasional di usianya yang baru 30 tahun.
Di dalam pantry, Lisa langsung merebus air yang diberikan Nyi Sekar, dan segera menyimpan botolnya ke dalam tas lagi. Ia membuat kopi sambil celingukan dan dengan lebih waspada. Untungnya belum ada office girl yang datang.
Tepat setelah kopi selesai dibuat, terdengar suara langkah sepatu mendekat menuju pantry. Lisa menghembus nafas lega. Ia segera membuang sisa air rebusan dan membilas panci dengan air keran. “Untung udah kelar!”
“OB belum datang?”
Lisa menoleh, sedikit tercekat saat menyadari siapa yang sedang bertanya padanya. “Gimana, Pak?”
“OB?”
“Belum, Pak!”
“Kamu sedang apa di pantry?” tanya David, yang tak lain adalah direktur utama di perusahaan tempat Lisa bekerja.
“Bikin kopi, Pak!”
“Buat siapa?”
“Ehm anu … ini saya buat untuk manager operasional!” Lisa menunjukkan kopi di tangannya yang siap dibawa ke ruangan sang kekasih.
“Sini kopinya buat saya dulu, kamu bikin lagi aja yang buat Reza! Saya keburu waktu, ada meeting pagi dadakan!” ujar David dengan tatapan garang, plus mengintimidasi.
Lisa tak bisa menutupi rasa panik yang melanda dirinya. Bisa berabe kalau sampai kopi Reza diminum Pak David, pikirnya. “Tapi, Pak? Ini pahit, gulanya dikit banget. Kayaknya nggak sesuai sama selera bapak.”
“Tahu dari mana kamu kalau saya nggak suka kopi pahit? Sini kopinya! Reza pasti nggak keberatan nunggu sebentar, lagian bikin kopi nggak butuh waktu lama. Boleh ya?” Kali ini suara David sedikit melembut meskipun tetap menunjukkan wibawanya.
Lisa mati kutu. Ia jelas tak memiliki alasan untuk menolak. Bukan hanya karirnya yang dipertaruhkan, tapi juga harga dirinya sebagai karyawan di perusahaan itu.
Dengan ekspresi linglung, Lisa mengulurkan kopi buatannya pada sang direktur utama. “I-iya, silahkan, Pak! Semoga rasanya tidak mengecewakan.”
“Thanks.” David mengambil kopi dari tangan Lisa, tersenyum seikhlasnya, lalu pergi begitu saja tanpa babibu lagi.
Lisa terpaku. Panik. Wajahnya pun langsung memucat. Tangan kanannya spontan menepuk dahi keras-keras. “Mampus gue!”
Beberapa detik berikutnya, Nina muncul dari arah berbeda dengan kepergian David. Suara ketukan sepatunya membuat Lisa cepat-cepat menoleh. “Gimana, Lis? Udah bikin kopinya?”
“Ya ampun, Nin! Mati aku!”
Nina mengamati wajah pucat Lisa dengan raut heran. “Kamu kenapa? Abis liat hantu?”
“Kopi, Nin! Kopi. Kopi yang seharusnya buat Reza diambil sama Pak David!” Lisa bercerita dengan wajah frustasi, bahkan hampir menangis.
Kontan saja Nina membelalakkan mata. “Kopi yang ada air peletnya? Kok bisa? Kamu nggak cegah? Kenapa nggak kamu buatin kopi yang baru buat Pak David? Kamu gimana sih?”
“Haduuuh, aku beneran nggak bisa nolak, Nin! Pak David mintanya itu sambil langsung ngambil kopi dari tanganku. Aku disuruh bikin yang baru buat Reza karena dia buru-buru mau meeting.”
“Kamu nggak usaha ngasih pengertian?”
“Aiissshh kamu ini kek pelit banget akunya cuma perkara kopi aja perhitungan?! Nggak mungkin dong aku nggak ngebolehin, secara aku ini siapa? Cuma karyawan rendahan di perusahaannya. Sial, sial, sial!” rutuk Lisa pada dirinya sendiri.
Nina nyengir kuda sambil garuk-garuk pipi. “Busyet dah, gimana jadinya kalau yang kena pelet malah pak direktur utama?”
“Gimana dong, Nin? Aku nggak mau lah kalau Pak David yang kena imbasnya. Mana umurnya udah empat puluh tahun, udah tua banget, Nin! Selisihnya lima belas tahun sama aku. Nggak deh, nggak mau aku. Ketuaan! Apalagi dia duda, udah punya anak pulak! Rugi perawan aku, Nin. Rugi!”
Nina mengomel, “Kamu seharusnya bersyukur kalau sampai dapat Pak David, Lis! Lihat yang bener dulu sebelum memberikan penilaian!”
“Salahnya dimana aku, Nin? Itu fakta, bukan opini!”
“Denger, Pak David mungkin memang udah berumur, tapi jelas tidak tua seperti yang kamu bilang barusan. Badannya masih bagus banget, kelihatan dari hasil rajin nge-gym, tampangnya emang nggak seganteng Reza, tapi not bad. Pak David sama sekali nggak bisa dibilang buruk rupa, dia tinggi, tegap, kharismatik, penuh wibawa, dan yang jelas dia kaya raya. Jauh kalau dibandingkan sama Reza-mu itu!”
Lisa menyela, “Tapi statusnya itu loh? Duda beranak satu! Aku kan jadi agak gimana, masa perawan aku pecah sama duda? Kamu gimana sih kok malah jadi belain pak bos?”
“Heh, yang penting itu hot tauk! Lagian nggak ada bedanya duda sama perjaka, Lisa! Emangnya perempuan,” sahut Nina jengkel. “Satu lagi yang perlu kamu tahu, siapa sih di dunia ini yang mau menyandang status duda atau janda? Pasti ada alasan kuat kenapa orang sampai rumah tangganya bubar!”
“Kamu kek paham banget urusan beginian, Nin! Salut deh,” ujar Lisa cengengesan, dan tak peduli. “Tapi aku nggak tertarik sama Pak David, titik! Jadi … tolong bantu aku, ini masalah gimana solusinya?”
Nina berpikir beberapa saat, sebelum akhirnya memberikan solusi. “Kayaknya harus tanya ke Nyi Sekar, Lis! Hal begini pasti sudah masuk prediksi dia. Nanti istirahat siang coba aku telepon Nyi Sekar, mau nggak dia kalau kita konsultasi by phone.”
“Oke sip! Aku tunggu informasinya. Thanks. Kamu emang sahabat terbaik, Nin!”
“By the way, airnya masih ada? Buat aja lagi kalau masih ada sisanya! Mumpung OB belum pada ke pantry,” usul Nina sambil celingukan.
Lisa mengeluarkan botol air mineral kosong dari dalam tasnya, lalu melempar botol tersebut ke tempat sampah. “Habis!”
“Kacau!” Nina memutar langkah, kembali menuju ruangan telemarketing tempatnya bekerja sambil menggerutu, “Masih pagi udah disambut masalah!”
“Sumpah aku nggak sengaja. Sorry jadi ngerepotin kamu lagi, Nin!” gumam Lisa pelan. Ia juga melangkah ke ruang administrasi yang setahun terakhir menjadi sarangnya mencari uang.
“I see.” Nina mengibaskan tangan sambil lalu.
Bersambung,
temen yg super konyol masabiya mau dipelet yg pke seumur hidup hadeh
lama kelamaan juga reza pasti nyesel lis apalagi kalo kualitas kamu makin bagus..
jd selama ajian belum berakhir pepet trroos mas dave nya jd pas ajian itu kadaluarsa mas dave udh ngerasa nyaman ama kamu lisa..dan kalaupun reza kembali hushus hempas jauh2 mantan bastard mu itu😆😆😆
salah soal masa expired tuh pelett. bener tak sih...
seratus juta little kiss hemm, gimna klo......